Terkait rencana pembatasan film impor agar film nasional bisa bersaing agar mendapatkan jumlah penonton. Badan Ekonomi Kreatif (Barekraf), dibawah kepemimpinannya siap memberikan dukungan berupa suntikan modal.
“Barekraf sedang melakukan berbagai kajian untuk memberikan permodalan dan kemudahan bagi industri film nasional untuk menghasilkan karya-karya bermutu. Antara lain meliputi kemungkinan pemberian modal kepada produser film, keringanan pajak, atau pemberian insentif kepada seseorang yang memiliki usaha lain namun memberi modal kepada film,” katanya.
Bantuan permodalan itu penting demi menghasilkan film berkualitas. Karena memang diakui bahwa untuk menghasilkan film dengan kualitas nomor satu diperlukan biaya yang luar biasa. Bahkan untuk melakukan riset dan story development, insan film memerlukan dukungan dana yang tidak kecil.
Seperti di Prancis, lanjut Triawan, negara tersebut pemerintahnya membiayai para penulis film untuk menulis naskah sebagus mungkin. Selain itu, pemerintah juga membiayai produser untuk memproduksi film berkualitas berdasarkan naskah yang juga berkualitas tersebut. Dengan demikian, film tersebut jelas untung, karena sudah melalui riset yang matang. Maka jika produser sudah untung, barulah mereka mengembalikan bantuan pembiayaan tersebut.
Barekraf juga mengingatkan agar industri perfilman tanah air tidak perlu takut akan kehadiran film impor di Indonesia, karena kehadiran film-film tersebut justru bisa memicu peningkatan daya saing dan kualitas film nasional.
“Insan film harus melihat persaingan secara positif, karena pada dasarnya persaingan itu baik. Saya tidak setuju pembatasan (film impor). Kita jangan memproteksi. Tidak perlu ditakuti, karena justru akan membesarkan pasar,” kata Triawan.
Presiden Joko Widodo telah melantik Triawan Munaf sebagai Kepala Badan Ekonomi Kreatif, di Istana Negara, Jakarta.Triawan, ayah dari penyanyi Sherina Munaf adalah musisi era 1970-an, sekaligus praktisi periklanan.
Dalam kacamata Triawan, penyebab rendahnya jumlah penonton film nasional, memang bukan karena kehadiran film impor. Pemicunya adalah, karena masih banyak film nasional yang kurang bermutu dan jumlah layar yang masih sangat terbatas. Itulah sebabnya, peningkatan kualitas menjadi sangat penting. Karena jika tidak, maka yang rugi adalah perfilman nasional itu sendiri. Mengapa? “Karena penonton akan kapok setelah menonton film Indonesia yang kurang bermutu,” tuturnya.
Sementara itu, mengenai jumlah layar, Indonesia membutuhkan layar bioskop yang lebih banyak. Jika Perancis yang populasi penduduknya 60 juta, memiliki 5 ribu layar. Maka, seharusnya Indonesia dengan populasi 250 juta, memiliki 20 ribu layar.
“Tetapi okelah lima ribu layar saja, setidaknya itu yang kita perlukan untuk meningkatkan jumlah penonton,” pungkasnya. (mdtj)