Visualindonesia, Jakarta,-
Sejumlah anggota IPPAT menggugat pelaksanaan kongres Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) VII di Makasar, Sulawesi Selatan Juli lalu. Gugatan telah dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat sesuai dengan domisili Sekretariat Pengurus Pusat IPPAT yang berada di Mediterania Gajah Mada, Taman Sari, Jakarta Barat.
“Benar, gugatan sudah didaftarkan ke PN Jakbar pada 26 September 2018,” ujar kuasa hukum penggugat Kuasa Hukum Penggugat Alvon Kurnia Palma di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/10/2018).
Materi gugatan yang dilayangkan antara lain pelanggaran AD/ART, khususnya kuorum dalam mengambil keputusan, terdapat selisih suara antara DPT dengan jumlah kertas suara, selisih jumlah suara antara caketum dengan jumlah suara MKP, adanya peserta yang menguasai suara ganda dan beredarnya surat suara di luar arena pencoblosan, penyelenggaraan kongres yang tidak manusiawi dan urgensi keterlibatan aparat keamanan/Brimob yang bersenjata lengkap.
Salah satu permasalahan krusial pada kongres IPPAT 2018 di Makasar adalah pelanggaran pada ketentuan Pasal 14 ayat (5) AD junto Pasal 17 ayat (16) ART
Menurut kuasa hukum Pengurus Pusat IPPAT, salah satu permasalahan krusial pada kongres IPPAT 2018 di Makasar adalah pelanggaran pada ketentuan Pasal 14 ayat (5) AD junto Pasal 17 ayat (16) ART. “Pasca kongres muncul fakta baru, di mana daftar pemilih tetap pada saat pembukaan kongres untuk penghitungan quorum rapat berjumlah 3.787 peserta.
“Berdasarkan hitungan suara formatur calon ketua umum 4.212 suara, dan calon MKP (Majelis Kehormatan Pusat) 3.892 suara, selisih suara 320. Perbedaan jumlah suara caketum dengan MKP yaitu 425 suara. Perbedaan jumlah suara caketum dengan MKP ada 425 yang tidak sah,” kata Alvon.
Perolehan suara masing-masing kandidat ketua umum sebagai berikut, Julius Purnawan (1.209), Hapendi Harahap (1.150), Otty Hari Chandra Ubayani (1.101) dan Firdhonal (673).
“Jika perolehan 1.209 suara disandingkan dengan DPT (daftar pemilih tetap) 3.787, faktanya belum ada kandidat yang mencapai 50% + 1 suara versi AD ART,” tegas Alvon.
Tagor Simanjuntak memaparkan arogansi dari pimpinan presidium kongres. “Di mana pimpinan presidium kongres menetapkan dan melantik Julius Purnawan sebagai ketua umum terpilih merupakan tindakan prematur dan sepihak, karena tidak meminta persetujuan peserta terlebih dahulu dan tidak melakukan kroscek terhadap ketentuan AD/ART,” kata anggota IPPAT asal Jogjakarta ini.
Mendekati berakhirnya masa jabatan ketua umum IPPAT periode 2015-2018 muncul peraturan menteri ATR/ BPN No. 2 Thn 2018. Tentang pembinaan dan pengawasan PPAT yang personilnya berasal dari lingkungan pejabat BPN dan PPAT.
Menurut Tagor, kejadian seperti ini semakin menguatkan dugaan bahwa kecurangan dalam kongres IPPAT 2018 Makasar dilakukan secara sistematif, terstruktur dan massif.
(ayen; foto mm