Visualindonesia.com,-
Geopark Kaldera Toba kembali menjadi sorotan internasional setelah UNESCO mengeluarkan yellow card sebagai peringatan atas pengelolaannya. Peringatan ini menjadi panggilan untuk berbenah, bukan hanya bagi pengelola, tetapi juga seluruh pemangku kepentingan pariwisata Indonesia.
Dalam sebuah diskusi yang digelar di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Dr. Azizul Kholis selaku GM Badan Pengelola Kaldera Toba UNESCO Global Geopark, memaparkan kronologi pemberian kartu kuning tersebut.
Dr. Azizul mengungkapkan bahwa waktu dua bulan ke depan akan menjadi krusial, karena pada 15 Juli 2025, UNESCO akan kembali melakukan penilaian.
“Kami yakin bisa mengembalikan status ke green card dengan kolaborasi dari pusat hingga daerah. Gubernur Sumatera Utara pun telah memberikan atensi tinggi,” ujar Azizul optimistis.

Seperti diketahui, dalam sidang tahunan UNESCO Global Geopark di Maroko, September 2023 lalu, Kaldera Toba termasuk dalam lima taman bumi dunia yang mendapat peringatan.
Ini berarti pengelolaan kawasan belum sepenuhnya memenuhi standar internasional, seperti interpretasi warisan geologi, pemanfaatan warisan budaya, hingga kolaborasi jejaring dan edukasi masyarakat.
Deputi Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Hariyanto menegaskan bahwa kementeriannya telah menyusun sejumlah langkah konkret demi membenahi pengelolaan Geopark Kaldera Toba sebagai destinasi wisata berkelanjutan.
Salah satunya adalah pemasangan panel interpretasi di berbagai geosite, agar pengunjung lebih memahami nilai geologi dan budaya kawasan Danau Toba.
Langkah lain yang tak kalah penting adalah pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 56,6 miliar pada 2024.

Dana ini dialokasikan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan kegiatan nonfisik di delapan kabupaten sekitar Danau Toba: Dairi, Karo, Simalungun, Tapanuli Utara, Toba, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, dan Samosir.
“Revitalisasi lokasi seperti Monkey Forest Sibaganding dan Geosite Pulau Sibandang juga menjadi bagian penting dari upaya ini,” tambah Hariyanto.
UNESCO sendiri memberi sejumlah rekomendasi sebagai syarat perbaikan: memperluas cerita geologi, memperkuat identifikasi warisan budaya, meningkatkan visibilitas geopark, serta membangun pelatihan dan jejaring antargeopark.
Sebagai lanjutan dari rencana strategis tersebut, Kemenparekraf juga tengah mempersiapkan penyusunan siteplan Geopark Kaldera Toba pada 2026. Penyusunan ini diyakini akan memperkuat struktur pengelolaan sesuai panduan UNESCO Global Geopark.
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana menekankan pentingnya menjaga status internasional Geopark Kaldera Toba.
“Kami sangat mendukung Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Badan Pengelola Kaldera Toba dalam memenuhi seluruh rekomendasi. Ini bukan hanya tentang status UNESCO, tetapi tentang masa depan pariwisata berkelanjutan Indonesia,” tegasnya.
Dengan status geopark global, Kaldera Toba diharapkan menjadi magnet wisata internasional. Namun lebih dari itu, kawasan ini bisa menjadi model pengelolaan warisan alam dan budaya yang berkelanjutan, yang mampu memberdayakan masyarakat lokal sekaligus menjaga kelestarian bumi.
(*/vie; foto dok. Kemenpar