Visualindonesia.com,-
Di tengah geliat kreativitas generasi baru yang menolak stagnasi, kolektif People of the Right Project kembali menghidupkan ruang eksplorasi musik lewat gelaran “Lintas Resonan 2025”.
Program ini hadir sebagai laboratorium kolaborasi yang merayakan keberanian bereksperimen, memadukan pelaku dan penikmat musik dalam satu ekosistem kreatif yang mengakar pada lokalitas dan budaya Indonesia.
Lintas Resonan, yang tahun ini mengusung tema “Meretas Batas”, bukan hanya pertunjukan musik, melainkan gerakan yang menantang batas-batas sonik dan imajinasi.
Semangat tersebut melanjutkan capaian tahun 2024 ketika panggung ini berhasil mempertemukan kolaborasi monumental seperti Perunggu X Danilla, Efek Rumah Kaca X Barasuara, dan Sore X Barasuara, sebuah momentum yang menegaskan bahwa kolaborasi lintas identitas adalah energi pendorong penting dalam lanskap musik Indonesia.
Pada penyelenggaraan terbaru, Lintas Resonan memperkenalkan entitas musik baru bernama Portura, sebuah kolektif khusus yang mewakili semangat perayaan kebebasan berekspresi.
Portura beranggotakan Iga Massardi (Barasuara), John Paul Patton alias Coki (KPR, ALI), Fathia Izzati (Reality Club), Bilal Indrajaya, Enrico Octaviano (Lomba Sihir), dan satu mystery guest yang masih dirahasiakan.
Keenam musisi dengan latar berbeda ini bersatu dalam format tanpa batas genre, menciptakan aransemen baru yang lahir dari percakapan dan eksplorasi kreatif.
“Lintas Resonan bukan cuma proyek musik. Ini seperti laboratorium energi, tempat kita main dengan jujur tanpa tembok antarband. Musik bisa jadi liar, tapi juga jujur,” ujar Iga Massardi.
Pengalaman penonton diperkaya dengan kehadiran visual artist Arswandaru, yang menerjemahkan tiap komposisi menjadi lanskap visual yang dinamis dan berbeda di setiap kota. Hal ini menjadikan tiap pertunjukan sebagai pengalaman yang tidak akan terulang dua kali.
Perjalanan Lintas Resonan akan menjangkau empat kota dengan karakter komunitas musik yang kuat. Dimulai di Semarang (11 Desember 2025) bersama Pyong Pyong, kemudian berlanjut ke Bandung (8 Januari 2026) bersama unit alternatif Alkateri.
Gelaran ini kemudian bergerak ke Tangerang (15 Januari 2026) dengan energi dari Tabraklari, sebelum ditutup di Jakarta (22 Januari 2026) bersama grup indie-pop The Cottons.
Para pengisi lokal ini bukan sekadar pembuka panggung, melainkan representasi akar kreativitas yang tumbuh jauh dari pusat industri.
“Kadang orang pikir musik itu lahir di kota besar saja. Padahal banyak keberanian paling murni muncul dari kota-kota di luar pusat. Lintas Resonan jadi ruang buat menyalakan api itu,” ungkap Fathia Izzati dari Reality Club.
Selain pertunjukan musik, Lintas Resonan juga membuka diskusi melalui live podcast yang menghadirkan narasumber lintas disiplin. Mereka membahas isu-isu keseharian pelaku musik, mulai dari manajemen band hingga tantangan industri kreatif hari ini.
Dialog interaktif ini memperkuat jembatan antara musisi, komunitas, dan publik, sekaligus menegaskan peran Lintas Resonan sebagai ruang tumbuh bagi ide-ide segar.
“Musik selalu punya cara untuk menyatukan orang. Melalui Lintas Resonan, kami ingin membuka ruang bagi musisi, komunitas, dan penonton untuk bereksperimen dan menyalakan kembali semangat eksplorasi,” ujar Iksal Harizal dari People of the Right Project.
Lintas Resonan 2025 mendapat dukungan penuh dari Gudang Garam Signature, yang konsisten berperan aktif dalam memajukan industri kreatif lokal. Melalui kolaborasi lintas ekosistem ini, semangat “Meretas Batas” diharapkan terus menyalakan pergerakan seni yang berkelanjutan di Indonesia.
(*/ell; foto: ist







