Bitcoin Terjun Bebas ke $99.000, Gejolak Geopolitik AS-Iran Guncang Pasar Kripto Global

by -

Visualindonesia.com,-

Pasar cryptocurrency global mengalami guncangan hebat setelah harga Bitcoin menembus level psikologis $99.000, mencatat penurunan terburuk sejak Mei 2025. Koreksi tajam ini dipicu meningkatnya ketegangan geopolitik menyusul serangan udara Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir utama Iran.

Gelombang penjualan massal melanda seluruh ekosistem aset digital, dengan Ethereum sebagai mata uang kripto terbesar kedua mencatat penurunan lebih dari 10% sebelum berhasil pulih sebagian. Altcoin populer seperti Solana, XRP, dan Dogecoin juga tidak luput dari tekanan jual, masing-masing anjlok lebih dari 7%, 8%, dan 9%.

Data dari platform analitik CoinGlass menunjukkan gambaran yang mencengangkan, lebih dari $1 miliar posisi trading cryptocurrency terlikuidasi dalam 24 jam terakhir. Sebagian besar kerugian berasal dari posisi long yang terlalu agresif, menandakan rapuhnya kondisi pasar saat isu geopolitik memanas.

“Pelemahan harga Bitcoin kali ini bukan murni faktor teknikal, melainkan respons terhadap sentimen risiko makro yang menguat,” ungkap Antony Kusuma, Vice President INDODAX, bursa cryptocurrency terkemuka Indonesia.

Antony Kusuma, Vice President INDODAX

Menurutnya, pasar kripto saat ini sangat sensitif terhadap perkembangan geopolitik yang menimbulkan ketidakpastian.

“Meski Bitcoin kerap dipandang sebagai hedge terhadap inflasi, faktanya masih dianggap aset berisiko tinggi oleh kalangan investor institusional,” jelasnya.

Sinyal peringatan sebenarnya sudah muncul sejak minggu lalu ketika spekulasi serangan AS mulai beredar. Hal ini tercermin dari menurunnya arus masuk dana ke ETF spot Bitcoin secara drastis menjelang akhir pekan.

Data menunjukkan kontras yang mencolok, arus masuk ETF spot Bitcoin dari Senin hingga Rabu pekan lalu mencapai lebih dari $1 miliar. Namun pada Kamis tidak ada pergerakan net, dan Jumat hanya tercatat $6,4 juta. Kelesuan ini mencerminkan sikap wait-and-see pelaku institusi terhadap kebijakan strategis pemerintahan AS.

Dampak geopolitik tidak berhenti di pasar kripto. JPMorgan memproyeksikan harga minyak dunia bisa meroket hingga $130 per barel jika Iran menutup jalur strategis Selat Hormuz. Skenario ini berpotensi mendorong inflasi AS mendekati 5%, yang akan mengubah arah kebijakan suku bunga Federal Reserve.

Kekhawatiran inflasi memicu eksodus besar-besaran investor dari aset berisiko tinggi seperti cryptocurrency menuju instrumen safe haven, menciptakan tekanan jual berkelanjutan di pasar digital asset.

Namun, Antony melihat koreksi ini sebagai bagian natural dari siklus cryptocurrency.

“Bagi investor berpengalaman, volatilitas seperti ini justru membuka kesempatan masuk pada valuasi yang lebih menarik,” katanya.

Sejak halving Bitcoin April 2024, pasar masih berada dalam tren siklus bullish yang secara historis berlangsung 12-18 bulan pasca-halving.

“Fondasi fundamental Bitcoin tetap solid dengan supply yang terbatas dan adopsi institusional yang terus meningkat,” tambah Antony.

INDODAX sebagai platform perdagangan cryptocurrency terdepan di Indonesia terus berkomitmen mendukung edukasi dan transparansi bagi pengguna.

“Kami juga terus berkolaborasi dengan regulator memastikan transaksi aset kripto di Indonesia berlangsung aman, legal, dan terawasi,” tutup Antony.

Sejarah mencatat Bitcoin telah berkali-kali bangkit dari koreksi signifikan. Investor jangka panjang yang memahami nilai intrinsik teknologi blockchain dan kelangkaan supply Bitcoin diprediksi akan bertahan dalam kondisi volatil seperti saat ini.

Dengan dinamika geopolitik yang terus berkembang dan potensi perubahan kebijakan suku bunga AS, para investor disarankan tetap waspada namun tidak panik. Meskipun Bitcoin sempat jebol level $99.000, peluang recovery tetap terbuka lebar untuk mereka yang memiliki strategi jangka panjang.

(*/den; foto: ist

Leave a Reply

No More Posts Available.

No more pages to load.