Dari TIFF ke Jakarta Film Week, ‘Crocodile Tears’ Direspons Dunia dan Menang di Rumah Sendiri

by -

Visualindonesia.com,-

Kemenangan ganda di Jakarta Film Week 2025 menjadi penanda kuat kepulangan “Crocodile Tears” — film debut panjang sutradara Tumpal Tampubolon — ke tanah air setelah melanglang buana di festival internasional.

Film yang segera tayang di bioskop Indonesia ini sukses menyabet dua penghargaan bergengsi: Direction Award untuk Film Panjang Indonesia Terbaik dan Nongshim Award for Feature Film, mengukuhkan posisinya sebagai salah satu karya sinema Indonesia paling menonjol tahun ini.

Dewan Juri Jakarta Film Week memuji “Crocodile Tears” sebagai “kisah gelap yang digarap dengan penguasaan penuh dalam aspek cerita, visual, dan akting.”

Menurut mereka, Tumpal berhasil membawa penonton menyelami dunia mimpi buruk yang memikat, dipenuhi obsesi kelam dan sosok-sosok menyeramkan, sebuah pencapaian luar biasa untuk film pertamanya.

Penghargaan Nongshim, sementara itu, menyoroti peran vital produser Mandy Marahimin, yang disebut juri sebagai sosok kunci di balik keberanian film ini menantang arus utama industri.

“Film yang berbeda dan menggugah pikiran sering kali sulit mendapat dukungan. Namun berkat komitmen produser yang setia pada visi sang sutradara, ‘Crocodile Tears’ bisa terwujud,” ujar dewan juri.

Keputusan juri tak main-main. Panel penilai terdiri atas figur-figur berpengaruh di kancah perfilman global: Amanda Nell Eu (sutradara Tiger Stripes, pemenang Cannes Critics’ Week 2023), Keiko Funato (pendiri Alpha Violet, spesialis distribusi sinema independen), dan Paolo Bertolin (kurator festival internasional seperti Venice dan Cannes).

Kehadiran mereka memberi bobot internasional pada pengakuan terhadap “Crocodile Tears”, yang sejak tayang perdana di Toronto International Film Festival 2024 terus memikat penonton di Busan, London (BFI), hingga SITGES Film Festival di Spanyol.

Secara naratif, “Crocodile Tears” menggali kedalaman psikologis melalui kisah Johan (Yusuf Mahardika), pemuda yang tinggal terisolasi bersama ibunya, Mama (Marissa Anita), di sebuah Taman Buaya. Mama percaya seekor buaya putih adalah suaminya, dan ayah Johan.

Dunia terkungkung itu runtuh ketika Johan jatuh cinta pada Arumi (Zulfa Maharani), yang kemudian hamil. Kehadirannya memicu perubahan mencekam pada Mama, memicu ketegangan yang mengaburkan batas antara realitas, mitos, dan teror psikologis.

Dengan paduan realisme magis dan horor psikologis, film ini menawarkan pengalaman sinematik yang visualnya memikat namun sarat makna.

Menyambut kemenangan di Jakarta, Tumpal Tampubolon mengungkapkan rasa syukur sekaligus antusiasme.

“Kami sangat bersyukur dan senang atas kemenangan ‘Crocodile Tears’ di JFW. Rasanya sudah tidak sabar menunggu penonton Indonesia bisa segera menyaksikan film ini di bioskop,” ucap Tumpal.

Senada dengannya, produser Mandy Marahimin menambahkan, “Senang sekali bisa membawa ‘Crocodile Tears’ ke Jakarta Film Week dan memberikan kesempatan kepada teman-teman di sini untuk menontonnya. Semoga segera tayang di bioskop seluruh Indonesia.”

Diproduksi oleh Talamedia bekerja sama dengan Acrobates Films, Giraffe Pictures, Poetik Films, dan 2Pilots Filmproduction, serta didukung oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dan E-Motion Entertainment, “Crocodile Tears” bukan hanya karya pribadi Tumpal, tapi juga bukti kolaborasi sinema Indonesia yang mampu bersaing di level global.

Setelah dipuji di panggung internasional, kini saatnya penonton di rumah sendiri menyaksikan kekuatan narasi, visual, dan keberanian artistik film ini — sebuah film horor psikologis Indonesia terbaik 2025 yang layak dinantikan.

(*/dra; foto: ist

Leave a Reply

No More Posts Available.

No more pages to load.