Jakarta,-
Christine Hakim Bintangi film “Silet Di Belantara Digoel Papua” Siapa yang tidak mengenal Christine Hakim? Aktris senior Indonesia ini sudah berkali-kali bermain di film dengan berbagai macam genre. Kepiawaiannya mengolah peran juga tidak saja dikagumi di Indonesia, tetapi juga hingga ke mancanegara.
Tak heran karena reputasinya itu, Christine Hakim lebih berhati-hati menerima peran dalam film. Baginya, dalam membintangi sebuah film yang terpenting adalah ceritanya. Jalan cerita menjadi pertimbangan utama bagi Christine Hakim sebelum memutuskan untuk menerima sebuah peran dalam film atau tidak.
Kualitas cerita dan logika bertutur sebuah cerita menjadi hal utama yang dinilai oleh pemenang tujuh Piala Citra FFI ini. Dan rupanya film “Silet di Belantara Digoel Papua” ini menarik perhatian aktris kelahiran Jambi ini untuk ikut terlibat.
Christine merasa langsung cocok dengan cerita yang diangkat dalam proyek film barunya ini.
“Biasanya saya ada banyak pertanyaan dan pertimbangan. Bisa dibilang selektif lah. Tapi saya juga heran kalau film ini kok tidak (selektif),” ujarnya ketika menggelar jumpa pers di kediamannya, Cibubur, Jakarta Timur, beberapa pekan lalu.
“Silet di Belantara Digoel Papua” mengangkat kisah nyata dokter yang menantang maut melakukan operasi sesar dengan silet di belantara Digoel Papua sekitar tahun 1990-an.
“Ini tema yang nggak mungkin saya bisa tolak. Apalagi visi, misi, dan semangatnya sejalan,” lanjutnya. Selain karena kisahnya yang menarik, Christine juga ingin mengenalkan potensi besar Papua di dunia perfilman kepada masyarakat.
“Ini bisa dibilang film pertama produksi asli Papua. Saya ingin bersilaturahmi dengan saudara kita di Papua. Kita pasti mencintai pulau yang luar biasa itu dan kita ingin tunjukkan kalau Papua memiliki potensi yang sangat besar dari segala lini, termasuk perfilman,” puji aktris langganan Piala Citra itu.
Bakat seni masyarakat Papua disadari betul oleh Christine Hakim. Artis berusia 59 tahun ini yakin banyak potensi yang bisa digali dari tanah Mutiara Hitam tersebut. Karena itu, Christine Hakim bermimpi untuk menggali bakat-bakat seni yang ada di Papua.
“Saya sudah lama bermimpi ingin bikin sekolah seni di Papua. Saya lihat orang Papua punya sense of art yang luar biasa. Mulai dari tarian, lukisan dan lainnya,” kata Christine Hakim beberapa waktu yang lalu. Selama ini ia memang ingin mengenalkan pulau di timur Indonesia itu kepada masyarakat.
“Saya kira semua yang sudah pernah ke Papua pasti sangat mencintai pulau yang luar biasa ini, keindahannya, kekayaannya, budayanya, masyarakatnya. Jadi, saya sendiri selalu mencari-cari sebetulnya kesempatan kapan, ya, saya bisa kembali ke Papua lagi,” katanya.
Impian besar itu dianggap Christine tak berlebihan. Apalagi menurutnya, dunia perfilman Indonesia seperti hanya terpusat di Ibu Kota Jakarta. Artis langganan Piala Citra ini pun mulai mencari cara untuk bisa mewujudkan keinginan tersebut. Film ini merupakan produksi PT. Foromoko Matoa Indah Film dengan arahan FX Purnomo, penerima Lifetime Achievement SCTV Awards 2002.
Sutradara FX Purnomo membeberkan tantangan yang akan dihadapi dalam proses syutingnya, yaitu kondisi alam Papua yang cukup susah untuk dijangkau.
‘Tim produksi ‘Silet di Belantara Digoel Papua’ akan melakukan perjalanan dari kabupaten Merauke ke kabupaten Boven Digoel yang ditempuh dengan perjalanan darat selama 10 jam. Lokasi syutingnya menggunakan set artistik yang sesuai dengan tempat kejadian di tahun 90-an, yaitu puskesmas yang dulu digunakan untuk operasi sesar menggunakan silet,” ucap sutradara yang akrab dipanggil Ipong ini.
Dalam film produksi PT. Foromoko Matoa Indah Film ini, Christine berperan sebagai ibu seorang dokter yang terus mendampingi, memberi nasihat dan mendoakan anaknya dalam menjalankan tugas. Di film ini, Christine tidak hanya berakting, tapi juga siap terlibat sebagai *duta film Silet di Belantara Digoel Papua.
Selain keindahan alam Papua dan kekayaan budaya masyarakatnya, Christine juga melihat kesempatan yang terbuka untuk menggelar sebuah festival film di sana. Di mata pemeran Cempaka dalam Pendekar Tongkat Emas ini, kesempatan itu bisa diwujudkan dengan memfokuskan pada ranah film dokumenter.
“Bikinlah festival film dokumenter di Papua yang sifatnya internasional. Pasti saya yakin banyak sekali peminatnya. Karena Papua itu seperti anak perawan yang seksi gitu kan, yang pasti menarik banyak perhatian, gitu kan,” katanya. Sebelum proyek film ini, kisah Silet di Belantara Digoel Papua sendiri pernah digarap dalam format FTV dan meraih penghargaan Piala Maya 2015 kategori Film Daerah Terpilih.
Selain dibintangi oleh Christine Hakim, film ini juga didukung oleh Joshua Matulessy atau dikenal sebagai JFlow, seorang rapper, produser, TV host sekaligus penulis. JFlow sebagai pemeran utama pria, akan berperan sebagai dokter John. Selain itu juga didukung artis-artis asal Papua, seperti Edo Kondologit, Lala Suwages, Ira Rachmadiani Dimara, Ellen Aragay, serta Yudi Datau sebagai DOP (Director of Photography).
“Kami sengaja ingin memberdayakan artis-artis dan crew lokal Papua. Makanya kami tidak membawa artis dan crew banyak-banyak dari Jakarta. Selama ini kalau ada PH yang syuting di Papua, mereka membawa artis dan crew dari Jakarta, dan kurang memberi kesempatan artis maupun crew lokal” kata Toto Soegriwo selaku Creatif Director PT. Foromoko Matoa Indah Film saat ditemui, di Jakarta.
“Film ini merupakan film layar lebar pertama yang diproduksi oleh PH Papua” tambah Toto, yang pada bulan September 2014 lalu bersama teman-temannya di KPSSI (Komunitas Penulis Skenario dan Sutradara Indonesia) pernah menggelar Workshop Perfilman di Jayapura sekaligus mendeklarasikan “Hari Kebangkitan Perfilman Di Tanah Papua”.
Film “Silet di Belantara Digoel Papua” memulai proses syutingnya pada tanggal 20 Mei 2016, dengan mengambil lokasi di Jayapura dan Kabupaten Boven Digoel, Papua.
(Hardo Sukoyo; foto ist