Visualindonesia.com,-
Siapa menyangka Rachel Amanda, yang dikenal lewat akting manisnya di layar kaca, kini berani tampil di atas panggung stand-up comedy — bukan sekadar jadi penonton, tapi sebagai komika penuh luka dan tawa.
Di film terbarunya “Suka Duka Tawa”, garapan sutradara debutan Aco Tenriyagelli, Amanda bertransformasi menjadi Tawa, seorang stand-up comedian muda yang berjuang menghadirkan tawa dari duka masa lalunya.
Dalam teaser resmi yang dirilis oleh BION Studios dan Spasi Moving Image, penonton langsung dibawa masuk ke dunia panggung komedi yang tak selalu ramah — di mana candaan bisa menjadi senjata untuk menyembuhkan, sekaligus jembatan menuju rekonsiliasi keluarga.
Film ini mengisahkan perjalanan Tawa yang tumbuh tanpa kehadiran sang ayah, Keset (Teuku Rifnu Wikana) seorang pelawak legendaris era televisi. Dibesarkan hanya oleh ibunya (Marissa Anita), Tawa lalu memilih komedi sebagai cara menghadapi luka: menertawakan kisah pahitnya sendiri hingga berhasil membuat penonton terbahak-bahak.

Namun, ketika sang ayah tiba-tiba kembali di masa dewasanya, konflik generasi, kekecewaan, dan kerinduan pun mulai mengemuka. Di sinilah “Suka Duka Tawa” tidak hanya jadi film komedi, tapi juga eksplorasi mendalam tentang relasi ayah-anak perempuan, komunikasi antargenerasi, dan proses penyembuhan lewat humor, tema universal yang mudah menyentuh hati penonton Indonesia.
Menariknya, film ini diperkuat oleh dinamika pertemanan segar yang dibangun oleh para stand-up comedian muda, termasuk trio podcast Stand Up Comedy ABG: Bintang Emon, Arif Brata, dan Gilang Bhaskara, serta Enzy Storia, Myesha Lin, Nazira C. Noer, Mang Saswi, dan Abdel Achrian.
Bahkan, sosok-sosok ikonik dunia komedi Indonesia seperti Pandji Pragiwaksono, Virzha Logika, hingga Adjis Doa Ibu turut meramaikan layar, memberikan nuansa autentik pada lanskap stand-up comedy Tanah Air.
Bagi sutradara Aco Tenriyagelli, “Suka Duka Tawa” adalah proyek sangat personal. Debut layar lebarnya ini lahir dari keresahannya tentang jarak emosional antara orangtua dan anak di era modern.
“Cerita ini bicara tentang luka yang ditertawakan agar tak jadi beban,” ujarnya.
Produser Tersi Eva Ranti pun menegaskan dukungan penuh BION Studios terhadap visi kreatif Aco, menyebut film ini relevan, lucu, dan menyentuh.

Puncaknya, “Suka Duka Tawa” dipilih sebagai closing film Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2025, festival film internasional bergengsi yang tahun ini merayakan usia ke-20.
Penayangannya di XXI Empire, Yogyakarta, pada 6 Desember 2025 pukul 20.30 WIB bukan hanya momen peluncuran, tapi juga pengakuan atas karya anak bangsa yang berani menggabungkan komedi, drama keluarga, dan refleksi sosial dalam satu narasi utuh.
Bagi Aco, ini seperti pulang ke rumah, JAFF-lah yang pertama kali memutar film pendek dan serial perdananya. Kini, ia kembali — bukan sebagai pendatang baru, tapi sebagai sutradara yang siap memperkenalkan film pertamanya kepada dunia.
Rachel Amanda menyebut karakter Tawa sebagai cermin perjalanan hidup banyak orang.
“Frasa suka duka tawa itu sendiri menggambarkan fase yang pasti kita lewati. Saat hidup terasa berat, kadang satu-satunya cara adalah menertawakannya,” ucap Rachel.
Dengan kombinasi akting kuat, skrip emosional, dan sentuhan komedi yang cerdas, “Suka Duka Tawa” siap menjadi tontonan wajib bioskop akhir tahun 2025, film yang tak hanya menghibur, tapi juga mengingatkan kita bahwa tawa bisa jadi bentuk ketahanan jiwa paling indah.
(*/dra; foto: ist





