Visual Indonesia, Jakarta,-
Kejadian luar biasa PCC di Kendari, Sulawesi Tenggara dan penahanan sejawat apoteker oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas terjadinya kejadian luar biasa tersebut.
Namun demikian KLB PCC di Kendari adalah dua hal yang berbeda dan tidak ada sangkut pautnya dengan penahanan sejawat apoteker di kota yang sama, demikian dikemukakan Ketua PP IAI, Drs. Nurul Falah Edi Pariang, Apt (25/9) di Sekretariat IAI Pusat.
Sekaligus PP IAI juga menyampaikan apresiasi atas kerja keras dan profesionalisme Kepolisian RI yang telah menemukan dan membongkar produsen besar dan jaringan distribusi PCC di berbagai kota di Indonesia, baik di Makasar, Bintan, Cimahi, Purwokerto, maupun di Surabaya. Dan atas terkuaknya kasus Tramadol.
Penyalahgunaan tablet PCC (Paracetamol-Caffein-Carisoprodol) yang dilakukan oleh anak-anak dan mengakibatkan jatuhnya korban sebanyak 76 anak dan 1 di antaranya meninggal dunia. Tidak ada kaitan dengan penahanan sejawat apoteker di Kendari. Karena mereka mendapatkan tablet tersebut dari lingkungan dan bukan dari apotek.
Lebih lanjut, Ketua PP IAI, Drs. Nurul Falah Edi Pariang, Apt, yang telah berada di Kendari sejak Senin (17/9) dan langsung bertemu dengan sejumlah Pengurus Cabang IAI Kendari dan Pengurus Daerah IAI Sulawesi Tenggara. Keesokan harinya berkoordinasi dengan Kepala Balai POM Kendari dan juga bertemu dengan Direktur Narkoba Polres Kendari.
Dari serangkaian pertemuan tersebut, ditemukan sejumlah fakta yang berbeda dari informasi yang diterima sebelumnya. Penahanan sejawat apoteker di Kendari, semata dengan tuduhan menjual tablet Tramadol tanpa resep dokter. Polres Kendari, telah cukup lama mencurigai apotek tersebut mengedarkan tramadol tanpa resep dokter.
Tramadol merupakan obat keras daftar G yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter. Analgesik ini apabila dikonsumsi sesuai aturan maka tidak menimbulkan efek negatif bagi para pemakainya, namun penyalahgunaan dilakukan dengan meminum tramadol lebih dari dosis, yang kemudian menyebabkan ketergantungan dan menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki.
Seperti diketahui dalam laporan investigasi, pada saat kejadian, polisi berpakaian preman menanyakan apakah apotek dimaksud menjual Somadril, yang dijawab tidak oleh petugas apotek. Polisi kemudian menanyakan apakah menyediakan Tramadol, lalu dijawab ada namun harus dengan resep dokter. Polisi kemudian meminta untuk melihat tramadol yang dijual di apotek tersebut. Petugas apotek lalu menyerahkan tablet Tramadol dalam bungkus plastik berisi 10 kapsul dan diketahui bahwa Tramadol tersebut merupakan produk ilegal bukan Tramadol reguler (legal). Pada saat itu, begitu polisi menerima tramadol ilegal dalam bungkus plastik langsung melakukan penahanan, karena memang tramadol yang sudah di repacking inilah yang dicari polisi, urai Nurul Falah.
Tramadol tersebut adalah produksi Promed yang telah ditarik dari peredaran karena deviasi kandungan yang sangat tinggi, sehingga saat ini merupakan obat ilegal. Pengadaan nya pun tidak melalui jalur resmi. Oleh apotek, tramadol Promed ini kemudian di repacking 10 kapsul dalam tiap plastik klip. Ketika diinterogasi Polisi, apoteker penanggungjawab apotek tersebut mengakui kesalahannya. Yang bersangkutan juga mengaku tidak mendapat tekanan dari PSA dan memiliki kewenangan besar dalam pengadaan barang.
Meskipun begitu, organisasi telah melakukan pendampingan hukum sejawat apoteker tersebut menghadapi kasus ini. PP IAI akan mengutus Faiq Bahwen, seorang pakar hukum kesehatan dan Kombes Mufti Jufnir, Kepala Badan Advokasi PP IAI untuk memberikan konsultasi kepada pengacara yang mendampingi sejawat tersebut.
“Dalam kesempatan ini, ingin kembali saya tekankan, bahwa apotek adalah tempat resmi praktik apoteker yang dilindungi oleh UU, baik itu UU No 36/th 2009 ttg Kesehatan, PP No 51 tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian maupun Permenkes No 73 Tahun 2016 ttg standar pelayanan kefarmasian di Apotik,” jelas Nurul Falah.
Oleh karena itu, Ketua Umum PP IAI tersebut mengajak seluruh jajaran apoteker di Indonesia, untuk melakukan praktek bertanggungjawab sesuai peraturan yang berlaku.
(tjo; foto mm