Visualindonesia.com,-
Aktor kenamaan Indonesia, Reza Rahadian, menandai dua dekade perjalanan kariernya di dunia film dan industri kreatif lewat sebuah program istimewa bertajuk Refleksi Dua Dasarasa.
Bertempat di Bentara Budaya Jakarta, program ini resmi diluncurkan pada Selasa (29/4) dan dihadiri sejumlah kolaborator lintas bidang yang selama ini menjadi bagian dari perjalanan kreatif sang aktor.
Dalam sambutannya, Reza menyampaikan bahwa program ini bukan sekadar bentuk perayaan 20 tahun berkarya, melainkan ruang reflektif, pembelajaran, dan transformasi.
“Semua yang saya capai bermula dari kesempatan dan kepercayaan orang lain. Refleksi Dua Dasarasa adalah bentuk penghormatan atas perjalanan itu dan ajakan untuk terus belajar serta tetap rendah hati,” tutur Reza.

Refleksi Dua Dasarasa Reza Rahadian akan menjadi rangkaian program sepanjang 2025 yang mencakup peluncuran buku “Mereka yang Pertama”, pameran seni instalasi “Eudaimonia” di ArtJog 2025, serta pemutaran perdana film panjang “Pangku”, yang menandai debut Reza sebagai sutradara.
Selain itu, program ini juga berkolaborasi dengan Jakarta Film Week 2025 dan Jogja-NETPAC Asian Film Festival, dan akan ditutup dengan pementasan monolog Dua Dasarasa karya Agus Noer pada Desember mendatang.
“Program ini adalah bentuk penghargaan atas nilai proses hidup dari seorang aktor dan manusia,” ujar Inet Leimena, Direktur Program Refleksi Dua Dasarasa.
Ia menegaskan bahwa dalam delapan bulan ke depan, publik akan diajak menyelami lebih dalam semangat dan dedikasi Reza dalam dunia seni peran.

Reza Rahadian mengawali kariernya pada usia 17 tahun lewat ajang Top Guest Aneka Yess! tahun 2004. Sejak itu, ia menapaki perjalanan akting melalui FTV, sinetron, dan film layar lebar.
Namanya mulai diperhitungkan lewat film “Perempuan Berkalung Sorban” (2009) yang menjadi titik balik dalam kariernya. Hingga kini, Reza dikenal sebagai aktor serba bisa yang selalu konsisten memberi kontribusi penting bagi perfilman Indonesia.
Dengan pendekatan yang personal namun berskala besar, Refleksi Dua Dasarasa menjadi momentum langka dalam dunia perfilman Indonesia—sebuah pengingat bahwa perjalanan seni bukan hanya soal sorotan kamera, tapi juga tentang nilai, proses, dan kolaborasi.
(*/vie; foto ist