Visualindonesia, Jakarta,-
Fotografer senior, Aryono Huboyo Djati ‘dongkol’ ketika mendapati foto sutradara senior Indonesia Tino Saroengallo hasil jepretannya muncul di beberapa media daring.
Berita wafatnya jurnalis yang juga aktor Tino Saroengallo mendapat pemberitaan luas media-media di Indonesia. Dalam pemberitaan akan kematian Tino itulah sejumlah media daring menggunakan foto karya Aryono tanpa meminta ijin.
Pencipta lagu Burung Camar inipun akhirnya melayangkan somasi kepada 8 media daring itu atas pelanggaran hak cipta foto Tino Saroengallo hasil jepretannya. Kedelapan media itu adalah Grid.id, Tribunnews.com, Detik.com, MetroTVnews.com, MataMata.com, Poliklitik.com, KapanLagi.com, dan Merdeka.com.
Foto itu memiliki cerita tersendiri bagi dirinya. Foto itu hasil bidikan tahun 2016, atas permintaan Tino sendiri untuk buku yang tengah dipersiapkan yang rencananya akan dirilis pada Peringatan 100 Hari Tino Saroengallo.
“Saya berteman dengan dia sejak 1987. Tino meminta sendiri untuk difoto saya. Akhirnya kami ke sebuah kafe, dan terciptalah foto itu,” cerita Aryono saat ditemui di Reading Room, Kemang Timur, Jakarta Selatan, Kamis (9/8).
Pelanggaran dari kedelapan media tersebut berbeda-beda. Dari hanya penerbitan tanpa ijin, seperti yang dilakukan Detik.com, MetroTVNews.com, MataMata.com, penghilangan signature Aryono dari foto, seperti yang dilakukan Grid.id, manipulasi foto menjadi hitam-putih dengan pangkasan oleh KapanLagi.com yang kemudian diterbitkan ulang oleh Merdeka.com tanpa pengecekan, sampai menjadi gambar vector, sebagaimana yang ada di Poliklitik.com, bahkan penggantian signature Aryono dengan Grid.id di TribunNews.com.
Walau merasa jengkel karena hak ekonomi dan hak moril atas karya fotonya dicederai, Aryono tak berprasangka buruk terhadap media-media atau rekan-rekan yang bertanggungjawab di media-media tersebut.
Dia melihat kemungkinan adanya kesalahpahaman akan hak cipta kiriman-kiriman di Instagram, sehingga mengira setiap kiriman di Instagram otomatis creative common, ketidaktahuan bagaimana membedakan antara signature dengan kutipan sumber, antara fair use dengan komersial, dan belum meleknya awak media terhadap UU Hak Cipta dan penggunaan karya kreatif orang lain di media online secara umum, termasuk pengecekan legalitas penggunaan karya dari sumber penerbitan ulang.
Mempertimbangkan kemungkinan itu, selain menuntut hak moril atas karyanya dan hak ekonomi yang hasilnya akan diberikan pada keluarga Tino, Aryono memutuskan melayangkan somasi kedelapan media tersebut per tanggal 7 Agustus 2018 dan siap mengajukan gugatan secara hukum apabila teguran dan tuntutannya tak dipenuhi melalui kuasa hukum yang ditunjuknya, Paulus Irawan SH atau yang dikenal sebagai Iwan Pangka untuk membangun kesadaran bersama akan hak cipta, terutama pada awak media, karena medialah yang seharusnya menjadi penjaga pertama, bukan ancaman pertama bagi hak cipta.
(mm; foto nararya