Visualindonesia.com,-
Di usianya yang ke-45, Yayasan Pemilihan Model Indonesia (Yapmi) kembali memperkuat misi budaya melalui ajang Pemilihan Top Model Indonesia yang digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Jum’at, (28/11/2025).
Tidak sekadar mencari wajah-wajah baru untuk dunia fashion, kompetisi ini hadir sebagai panggung hidup keberagaman budaya Nusantaria, di mana setiap peserta wajib memperkenalkan dan menampilkan kekayaan etnik daerahnya melalui busana, gerak, dan narasi pribadi.
Ajang yang diselenggarakan oleh Yapmi ini membagi kategori peserta ke dalam dua segmen utama: “Mom and Kid” dan “Top Model”. Untuk kategori “Mom and Kid”, peserta dibagi lagi berdasarkan usia anak: kategori A (3–6 tahun), B (7–10 tahun), dan C (11–15 tahun). Sementara itu, kategori “Top Model” terbuka bagi remaja berusia 16–25 tahun.
Keunikan kompetisi ini terletak pada kewajiban setiap peserta untuk membawa identitas budaya local, mulai dari kain tradisional, ornamen, hingga simbol-simbol khas daerah asal mereka.

Salah satu sorotan menarik tahun ini adalah kehadiran 20 wakil dari Papua, jumlah terbanyak dibanding provinsi lain yang hanya mengirim 1 hingga 3 perwakilan.
Menurut Iwan Setiawan Masse, Ketua Yapmi, dukungan kuat dari pemerintah daerah setempat, khususnya melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, menjadi kunci keberhasilan Papua dalam mengirimkan kontingen besar.
“Ini contoh nyata bagaimana pemimpin daerah bisa menjadi motor pelestarian budaya melalui even seperti ini,” ujarnya, sambil menekankan pentingnya kolaborasi antara lembaga budaya, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Tim juri yang menilai penampilan para peserta terdiri dari sosok lintas disiplin: Meliyanti (ahli modeling), Brigjen Pol. DR. Victor Pudjiadi (pembina Yapmi), DR. Suci Budhiani (pakar kesehatan dan estetika), Congki Perwira (musisi sekaligus pencipta lagu), serta Rusniawari Ayu Syahfitri, SH., MH (ahli hukum dan kebijakan publik).
Kehadiran juri dengan latar belakang beragam ini menegaskan bahwa Top Model Indonesia bukan hanya soal penampilan, tetapi juga kedalaman karakter, wawasan budaya, dan kemampuan komunikasi.
Tema “Etnik Nusantara” menjadi benang merah seluruh rangkaian acara. Bahkan Iwan sendiri tampil mengenakan busana etnik Makassar bertema lontra, menegaskan komitmen pribadi dan institusinya terhadap pelestarian warisan budaya.
“Para peserta akan membawa ciri khas daerahnya, Papua dengan bulu Cendrawasih-nya, Kalimantan dengan ukiran Dayak-nya, atau Sumatera dengan tenun songketnya. Ini bukan sekadar fashion show, tapi perayaan identitas bangsa,” imbuhnya.
Sejak didirikan 45 tahun lalu, Yapmi telah melahirkan sederet nama besar di dunia hiburan dan fashion Indonesia, termasuk Beby Kumalasari yang turut hadir memberikan dukungan langsung pada ajang tahun ini.
Para pemenang tidak hanya mendapat gelar, tetapi juga pembinaan intensif yang mempersiapkan mereka sebagai duta budaya dan model profesional.
Di tengah arus globalisasi yang kian deras, Pemilihan Top Model Indonesia hadir sebagai oase, mengingatkan kita bahwa keindahan Indonesia tak hanya pada wajah, tapi pada kekayaan budaya yang tak ternilai.
(*/vie; foto: mm





