Visual Indonesia, Jakarta,-
Sehubungan dengan tata cara dan sikap yang dilakukan oleh Panitia Festival Film Indonesia (FFI) 2017, dan demi penyelenggaraan FFI yang bersih dan sesuai peraturan dan menghindari terjadinyan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), serta adanya pertanggungjawaban pemakaian keuangan negara secara tranparan dan akuntabel, para wartawan film dan kebudayaan serta kritikus film Indonesia, melalui Siaran Pers-nya “Wartawan Film dan Kebudayaan Tidak Mempercayai dan Menolak Hasil Kerja Panitia FFI 2017” yang dirilis di Jakarta, 24 Oktober 2017 menyatakan hal-hal sebagai berikut:
Keberadaan dan pelaksanaan Festival Film Indonesia (FFI) tidak dapat dilepaskan dari peranan dan kedudukan wartawan film dan kebudayaan serta kritikus film Indonesia. Kelahiran FFI tahun 1955 dibidani oleh para wartawan seperti Djamaludin Malik, Usmar Ismail dan kawan-kawan. Begitu pula tatkala FFI sempat berhenti dan akan dihidupkan kembali, wartawan film dan kebudayaan telah merelakan pemilihan artis dan aktor terbaik yang diselenggarakan oleh para wartawan film dan kebudayaan dileburkan ke dalam FFI. Dengan demikian, FFI bukanlah milik segelintir orang. Oleh karena itu kami senantiasa memiliki kepedulian terhadap penyelenggaraan FFI, termasuk terhadap penyelenggaraan FFI 2017.
Penyelenggaraan FFI 2017 dibiayai dari uang negara, baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (Sulawesi Utara). Oleh karen itu, penyelenggaraan FFI 2017 harus dapat dipantau dan diawasi secara terbuka oleh publik, termasuk oleh kami para wartawan film dan kebudayaan serta kritikus film.
Dalam syarat film peserta FFI 2017 yang dibuat oleh panitia FFI sendiri, dan dituangkan dalam buku pedoman FFI 2017, dengan jelas disebut film peserta FFI 2017 harus sudah diputar di tempat umum berbayar. Menurut UU perfilman, setiap film yang diputar di tempat umum untuk publik harus lebih dahulu lolos sensor dan karena itu mempunyai Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) sebelum ditayangkan di depan umum. Sudah sangat terang benderang, bahwa film Posesif setelah diumumkan menjadi salah satu nomine Film Terbaik dan sepuluh unsurnya, ternyata belum pernah disensor dan belum memiliki STLS. Hal ini sudah kami konfirmasi dengan Lembaga sensor Film (LSF) dan LSF telah menegaskan kepada kami film Posesif baru disensor setelah mengumumkan nomine FFI.
Fakta ini menunjukan bahwa panitia FFI 2017 telah melakukan dua pelanggaran sekaligus: (a) melanggar UU perfilman, yaitu menayangkan film yang belum disensor untuk umum dan (b) melanggar syarat peserta FFI yang dibuat sendiri oleh panitia FFI 2017.
Kami sudah berkali-kali secara terbuka meminta agar film Posesif tidak diikutsertakan dalam FFI 2017, namun pendapat dan usulan kami bukan saja tidak digubris tetapi sebaliknya kami dipandang oleh Panitia FFI sebagai provokator dan wartawan yang tidak sehat.
Sistem penentuan nomine film dan unsur-unsurnya yang dilakukan oleh asosiasi film, selain tidak transparan, tidak memiliki pedoman yang jelas bagaimana asosiasi film menentukan pilihan dan kenyataan tidak semua asosiasi film terlibat dalam penentuan nomine, menunjukan adanya sebuah pola mekanisme sistem yang tidak transparan dan tidak berjalan dengan baik
Kami sudah berkali-kali secara terbuka meminta mekanisme sistem ini dijelaskan kepada publik dan apabila ada kekurangan untuk segera diperbaiki, tetapi tidak mendapat tanggapan yang memadai dari Panitia FFI 2017 dan mereka bersikokoh dengan pendapat sendiri bahwa film Posesif telah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan.
Panitia FFI sempat memakai Logo FFI yang merupakan hasil penciplakan dari logo sebuah festival film internasional, sehingga merupakan pelanggaran hak cipta. Kendati kemudian logo tersebut telah diperbaiki dan diganti dengan logo lain, namun hal tersebut telah menunjukan Panitia FFI sempat bekerja dengan tidak mengindahkan hak cipta milik pihak lain.
Berdasarkan hal-hal di atas dengan ini kami menegaskan hal-hal sebagai berikut:
- Sepanjang film Posesif masih diikutsertakan dalam FFI 2017, kami menyatakan Panitia FFI 2017 bekerja tidak profesional karena melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri.
- Panitia FFI 2017 tidak demokratis karena tidak bersedia membuka pintu dialog dan menolak memperbaiki segala kekurangan yang sudah terang benderang terjadi.
- Panitia FFI 2017 bekerja secara tertutup justru hal-hal yang seharusnya dapat disampaikan terbuka kepada publik.
- Kami sampai pada kesimpulan: tidak mempercayai lagi cara kerja dan sistem yang dilakukan oleh panitia FFI 2017. Maka sebagai konsukuensinya kami menolak hasil kerja panitia FFI 2017.
Kami meminta inspektorat untuk memeriksa semua pengeluaran yang dilakukan Panitia FFI dan meminta aparat hukum terkait menyelidiki dan menyidik kemungkinan adanya perbuatan pelanggaran hukum dalam pemakaian dana dari APBN dan atau ABPD serta mekanisme sistem yang dipakai oleh panitia FFI 2017.
(hs/rilis; foto mm/dim