Perjuangan Sartika di Warung Kopi Pangku, Kisah Nyata dari Pantura

by -

Visualindonesia.com,-

Di tengah sorotan festival film internasional dan haru penonton global, “Pangku” film debut penyutradaraan aktor ternama Reza Rahadian akhirnya merilis official trailer dan poster resmi yang menyentuh hati.

Film produksi Gambar Gerak ini tak hanya mencuri perhatian lewat narasi intim tentang perjuangan seorang ibu di masa krisis, tapi juga sukses menyabet empat penghargaan bergengsi di Busan International Film Festival (BIFF) 2025, termasuk KB Vision Audience Award dan FIPRESCI Award. Kini, publik Indonesia siap menyambutnya di bioskop mulai 6 November 2025.

Poster resmi Pangku menggambarkan keintiman yang penuh makna: Claresta Taufan duduk dipangku Fedi Nuril sambil memegang secangkir kopi, dikelilingi Christine Hakim yang membelai Shakeel Fauzi, semuanya berlatar warung kopi dengan cahaya kuning temaram khas Pantura.

Visual ini menjadi metafora kuat dari inti cerita: tradisi “kopi pangku” yang menjadi jalan bertahan hidup bagi perempuan di pesisir utara Jawa. Dalam trailer-nya, penonton diajak menyusuri perjalanan Sartika (Claresta Taufan), seorang perempuan hamil besar yang terpaksa mencari nafkah di tengah krisis moneter 1998.

Setelah ditampung Maya (Christine Hakim), Sartika bekerja di warung kopi dengan syarat tak biasa: menyajikan kopi sambil duduk di pangkuan pelanggan.

Keputusan itu bukan tanpa konflik. Seiring Bayu (Shakeel Fauzi)—anak Sartika—tumbuh dewasa, ia mulai menolak cara ibunya mencari nafkah. Di tengah pergulatan batin, muncul Hadi (Fedi Nuril), seorang sopir yang menjadi langganan setia sekaligus pemberi harapan baru.

Sementara itu, persahabatan Bayu dengan Gilang (Devano Danendra) dalam membuat layangan menjadi jendela kecil kebahagiaan di tengah kerasnya hidup. Semua adegan diiringi lagu “Rayuan Perempuan Gila” dari Nadin Amizah yang memperkuat nuansa emosional film ini.

Bagi Reza Rahadian, “Pangku”, yang juga dikenal dengan judul internasional On Your Lap, adalah surat cinta untuk sang ibu.

“Apa yang dialami Sartika adalah ia hanya mencoba bertahan hidup. Tidak ada waktu untuk mengasihani diri,” ujar Reza, yang menulis naskah bersama Felix K. Nesi setelah melakukan riset mendalam di kawasan Pantura.

Ia terinspirasi oleh ketangguhan para ibu yang mencari cara bertahan di tengah himpitan ekonomi, termasuk pengalaman pribadinya saat ibunya kehilangan pekerjaan di masa krisis 1998.

“Era itu adalah masa yang sangat memilukan,” kenangnya.

Film ini tak hanya menyentuh secara emosional, tapi juga diakui secara artistik. Asian Movie Pulse memuji “Pangku” sebagai “gambaran penuh kasih dan realistis tentang bertahan hidup”, dengan akting luar biasa dari Claresta Taufan dan chemistry intens bersama Christine Hakim.

“Claresta tampil luar biasa sebagai perempuan yang perjuangan dan harapannya saling berbenturan,” tulis media tersebut.

Sementara karakter Maya versi Christine Hakim disebut “ambiguitas yang digambarkan dengan semangat”, seorang perempuan yang tahu cara bertahan, meski harus mengorbankan harga diri.

Programmer BIFF, Park Sungho menyebut, “Pangku” sebagai “film dengan pandangan pedih tentang perjuangan intim seorang perempuan dan pegangan rapuhnya pada harapan”.

Respons penonton internasional pun hangat: banyak yang merasa cerita ini universal, menyentuh, dan relevan di berbagai belahan dunia. Dibintangi sederet nama besar seperti Lukman Sardi, Djenar Maesa Ayu, Yose Rizal Manua, hingga Reza Chandika, “Pangku” menjadi bukti bahwa sinema Indonesia mampu mengangkat isu lokal dengan resonansi global.

Diproduseri oleh Arya Ibrahim dan Gita Fara, “Pangku” siap menjadi salah satu film Indonesia paling dinantikan tahun 2025.

Dengan latar historis 1998, narasi emosional, dan akting memukau, film ini bukan hanya karya perdana Reza Rahadian sebagai sutradara, tapi juga penghormatan mendalam pada ketangguhan perempuan, ibu, dan keluarga di tengah badai kehidupan.

(*/dra; foto: ist

Leave a Reply

No More Posts Available.

No more pages to load.