Jakarta,-
Masih minimnya kesadaran bangsa ini untuk mengarsipkan serta melakukan pendataan terhadap warisan budaya berkesenian di bidang tarik suara, mendorong Badan Ekonomi Kreatif (BeKraf) menggandeng Yayasan Irama Nusantara yang didukung berbagai musisi, penyanyi, para kolektor, label musik, komunitas musik, hingga stasiun-stadiun radio di seluruh Indonesia, dalam Program Kerjasama Pengarsipan dan Pendataan Hasil Industri Rekaman Indonesia, jelas Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triawan Munaf (1/6), di Rolling Stones Cafe, Kemang, Jakarta.
Upaya dokumentasi modern arsip musik populer Indonesia ini (baik audio, visual dan teks), dengan mudah dinikmati melalui situs iramanusantara.org. Oleh karenanya publik yang ingin mengenal kekayaan musik populer Indonesia, diharapkan dapat mengakses koleksi rilisan rekaman dari era 1920an hingga 1980an, tambah Dian Onno.
Saat ini iramanusantara.org telah memiliki 1.000 rilisan musik Indonesia di era 1950an hingga 1980an. Dan program pengarsipan musik Indonesia bersama Bekraf diharapkan menambah arsip rilisan hingga 1.500 rilisan dari era 1920an sampai 1950an. Sekaligus di tahun ini pula bersama Bekraf menjajaki Program Gerakan 78, lanjut David Tarigan.
Program Gerakan 78, merupakan upaya pengarsipan dan pendataan materi piringan hitam (berukuran lebih kecil, 78 RPM) berbahan Shellac (rentan dan mudah rusak), yang banyak dimiliki stasiun siaran radio, seperti Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPPRI) di seluruh Indonesia. Karena faktanya arsip fisik ini merupakan rekaman musik populer Indonesia paling tua yang bersal dari era 1920an hingga 1950an, tambah David lagi.
Upaya pengarsipan dan pendataan hasil industri rekaman Indonesia, sesungguhnya mengungkap kekayaan Indonesia dengan ragam warna musiknya yang khas dan berbeda, lantaran keragaman budaya serta perjalanan sejarah yang mempengaruhi penciptaannya. Dan situs iramanusantara.org menjadi wujud kecintaan dan dedikasi terhadap musik populer Indonesia.
(mdtj; foto muller