Mengulik Film ‘Ibadah dan Cinta’, Ketika Perbedaan Budaya Jadi Ujian Cinta dan Iman

by -

Visualindonesia.com,-

Rumah produksi Sinemata Buana Kreasindo (SBK) kembali menghadirkan karya terbarunya lewat film “Ibadah dan Cinta”, sebuah drama religi romantis yang mengusung tema perbedaan budaya, keyakinan, dan perjuangan hati.

Film ini menjadi produksi keempat hasil kolaborasi SBK dan Multi Buana Kreasindo (MBK) setelah “Pengin Hijrah”, “The Bell: Panggilan untuk Mati”, dan “Ghost Soccer: Bola Mati”, film horor komedi yang sempat menggandeng Shin Tae-yong sebagai cameo.

Disutradarai oleh Jastis Arimba, “Ibadah dan Cinta” mengambil latar di Melbourne, Australia, dan berbagai kota di Indonesia.

Produser Rendy Gunawan menegaskan, beberapa lokasi di Melbourne, seperti dataran tinggi Grampians, Port Campbell, dan Twelve Apostles, dipilih bukan sekadar karena keindahannya, tetapi juga untuk memperkuat atmosfer cerita.

Achmad Megantara dan indah Permatasari

“Ada lokasi-lokasi yang belum pernah dijadikan latar film Indonesia sebelumnya. Visualnya akan memperkaya cerita kami,” jelas Rendy saat konferensi pers dan selamatan produksi di Gedung SMR Sunter, Jakarta Utara, Kamis (17/7/2025).

Film ini berkisah tentang Rico, pemuda Australia keturunan Indonesia yang berkunjung ke pesantren sahabatnya di Indonesia. Diperankan oleh Achmad Megantara, karakter Rico digambarkan sebagai sosok agnostik yang terjebak di antara pencarian jati diri dan benturan nilai-nilai agama.

Di pesantren, Rico bertemu Santun, diperankan oleh Indah Permatasari, perempuan yang memiliki pemahaman agama kuat namun terbuka. Pertemuan mereka mengalir menjadi kisah cinta, di tengah konflik pribadi masing-masing, terutama soal relasi dengan ayah mereka yang keras.

Achmad Megantara mengaku perlu riset mendalam saat memerankan Rico, terutama dalam memahami sudut pandang seorang agnostik.

“Saya cari tahu bagaimana pola pikir mereka, cara mereka memandang agama dan hidup. Jadi observasi karakter lebih ke sana,” tuturnya.

Sedangkan Indah menganggap perannya sebagai Santun membawa pengalaman spiritual tersendiri. Ia bahkan mengaku banyak belajar tentang agama dari naskah dan dialog yang harus dihafalnya.

“Ada beberapa hafalan yang bikin aku lebih paham maknanya. Ini jadi pembelajaran buat aku juga,” katanya.

Keduanya kompak menyebut bahwa mental adalah kunci dalam persiapan syuting di Melbourne, yang akan berlangsung dengan tim produksi kecil.

“Kita harus siap dengan kondisi di lapangan, jadi semua harus saling support,” ujar Indah, diamini Achmad Megantara.

Lokasi syuting di Indonesia pun tak kalah penting. Pesantren Darunnajah di Cipining, Bogor, dipilih sebagai latar utama, ditambah beberapa titik lain di Tapos, Cigombong, dan Sukabumi. Semuanya dirancang untuk mendukung kisah yang mempertemukan nilai-nilai religi dengan kisah cinta yang membumi.

Selama 12 hari workshop, para pemain dipersiapkan untuk membangun chemistry yang kuat. Rendy memastikan proses produksi rampung dalam 25 hari, dengan target rilis di awal 2026.

“Kami ingin menghadirkan film ini sebaik mungkin, dengan skenario dan dialog yang kuat, serta karakter yang hidup,” tegasnya.

Selain Indah Permatasari dan Achmad Megantara, “Ibadah dan Cinta” juga dibintangi oleh Mathias Muchus sebagai Kiai Umar, Elma Theana sebagai Nyai Umar, Jamie Aditya sebagai ayah Rico, serta Berliana Lovell dan Sita Permatasari.

Film ini diharapkan menjadi warna baru dalam jajaran film drama religi Indonesia, menghadirkan cerita yang tak hanya menyentuh tapi juga membuka ruang diskusi tentang cinta, iman, dan kehidupan.

(*/dra; foto: mm

Leave a Reply

No More Posts Available.

No more pages to load.