Visualindonesia.com,-
Begitu pintu kayu biru muda dibuka, aroma kopi langsung nyerang indra penciuman. Selamat datang di Kopi Bah Sipit Cap Kacamata, kedai legendaris di Jalan Empang, Bogor, yang udah eksis sejak 1925, yes, hampir seabad, guys!
Yang bikin menarik, ini kedai kopi milik keluarga Tionghoa yang berdiri di kawasan mayoritas Arab. Plot twist-nya? Justru di sinilah harmoni terjadi. Bukan drakor, tapi kisah nyata tentang secangkir kopi yang jadi jembatan toleransi.
Nancy Wahyuni (46), generasi ketiga yang pegang kendali bisnis ini, masih inget banget cerita kakeknya, Yoe Hong Keng, yang mulai meracik kopi di tahun 1925.
“Warga sekitar manggil kakek saya Bah Sipit, dan nama itu langsung nempel jadi brand kopi kami,” ujar Nancy sambil senyum lebar.

Lucu juga sih, nama yang awalnya cuma panggilan akrab malah jadi identitas bisnis yang bertahan hampir satu abad. Talk about branding yang organik.
Rahasia bertahan? Simple bray, jaga kualitas kayak jaga mantan (eeh), maksudnya lebih serius dari itu, he-he-he.
“Kopi kami 100 persen murni, nggak pakai campuran jagung, beras, atau bahan abal-abal lainnya. Biji kopi langsung dari petani lokal biar rasanya tetep otentik,” tegas Nancy.
Tapi bukan berarti mereka kolot, ya. Kalau dulu cuma jual robusta, sekarang udah ada arabika juga untuk memenuhi selera pelanggan yang semakin beragam. Adaptasi adalah kunci, tapi jangan pernah mengorbankan kualitas, itulah mottonya.
“Permintaan makin variatif, jadi kami harus adaptasi. Tapi prinsipnya sama: kualitas nomor satu,” ujar Nancy.

Inovasi lain yang bikin kedai ini makin kece? Sekarang udah ada kopi siap minum dan area duduk buat nongkrong.
“Anak muda sekarang maunya praktis, duduk santai sambil ngopi. Ya kami sediain,” kata Nancy sambil ketawa.
Bahkan mereka udah go digital lewat e-commerce, jadi pecinta kopi dari Sabang sampai Merauke bisa ikutan nyicip. Produksi hariannya tembus 50 kilogram, cukup gokil buat kedai tradisional yang tetep pertahanin vibes vintage dengan lemari kayu tua dan etalase kaca klasiknya.
Yang bikin pengunjung betah bukan cuma kopinya yang mantul, tapi juga atmosfer nostalgia yang susah lo dapetin di kafe-kafe hits zaman now.
“Banyak yang bilang, datang ke sini tuh kayak pulang ke rumah nenek,” ujar Nancy bangga.
Emang sih, di tengah gempuran kafe instagramable dengan interior minimalis, kedai jadul kayak gini jadi oasis buat yang kangen kehangatan tempo dulu. Plus, cerita di balik bisnisnya yang kuat, bikin lo ngerasa lagi minum bukan cuma kopi, tapi juga sejarah.
Hampir seabad eksis di Kota Hujan, Kopi Bah Sipit bukan cuma jualan kopi, ini tentang bagaimana perbedaan etnis bisa diseduh jadi secangkir kehangatan. Keluarga Tionghoa yang diterima hangat sama komunitas Arab, berkembang bareng, dan saling support hampir 100 tahun.
Ini bukan film fiksi, ini bukti nyata kalau toleransi yang dijaga dengan tulus bisa bikin bisnis awet dan hubungan sosial tetep adem ayem.
Jadi next time kalau ke Bogor, mampir dong, bukan cuma buat ngopi, tapi juga buat ngerasain secangkir harmoni yang udah jarang banget di zaman sekarang.
(*/dee; foto: dsp





