Jakarta,-
.. Aku dan saudara-saudaraku mencium aroma luka. Sejak Emma membangunkan kami pada pagi hari hingga gelap malam menariknya masuk ke kamar tidur, kami bisa membaca sedihnya. Itulah kali pertama hati laki-lakiku belajar tentang rasa sakit yang diperbuat kaum adam kepada hawa. Ketika kesetiaan tak berbuah kesetiaan…..
… 19 Januari 1982… Aku ingat harum tubuhnya yang telah bercampur aroma rumah sakit. Kubopong ia dari rumah sakit ketika para dokter mengatakan tak ada lagi harapan yang bisa membangunkannya. la bernapas dari selang-selang yang mencengkeram tubuhnya. Wajahnya beku, bukan dalam. la dilumpuhkan rasa sakit.
Kami memutuskan membawanya ke rumah, ke kamarnya yang bernuansa serba putih dan memiliki jendela besar menghadap sepetak taman yang sangat mungil. Tempat ia tak akan lagi merasa asing. Aroma seprai sutra dari Sengkang yang ia sukai akan kembali memeluknya. Lalu, ia juga akan menghirup lagi asap masakan yang menjalar-jalar dari dapur.
Azan sejuk yang menggema dari masjid yang bersisian dengan rumah akan membuatnya terjaga. ia akan menemukan kembali kehidupannya, ketika napas mulai menjauh darinya.
Tepat saat azan Subuh bergema, ia lunglai. Wafat. Itu adalah hari ketika air mataku jatuh tanpa bisa kuhentikan.
Aku menatapnya tak habis-habis. Ratusan orang hilir mudik mempersiapkan pemakamannya. Tapi aku berada di lorong sunyi bersamanya. Usianya 58 tahun saat itu. Aku melihat ribuan kisah di gurat wajahnya yang melembut mengikuti hening tubuhnya. Wajah itu seperti memantulkan cahaya. Melepaskan beribu-ribu pikiran yang sebelumnya berkubang dan menempanya menjadi manusia kuat.
ibuku … memelihara rasa susahnya sebagai alasan untuk terus merasa hidup.
Jusuf kau telah mati jika hidupmu tak lagi memberimu alasan untuk bersabar.
Sampai mati ibuku tak pernah berkisah tentang sedihnya. ia memiliki dunianya sendiri, tempat ia tak perlu lagi memperlihatkan tangis bagi mata orang lain. Tempat ia tak perlu lagi mengadu bagi perasaan orang lain. Tapi aku tahu ia terluka. Aku tahu ia berjuang dalam tangisan hati yang panjang untuk tetap tegak berdiri. Aku, bocah yang selalu bersamanya.
Sejak songkok haji menempel di kepala mungilku dalam usia 5 tahun aku telah mengetahui ibuku adalah alasan terbesar mengapa aku harus menjadi seorang laki-laki yang kuat. Aku ingin menjaganya. Dan, seperti itulah yang terjadi. Kujaga ibuku sampai ajal menjemputnya. Setelah bertubitubi rasa sakit menguliti hatinya.
ibuku pergi dengan segumpal pelajaran tentang nilai hidup yang kubawa sampai kini. Kau tak akan pernah kehilangan ibumu. Energinya akan ada besertamu sepanjang hidup.
Dari novel karya Alberthiene Endah dengan judul sama, Film Athirah difilmkan oleh Miles Films, terinspirasi oleh kisah nyata yang menggambarkan pergulatan seorang perempuan Bone yang ingin mempertahankan keutuhan keluarganya saat ada perempuan lain memasuki kehidupan suaminya. Di saat yang sama, anak lelaki tertuanya yang masih remaja, Ucu (diperankan oleh Chritoffer Nelwan), mengalami kesulitan memahami Athirah (Cut Mini) dan konflik yang tengah terjadi di tengah keluarganya.
Kisah Athirah yang sangat emosional ini menjadi cerita yang sangat menarik untuk diangkat ke layar lebar sebagai potret persoalan keluarga Indonesia di masa lalu yang masih banyak kita temui hari ini. “Kisah ini menjadi lebih spesial ketika Athirah adalah sosok almarhum ibunda Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia, ujar Mira Lesmana, sang Produser.
Solihin Jusuf, cucu almarhum Athirah pun terlibat sebagai Produser Eksekutif dalam produksi film ini. “Saya sangat senang Miles Films tertarik dengan kisah ini. Bagi keluarga besar kami, kisah pribadi ini justru yang telah mempererat keluarga kami. Kekuatan sebuah keluarga adalah kunci menghadapi berbagai persoalan”, jelas Solihin.
Jusuf Kalla sendiri sudah menyaksikan film ini. “Terharu sekali melihat ibu saya tergambar di layar lebar. Saya mengerti ada beberapa kejadian yang tidak sama persis dengan kejadian sesungguhnya, tapi jelas sekali dari mana inspirasinya. Yang penting roh kisah ini tepat sekali, bahkan sampai ke selera humornya,” jelas Pak JK.
Selain Cut Mini dan Christoffer Nelwan, sederet aktor aktor berbakat turut membintangi film ini. Yang sudah tidak asing lagi adalah Tika Bravani (Ida Dewasa) dan Indah Permatasari (Ida Remaja). Ada pula nama nama baru yang akan muncul untuk pertama kalinya di layar lebar yaitu Arman Dewarti (Puang Ajji) dan Nino Prabowo (Ucu Dewasa), dan masih banyak lagi.
Juang Manyala, musisi asal Makassar dipercaya untuk menjadi penata musik dalam film ini. Sedangkan Theme Song/ OST film Athirah dipercayakan pada duo musisi yang telah sangat dikenal dalam dunia musik indie Indonesia: Endah n Rhesa, bertajuk ruang bahagia.
Athirah segera tayang, mulai 29 September 2016 di seluruh bioskop Indonesia.
(mdtj; foto muller/dok