Visualindonesia, Jakarta,-
Batam menjadi salah satu kota yang sangat strategis di Indonesia. Selain berada di jalur pelayaran internasional, Batam juga memiliki jarak yang sangat dekat dan berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Batam juga dinilai mampu menandingi kedua negara tersebut sebagai bagian rantai produksi dan logistik global serta menjadi pusat ekonomi ASEAN.
Namun, permasalahan terkait dualisme kepemimpinan antara Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam memberikan dampak yang kurang baik bagi aktivitas ekonomi yang berlangsung di kota tersebut.
Persoalan dualisme yang direspon Presiden Joko Widodo bersama dengan Menteri Kordinator Bidang Perekonomian yang memutuskan untuk melebur kepemimpinan Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan Pemerintah Kota Batam dan menjadikan Wali Kota Batam sebagai ex officio BP Batam, secara tegas diminta untuk ditunda.
Komisioner Ombudsman, La Ode Ida, menegaskan hal tersebut dalam Diskusi Publik “Menakar Masa Depan Batam Pasca-Pengalihan BP Batam”, di Sari Pan Pacific, Jakarta (19/12/2018) yang dihelat Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Mengingat di tengah situasi serta kondisi yang sangat belum jelas itu, Presiden diminta tidak mengeluarkan kebijakan strategis secara tergesa – gesa.
“Sebaiknya Presiden untuk tidak membuat kebijakan-kebijakan strategis yang bersifat tergesa-gesa terkait persoalan dualisme yang disebutkan dalam tubuh BP Batam. Tidak bagus rasanya kebijakan diputuskan dalam situasi dan kondisi yang harus dikaji lebih dalam itu,” jelas La Ode Ida.
Terlebih sepanjang penelitian yang dilakukan Ombudsman RI tahun 2016, tidak ditemukan faktor dualisme yang menyebabkan penanganan serta performa BP Batam menjadi tidak lebih baik saat itu. Justru yang ditemukan adalah ketidakpuasan pihak pemerintah kota Batam dan pergantian pimpinan BP Batam yang dianggap kaku dan tidak memahami budaya yang sudah ada di BP Batam, lanjut La Ode Ida.
Otorita Batam yang digagas di era kepresidenan Soeharto, di mana BJ Habibie sebagai inisiatornya, dibentuk berdasarkan PP No.74 Tahun 1971 serta Keppres No.41 Tahun 1973. Sebagai kawasan investasi dan daerah industri terkemuka di Asia Pasifik.
Sementara di era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, BP Batam dengan Dewan Kawasannya nyaris tidak ada isu yang muncul untuk meleburkan Kepala Badan Pengelola Batam dengan Wali Kota Batam. Selain BP Batam di era tersebut di perkuat dengan UU No.53 Tahun 1999 juncto PP No.46 Tahun 2007 juncto UU No.44 Tahun 2007 juncto UU 87 Tahun 2011.
Peleburan atas persoalan dualisme BP Batam dan Pemerintah Kota Batam, sama sekali tidak bisa jadi solusi kawasan ini jadi lebih baik.
Sedangkan di era kepresidenan Joko Widodo, BP Batam terjadi revolusi ganti pengurus dari Mustofa ke Hertanto yang dirasa kaku saat itu, kemudian diganti kembali oleh Lukito, Oktober 2017 hingga kemudian adanya keinginan pemerintah di Desember 2018 ini untuk melebur BP Batam yang dikordinasikan dengan Wali Kota Batam.
Padahal menurut La Ode Ida, BP Batam sebagai lembaga yang berwatak Parastatal memiliki posisi yang setara dengan Kementerian Kelembagaan di mana sumber keuangannya dari APBN dengan jalur pengawasan politiknya oleh Komisi VI DPR RI. Jadi dapat saja BP Batam dikordinasikan dengan Wali Kota Batam namun butuh catatan khusus yang ketat serta watak yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan karena Wali Kota di bawah langsung oleh Presiden.
Bahkan kini dikesankan adanya dualisme di mana Pemerintah Kota merasa tersubordinasi oleh BP Batam, walau hal tersebut belum pernah teruji dan dikaji secara mendalam. Padahal berdasarkan kajian yang dilakukan, didapatkan manajemen BP Batam tidak dalam performnya, birokrasi yang masih konvensional belum berstruktur modern dan sebagainya. Disamping masalah sejumlah kebijakan yang belum tuntas dan tidak sinkron yang ada di sekeliling BP Batam.
Peleburan atas persoalan dualisme BP Batam dan Pemerintah Kota Batam, sama sekali tidak bisa jadi solusi kawasan ini jadi lebih baik, tidak berkorelasi sama sekali. Bahkan berpotensi besar dilanggarnya UU, tegas La Ode Ida.
(tjk/ayen; foto ih/mm