Visualindonesia, Jakarta,-
Sejumlah musikus Tanah Air dan berbagai organisasi musik serta Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), seperti Fesmi, PAMMI, KCI, WAMI, LMK-Pelari Nusantara, LMK-PAPPRI dan PRISINDO sepakat melakukan penolakan dan perlawanan terhadap upaya PT Musica Studio untuk mengambil kembali hak yang telah dikembalikan oleh negara kepada para pencipta lagu, penyanyi dan pemusik.
Upaya uji materi dilayangkan label Musica Studios, melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, pada 12 November 2021, mempersoalkan empat pasal dalam UU Hak Cipta, yakni pasal 18, pasal 30, pasal 122 dan pasal 63 ayat (1) huruf (b).
Para musikus keberatan dengan gugatan uji materi UU Hak Cipta dari Musica yang mempersoalkan Pasal 18 dan Pasal 30, dengan menyerahkan surat kuasa kepada tim pengacara yang berjumlah 11 orang, dengan Panji Prasetyo sebagai ketua tim.
Panji beranggapan, ada upaya atau praktek-praktek yang tidak baik, dibalik gugatan yang dilayangkan Musica Studio.
“Oleh karena itu harus dilawan. Kami sudah mempersiapkan argumen-argumen untuk melawan ketidakadilan. Hak Cipta lebih penting daripada hak master,” terang Panji Prasetyo dalam jumpa pers di Depok, Jawa Barat, Jumat (24/12).
Sementara itu, Rhoma Irama bahkan menyebut Musica terlalu serakah karena ingin mengubah isi dari kedua pasal yang sudah disetujui oleh pemerintah tersebut.
“Saya rasa, mudah-mudahan nggak salah ini, keserakahan kembali muncul yang terjadi pada era-era dulu ya,” ujar Rhoma Irama.
Ketua Umum FESMI, Candra Darusman, menyatakan bahwa inti gugatan adalah ingin mengubah atau menghilangkan beberapa pasal, diantaranya Pasal 18 dan Pasal 30 yang justru sudah dibuat sedemikian rupa untuk memenuhi rasa keadilan.
“Dalam Pasal 18, jelas disebut bahwa Hak Ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun. Tetapi oleh pihak Musica ingin dibuat dan diubah menjadi 70 tahun. Oleh karena itu, kita lawan,” tambah Candra.
Ketua Umum KCI, Dharma Oratmangun, menambahkan bahwa pemerintah dan DPR sebagai pembuat undang-undang sedang diuji kewibawaanya. Upaya yang dilakukan oleh Musica ini melawan pemerintah dan DPR, yakni upaya merampas hak eksklusif dari para pemilik Hak Cipta, ini harus kita lawan,” jelas Dharma.
Tak ketinggalan, Sam Bimbo yang jauh-jauh datang dari Bandung juga memaparkan perjuangannya selama ini.
“Kami berjuang selama 4 tahun hingga Undang-Undang Hak Cipta lahir. Ini teguran bagi musisi untuk bangun dan bangkit melawan kerakusan agar lebih adil dan beradab,” ujar Sam Bimbo.
Turut hadir pada saat itu antara lain Dwikki Dharmawan, Sandec Sahetapy, Marcell Siahaan dan Ikke Nurjanah.
Pasal 18 pada Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 yang digugat oleh Musica Studio’s itu berbunyi: “Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun.
Sementara itu, Pasal 30 berbunyi: “Karya pelaku pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, kepemilikan hak ekonominya beralih kembali kepada pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 tahun.
(vie; foto ist