Visualindonesia, Jakarta,-
Studio 26.artlink bekerja sama dengan Televisi Republik Indonesia (TVRI) menggarap program variety show yang berbeda dari yang pernah ada dengan nama ‘Bunga Khatulistiwa’. Program ‘Bunga Khatulistiwa’ merupakan program yang berisi tarian, nyanyian, talk show tentang beragam hal terkait budaya dan kesenian asli Indonesia.
Ati Ganda selaku pimpinan Studio 26.artlink mengatakan, tema yang diangkat pada setiap episodenya sangat beragam, seperti tentang pengenalan kembali alat musik tradisional, tentang tradisi dan adat istiadat pengantin yang berlaku di suatu daerah termasuk tata acara pernikahan hingga kulinernya, atau tentang serangkaian upacara adat tradisional yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Nusantara sejak dahulu sampai kini seperti Sedekah Bumi.
“Untuk penyediaan pengisi acara, baik penari, pemusik maupun narasumber ahli, kami menjalin kerja sama dengan sejumlah sanggar yang terhubung dengan Taman Mini Indonesia Indah dan Pemerintah Daerah terkait,” ujar Ati Ganda yang juga bertindak sebagai Creative Produser.
Dalam penggarapan ‘Bunga Khatulistiwa’ dengan episode tema ‘Menjemput Semangat’ yang pengambilan gambarnya dilakukan di TVRI pada 27 Mei 2022. ‘Bunga Khatulistiwa’ menampilkan Pemda Jambi yang sedang merancang event ‘Kenduri Swarnabhumi; Batanghari Dulu, Kini Dan Nanti’.
“Sebuah event Susur Budaya Melayu Jambi bekerja sama antara Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Pemerintah Provinsi Jambi, dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat,” imbuh Ati Ganda.
Tayangan Bunga Khatulistiwa di TVRI ini, menurut Ati Ganda bertujuan memperlihatkan kekayaan warisan budaya nenek moyang yang membanggakan dan patut terus dijaga.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan budaya yang sangat beragam seperti tarian dan teater daerah, upacara adat, pakaian adat, rumah adat, seni pertunjukan dan lain sebagainya.
“Di acara ini, akan kami paparkan budaya Indonesia tidak hanya mencakup budaya asli, tetapi juga meliputi budaya-budaya pribumi yang mendapat pengaruh dari negara lain seperti dari Cina, Arab, India, Eropa dan lain-lain. Inilah yang akan kami tonjolkan!” ungkap Ati Ganda sambil menyebut ‘Bunga Khatulistiwa’ tayang reguler setiap hari Kamis, pukul 20.00 WIB.
Benang Merah Persamaan Budaya
Untuk membungkus acara lebih memikat, Ati Ganda menyusun tayangan ini bersama team kreatif yakni Surya Darma (Penangggung Jawab Musik) dan Pipit Rusdi (Penanggug Jawab Tari) dengan Ni Kadek Suartini dari TVRI sebagai Produser.
‘Bunga Khatulistiwa’ dirancang dan disusun dengan mencari hal hal unik, berbeda dengan acara sejenis sekaligus memberi kesan ekstravaganza dari tayangan berisi tradisi.
Dan yang pasti, ada benang merah yang ingin disampaikan. “Kami mencari tema persamaan kekayaan budaya di satu daerah tertentu, dan membandingkannya dengan kekayaan yang mirip dengan di daerah lain,” ujar Surya Darma.
Dalam soal alat musik dari Bambu misalnya, ada persamaan antara Angklung dari Jawa Barat dengan Bumbung dari Bali, atau alat perkusi Rebana Biang dari Betawi, mirip dengan Rapai dari Atjeh.
“Kami sandingkan dan kami kolaborasikan, kemudian mencari persamaan di antara keduanya. Kami undang pakar ahli menjadi narasumber untuk mengungkapkan fakta sejarahnya,” ungkap Surya Darma.
Menurut Ati Ganda, dengan mengangkat tagline ‘Bunga Khatulistiwa, Ragam Seni dan Budaya Indonesia’, acara ini secara tegas akan memperlihatkan ciri khas budaya Indonesia dalam kemasan Bhineka Tuggal Ika yang berbeda tapi tetap satu, dan tetap selaras, meski dalam keberagaman.
Program ‘Bunga Khatulistiwa’ sudah ditayangkan dalam beberapa episode oleh TVRI.
“Misalnya, kami punya tema yang memperlihatkan persamaan kekuatan seni ukir Gorga Batak, Sumatra Utara dan Seni Ukir Asmat dari Papua. Kemudian dalam episode lain, kami paparkan persamaan Kolintang dari Sulawesi Utara dan Gambang Keromong dari Betawi,” ungkap Surya Darma.
Tayangan ‘Bunga Khatulistiwa’ di TVRI dirancang bertujuan memperlihatkan kekayaan budaya Indonesia, terutama kepada generasi muda.
“Generasi muda sekarang lebih mengenal budaya Barat, seperti tari hip hop, dan genre musik Lo-Fi Hip Hop ketimbang tari Tor Tor dari Sumatra Utara, atau musik-musik tradisional Indonesia yang umumnya menggunakan instrumen perkusi, terutama gendang dan gong.
“Sesungguhnya tidak ada yang salah, jika anak muda lebih mengenal budaya Barat. Asal mereka tetap paham dan menghormati serta mau menjaga kekayaan budaya sendiri, yang justru sangat khas, unik, langka tidak ada bandingannya,” pungkas Ati Ganda.
(dra; foto mm