Jakarta,-
Forum Wartawan Hiburan (Forwan) Indonesia mencoba menginisiasi sebuah peringatan yang selama ini belum ada yakni Hari Televisi Indonesia (31/8/2016). Meski pemerintah disisi lain tengah merencanakan 1 April menjadi Hari Penyiaran yang diusulkan sejak tahun 2010.
Seperti diketahui TV telah menjadi industri penyiaran besar saat ini. TV pun menjelma ibarat sebuah etalase, sehingga TV kerap dituding hanya mengejar peringat, tapi jarang mengenai manfaat. Oleh karenanya TV diharapkan tidak saja mengejar peringkat namun juga bermanfaat, sekaligus berharkat serta bermartabat.
Industri TV adalah industri yang besar. 15 tahun ke depan masih tinggi atas industri penyiaran ini. Perkembangan teknologi digital di dunia penyiaran berkembang secara massive. Seiring dengan hal itu kultur menyaksikan konten televisi pun berubah.
Terkait persoalan peringkat dan manfaat dari TV, menurut Zoel Lubis, wartawan hiburan senior, menegaskan bahwa sekarang masyarakat kita sudah cerdas memilahnya. Sepanjang masyarakat masih menerima konten-konten yang dihadirkan TV, maka dapat diartikan TV masih bermanfaat. Namun tayangan TV yang memberi manfaat itu harus memiliki nilai edukasinya. Jadi TV tidak saja bermanfaat bagi pengelola di dalamnya, tapi juga masyarakatnya.
Menurut Endah Hari Utari atau biasa disapa Uut (Direktur Program dan Produksi MNCTV), bahwa pihaknya telah melihat perkembangan media untuk sepuluh tahun ke depan, prediksi kepemirsaannya masih tinggi. Ini tentunya sangat mempengaruhi konten dari pada program-program televisi yang akan dibuat oleh masing-masing stasiun televisi.
Sementara Katrina, mewakili AC Nielsen menegaskan bahwa Hari Televisi Indonesia yang dicanangkan Forwan Indonesia pasti akan berlahan lama. Karena TV sampai sekarang sebagai industri penyiaran masih mempunyai jangkauan yang tinggi. Industri TV masih sangat seksi dari sisi ekonominya dan tidak mungkin ditinggalkan iklan. Bahkan trendnya terus ada kenaikan sehingga optmisme industri televisi Indonesia masih tinggi ekspektasinya. Dan konsumsi iklan televisi cenderung mengikuti kontennya dan bukan platfotmnya.
Sedangkan Ningsih Sumitro (Roy Morgan Research), selaku lembaga research pun menambahkan bahwa research yang dilakukannya hanya memfokuskan trend penonton terhadap sebuah konten program televisi yang ditayangkan saja. Sekaligus memberi panduan bagi pemasang iklan yang pas dengan konten program acaranya.
Oleh karenanya Alex Kumara, salah satu tokoh industri televisi Indonesia, melihatnya sebagai sebuah challange bagi perkembangan industri penyiaran televisi Indonesia yang tidak saja televisi harus tetap membutuhkan peringkat namun juga lebih mempunyai manfaat bagi masyarakat.
Persoalannya, lanjut Alex Kumara, dengan perkembangan industri penyiaran televisi yang begitu pesatnya apakah para produser TV masih bisa kreatif dimana setiap kota hampir rata-rata memiliki 18 stasiun televisi?
Namun Wishnutama (Direktur Utama Net Tv), menjamin tidak ada acara yang terinspirasi acara lain. Jadi salah bila menganggap kalau sekarang TV programnya seragam. Justru konten Program TV sudah sangat bervariasi. Bayangkan satu minggu ada 300 program yang programmnya tidak seragam. Oleh karenanya stasiun televisi punya program acara sendiri yakni hanya program drama dan 15 persen sisanya diproduksi oleh Production House.
(Disarikan dari Dialog Interaktif “Televisi Indonesia Menjangkau Peringkat dan Manfaat”, Gedung Film, Jakarta, 31 Agustus 2016; tjuk/foto Muller