Visualindonesia, Yogyakarta,-
“Bale Reren”, rumah makan bernuansa Jawa di Kalasan Sleman Yogyakarta ini wajib menjadi target para pemburu kuliner karena memiliki konsep yang sangat menarik yaitu, ‘belajar bisa di mana saja’. Restoran yang resmi dibuka pada Sabtu (04/09) lalu ini didirikan oleh Prof. Sutrisna Wibawa.
Di kalangan netizen (pengguna internet), nama Prof. Sutrisna Wibawa dikenal sebagai Rektor Milenial, sosok yang telah purnatugas dan kini mengajar sebagai Guru Besar di Pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa ini ingin pendidikan dapat tersebarluaskan lewat berbagai media dan sarana.
“Rumah Makan ini, saya konsep menjadi sarana untuk makan sambil belajar kebudayaan Jawa. Mulai dari filosofi dan suasana, arsitektur bangunan, jenis kuliner, fasilitas digital, hingga perpustakaan kami sediakan di rumah makan ini. Harapannya ketika pulang, para pengunjung tidak hanya membawa rasa kenyang, tapi juga ilmu dan inspirasi,” ungkap Sutrisna.
Pelajaran budaya Jawa, lanjut Sutrisna, dapat dipetik masyarakat sejak menginjakkan kaki di pintu masuk restoran. Para pengunjung akan disuguhkan dengan artefak-artefak Jawa. Diiringi dengan kesejukan rumah makan yang berada di pinggir sawah dengan view pemandangan menghadap ke Gunung Merapi, belajar budaya Jawa sembari menyantap hidangan dikondisikan senyaman mungkin.
“Kesejukan dan artefak Jawa yang kami tampilkan, melambangkan filosofi yang sekaligus menjadi nama rumah makan ini: Bale Reren. Bale artinya Balai, tempat berkumpul dan bercengkrama, dan Reren artinya beristirahat, leyeh-leyeh. Sudah menjadi budaya Jawa ketika berkumpul dan beristirahat, tali silaturahim terjalin, pengetahuan bertambah,” ungkap Sutrisna.
Arsitektur rumah makan Bale Reren juga sangat kental budaya Jawa. Tidak seperti rumah makan bernuansa Jawa pada umumnya yang menggunakan Joglo, Sutrisna memilih Gazebo dan model limasan untuk rumah makan.
Alasannya, jika menilik sejarah, joglo justru bangunan yang disakralkan. Namun kini cukup jamak digunakan dalam bangunan Jawa karena dianggap mudah untuk menyimbolkan nuansa kejawaan.
“Bangunan limasan ini, sambil makan, sambil kita akan kenalkan kepada masyarakat sebagai warisan budaya Jawa,” lanjut Sutrisna.
Pelajaran selanjutnya, bisa dipetik dari fasilitas digital hingga perpustakaan. Rumah makan ini menyediakan banyak bacaan bernuansa Jawa yang bisa dinikmati segenap pengunjung.
“Wifinya juga kami sediakan kencang. Jadi mahasiswa, pekerja, pendidik bisa membuka Edlink dan Zoom (aplikasi pembelajaran online) dari sini. Sambil baca buku di sini juga, karena banyak perpustakaan sekolah dan kampus masih tutup,” lanjut Sutrisna.
Soto Kayu dan Teh Poci Kayu adalah dua menu spesial yang tersedia di rumah makan ini. Budaya Jawa sangat kental terseduh di setiap sendok kuah soto dan cairan teh, karena dimasak langsung di tungku tradisional.
Beberapa menu bernuansa Jawa seperti Pecel, Nasi Merah, berbagai sayur, juga tersedia di rumah makan ini. Selain disajikan secara prasmanan layaknya nuansa hidangan Jawa di masa lampau, protokol kesehatan tetap dijaga pengelola rumah makan sesuai aturan pemerintah.
“Soto dan Teh Poci, serta berbagai menu, dimasak dan disuguhkan pakai kayu. Karena ketika makanan dimasak pakai kayu, lalu disajikan pakai kayu, rasanya pasti berbeda. Lebih nikmat, khas masakan Jawa,” ungkap Sutrisna.
Karena membawa tujuan utama pendidikan, Sutrisna berpesan bahwa para calon pengunjung tak perlu khawatir masalah harga. Beragam menu bisa disantap dengan harga mulai dari belasan ribu rupiah. Selain itu, tersedia juga diskon 20% bagi para pengunjung.
“Jadi jangan khawatir masalah harga. Tinggal ketik Bale Reren di Google Maps, dan perjalanan 15 menit dari Bandara Adisucipto Yogyakarta, para pengunjung bisa menyantap hidangan Jawa sekaligus bergotong royong mengenalkan budaya Jawa secara lebih luas lagi,” pungkas Sutrisna.
(*/vie; foto ist