Visualindonesia.com,-
Seniman visual Ryan LH turut berpartisipasi dalam pameran seni kontemporer bertajuk NGE-HENG! Refleksi Mental, yang diselenggarakan di Semesta’s Gallery, Jakarta Selatan, pada 9–31 Agustus 2025.
Pameran ini merupakan volume kedua dari rangkaian pameran kolektif yang menghadirkan 35 seniman dari berbagai kota di Indonesia, termasuk dua partisipan dari luar negeri, yakni Kopenhagen dan Mesir.
Karya-karya yang ditampilkan mencakup berbagai medium seperti instalasi, fotografi, dan seni rupa dua dimensi lainnya.
Fotografi Tekstural
Ryan LH, lulusan Fakultas Seni Media Rekam ISI Yogyakarta tahun 2003, memamerkan satu karya berjudul “Terikat, Terkait”, yang diproduksi pada tahun 2024 dalam medium UV Print di atas aluminium composite berukuran 100 x 166 cm.
“Saya menggunakan fotografi tekstural sebagai dasar ekspresi. Saya memotret permukaan yang lapuk dan penuh sejarah,” ujar Ryan LH ketika ditanya mengenai pendekatan artistiknya.
Karya “Terikat, Terkait” menampilkan dua panel besar yang terbelah secara fisik.
Retakan dan lapisan cat yang terkelupas di atas permukaan berwarna biru dan kuning menjadi metafora visual dari waktu yang terus bergerak—menggerogoti, namun sekaligus menciptakan tekstur kehidupan.
Di antara kedua panel itu, Ryan menambahkan elemen kawat yang dijalin melintasi celah, menyerupai tindakan menjahit luka.
Desain ini tidak hanya menekankan estetika wabi-sabi—sebuah filosofi Jepang yang merayakan keindahan dalam ketidaksempurnaan—tetapi juga simbolisme hubungan manusia.
Menurut Ryan, upaya menyatukan kembali sesuatu yang telah terbelah adalah proses yang menyakitkan, tetapi penuh harapan.
“Pendekatan ini membawa pemirsa untuk tidak hanya melihat gambar, tetapi juga merasakan luka dan pemulihannya,” jelasnya. “Saya memperlakukan karya seperti tubuh—rentan namun bisa dirawat.”
Simbolisme yang Mendalam
Dengan menggunakan teknik fotografi tekstural, Ryan menangkap permukaan yang sudah lapuk dan menyimpan jejak waktu. Intervensi manual berupa lubang dan kawat jahitan memberi dimensi baru pada karya—seakan menghidupkan citra diam menjadi sesuatu yang bisa disentuh secara emosional.
Deskripsi naratif karya menyebutkan bahwa:
“Dua panel besar yang terbelah secara fisik merepresentasikan keterpisahan—baik dalam konteks relasi, identitas, maupun memori masa lalu. Namun pada celah itu, seniman menambahkan elemen kawat yang dijalin melintasi kedua bidang—sebuah gestur artistik yang menyerupai tindakan menjahit luka.
Benang itu tidak menyatu sempurna, namun cukup untuk menunjukkan niat: bahwa keterpisahan bukan akhir, dan hubungan bisa dirajut ulang, meskipun bekasnya akan tetap ada.”
Refleksi Kolektif dan Mentalitas Nge-Heng
Pameran NGE-HENG! Refleksi Mental sendiri merupakan ruang ekspresi yang menggugat batas kesadaran, merayakan kebingungan, dan merespons realitas yang semakin absurd.
Dalam suasana pasca-pandemi dan disrupsi sosial yang kian menguat, karya-karya yang dihadirkan menjadi refleksi dari kondisi mental kolektif kita saat ini—yang seringkali “nge-heng”, macet, atau terhenti di tengah arus informasi yang padat dan tekanan sosial yang kompleks.
Ryan LH melalui “Terikat, Terkait” menawarkan lebih dari sekadar citra visual. Ia mengajak kita untuk merenung: bahwa dalam keterpisahan dan keretakan, masih ada ruang untuk harapan. Sebagaimana ia sampaikan dalam pesan karyanya:
“Kita semua pernah retak, pernah terpisah—namun tali kasih, kenangan, dan harapan adalah apa yang membuat kita tetap terikat, terkait.”
(*; foto: ist