Visual Indonesia, Jakarta,-
Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar, akan menjadi pelabuhan terakhir seorang datuk atau raja yang membawahi 124 kaum-nya. Begitulah akhir perjalanan panjang Pahlawan Nasional Tan Malaka dari Kediri ke Nagari Pandam Gadang.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyampaikan apresiasi atas rencana positif tersebut saat menerima delegasi panitia pemakaman yang diantar Anggota DPR RI Khatibul Umam Wiranu, sekaligus sebagai Direktur Eksekutif Tan Malaka Institute.
Prosesi tersebut direncanakan akan dilakukan 21 Februari nanti, setelah mendapat persetujuan dari Kemensos dan Kemenhan. Selama 48 tahun makam Tan Malaka tak diketahui. Sampai akhirnya sejarawan Belanda Harry A Poeze menemukannya di TPU Selopanggung, Kediri. Tes DNA atas jasad Tan Malaka sudah dilakukan dan terbukti Tan Malaka dimakamkan di Kediri, yang di pusaranya tertulis Ibrahim Datuk Tan Malaka.
Tan Malaka akan dimakamkan kembali di kampung halamannya di Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar. Tan Malaka sangat dihormati, lantaran ia seorang Datuk atau Raja yang membawahi 124 kaum. Dalam tradisi Minang, seorang datuk biasanya pandai bersilat dan hafal Al Quran.
Menurut Fadli, Tan Malaka juga dikenal sebagai filosof muslim. Peninggalan Tan Malaka cukup banyak, tidak saja buku-buku karyanya, tapi juga benda bersejarah. Sebagian ada di Indonesia dan sebagian lainnya tercecer di berbagai negara yang pernah disinggahinya.
Harry Poeze identik dengan sosok Tan Malaka. Dialah sejarawan Belanda yang paling menguasai kisah hidup aktivis politik revolusioner dalam sejarah Indonesia itu.
Perjumpaan Harry dengan Tan Malaka bermula saat menjadi mahasiswa jurusan ilmu politik di Universiteit van Amsterdam. Ketika mengikuti kuliah sejarah Indonesia dari Profesor Wim Wertheim, sosiolog dan ahli Indonesia yang sangat terkenal, membuatnya tertarik untuk membaca buku Kemunculan Komunisme Indonesia karya Ruth T. McVey. Mulai saat itulah Harry menekuni sosok Tan Malaka untuk skripsi sarjananya dan berhasil diselesaikan pada 1972.
Selesai menulis skripsi, Harry tak berhenti mencari tahu siapa Tan Malaka. Dia melanjutkan lagi penelusuran riwayat hidup Tan Malaka untuk disertasi doktornya di universitas yang sama. Pencarian tentang siapa Tan Malaka membawanya berkeliling ke banyak negeri, mulai Jerman, Prancis, Inggris, Amerika Serikat, Rusia, Filipina sampai Indonesia. Kunjungan Harry untuk meneliti Tan Malaka ke Indonesia baru dilakukan pada 1980.
Tan memang seorang aktivis politik dengan rekam jejak internasional. Pekerjaannya sebagai perwakilan Komintern untuk Asia (Organisasi komunisme internasional) mengharuskannya berkeliling ke berbagai negeri, membantu mengorganisasi perlawanan rakyat terhadap imperialisme dan kolonialisme.
Kekaguman dan keseriusannya menekuni riwayat hidup Tan Malaka mendorong Harry untuk memecahkan misteri kematian tokoh berjuluk Bapak Republik itu. Jerih payahnya berbuah manis. Pada 2007, dia berhasil menemukan lokasi yang diperkirakan jadi kuburan Tan Malaka. Sekaligus mengungkap kisah hari-hari terakhir Tan Malaka sebelum dia dieksekusi mati.
Didorong rasa ingin tahu yang tinggi, Harry pun bergerak menemui berbagai pihak agar jenazah Tan Malaka yang dikubur di Selopanggung, Kediri itu digali untuk dites DNA. Sejak 2009 upaya untuk mengindentifikasi DNA Tan Malaka telah dilakukan oleh tim dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hasilnya memang tak sempurna karena kondisi jasad yang sudah terlalu rusak. Namun berbagai petunjuk yang memperkuat dugaan bahwa pria yang terkubur di sana adalah jasad Tan Malaka cukup jelas.
Kini, Ku Antar Kembali Pulang, Datuk, Dari Kediri ke Nagari Pandam Gadang.
(tjo; foto: ist