Kritik Film “Bidadari Mencari Sayap”
Oleh: Hardo Sukoyo
Produksi: Citra Sinema, MD Pictures; Produser: Asad Amar; Sutradara: Aria Kusumadewa; Penulis Skenario: Aria Kusumadewa, Go-Chang Senior; Penulis cerita: Aria Kusumadewa; Penata musik: Tya Subiakto Satrio; Sinematografer: Yatski Hidayat A.; Penyunting: To Chang, Zulfadhli Taufiq: Pemeran: Leony Vitria Hartanti (Angela Tan), Rizki Hanggono (Reza), Nano Riantiarno (Babah); Fransiskus Michael (Razak); Djenar Maesa Ayu (Andrea); Jenny Zhang (Lina Tan); Shania Sree, Maharani (Soraya); Deddy Mizwar (Johan); J.E. Sebastian (Lae Boro); Kunun Nugroho (Hidayat); Irwan Chandra (Fery); Ario Prabowo (Vincent); Dzeko Chandra (Aldo); Jovarel Callum (Richie); Mark Sungkar (Abi/Ayah Reza); Baby Zelvia (Umi/Ibu Reza); Zaky Khan (Kakak Reza); Sabrina Satriadi (Kakak Reza); Husin Bashin (Adik Reza), Almanzo Konoralma (Jabong); Zairin Zain (Pemimpin Redaksi); Distributor: Disney+Hotstar; Tanggal rilis: 2 Oktober 2020 (Indonesia); Durasi: 89 menit; Negara: Indonesia; Bahasa: Bahasa Indonesia.
Visualindonesia, Jakarta,-
Di Bawah Payung Fantasi (Film “Bidadari Mencari Sayap”). Begitu judul tulisan ini. Judul tulisan yang dapat ditafsirkan sebagai judul yang bermakna simbolik. Seperti juga film yang menjadi obyek tulisan ini, berjudul “Bidadari Mencari Sayap” yang simbolik.
Penilaian seperti itu, karena mengacu pada adegan pembuka film, yang mengetengahkan sebuah Payung Fantasi, payung yang dibuat dari kertas, bukan dari kain, melayang-layang di udara, berhenti, kemudian memayungi judul film “Bidadari Mencari Sayap”, yang juga simbolik.
Pemunculan Payung Fantasi itu, mengingatkan penulis, pada lagu “Payung Fantasi”, karya Ismail Marzuki dan dipopulerkan oleh Bing Slamet, yang di antaranya bersyair:
“Siapa gerangan dinda?
Bidadari dari surga
Ataukah burung kenari
Pembawa harapan pelipur hati?
Payung fantasi arah ke mana dituju…
Apalagi bila mengacu pada adegan menjelang akhir film ini. Ketika Reza dan Angela, tokoh utama film ini, setelah mereka berpelukan tetap saja berdiri di bawah Payung Fantasi itu.
Berdasarkan semua itu, dapat dikatakan bahwa judul film “Bidadari Mencari Sayap” bermakna simbol atau metafora.
CERITA SINGKAT
Film Drama Keluarga yang kental dengan suasana Religi ini, menuturkan tentang sepasang suami istri yang berbeda etnis. Angela Tan (Leony Vitria Hartanti), seorang keturunan Tionghoa yang memilih menjadi Mualaf dan menikahi seorang pria bernama Reza (Rizky Hanggono) yang beragama Islam, keturunan Arab.
Hadir dari kebudayaan dan kebiasaan yang berbeda, membuat mereka belum sepenuhnya bisa saling beradaptasi secara total, keberadaan satu sama lainnya.
Meskipun mereka sudah dikaruniai satu orang anak, Razak (Fransiskus Michael), keduanya masih begitu mudah tersulut kemarahan, karena perbedaan kebiasaan.
Puncaknya, saat terjadi pertengkaran hebat yang menyebabkan Angela meminta Reza untuk tidak tidur bersamanya. Reza pun kemudian meninggalkan rumah beberapa hari dan sementara waktu tinggal di tempat kos milik teman satu kantornya, bernama Hidayat (Kunun Nugroho).
Padahal Reza lagi kalut, karena baru saja dipecat dari pekerjaannya, sebagai Wartawan di sebuah penerbitan media.
Meskipun menghadapi masalah berat, Reza tetap berusaha membayar uang kontrakan tempat tinggal mereka, yang terlambat dibayar.
Sementara Angela, berkat bantuan kakak iparnya, Fery (Irwan Chandra) mencoba bekerja demi menopang kehidupan rumah tangganya.
Dalam perpisahan mereka yang sementara itu, sesungguhnya Reza dan Angela saling menunggu kabar. Karena keduanya masih sama-sama saling mencintai.
Beberapa adegan yang ada menunjukkan hal itu. Seperti, kehadiran Mahasiswa S2 Psikologi Klinis, bernama Soraya (Shania Sree Maharani), yang tinggal satu kos dengan Reza, berusaha mendekati Reza dengan berbagai caranya, tetapi Reza, tidak menanggapi. Sebagai bukti bahwa Reza adalah Suami yang setia.
POLA UNGKAP
Adegan atraksi Barongsai dan makan bersama keluarga besar Angela di rumah Reza dan Angela pada awal film, memberi banyak informasi ikutannya.
Di antaranya, adegan suasana Imlek, lengkap dengan orang yang membagikan dan menerima Angpao, serta ucapan “Gong Xi Gong Xi Hong Ba Na Lai”
Lebih utama informasi yang melingkupi acara makan bersama keluarga besar Angela di rumah Reza dan Angela itu. Pembicaraan yang didominasi oleh Babah (Nano Riantiarno), ayah Angela, yang begitu memojokkan Reza dengan ucapannya. Seperti tidak memiliki etika atau jangan ngajari anak-anak berbohong.
Menurut Babah acara makan bersama keluarga seperti itu, hanya satu kali dalam satu tahun. Itu pun hanya beberapa jam, tetapi ada saja yang lebih mementingkan main telepon.
Menghadapi suasana yang tidak mengenakkan seperti itu, hanya diam yang dilakuka Reza.
Adegan lain menunjukkan, ketika Angela dan Reza sedang mencuci perlengkapan makan, kemudian terjadi perdebatan sengit, tentang pemahaman keyakinan, haram tidaknya babi.
“Ya udah, sory kalau kau merasa seperti itu. Jujur aku ya cuma tanya kok. Aku ini kan mualaf, jadi ya banyak hal yang aku belum tau tentang Agama Islam. Dan harusnya kamu yang bisa membimbing aku dong. Bukannya malah sewot kaya gitu”. Demikian dialog Angela kepada Reza, untuk mengakhiri perdebatan.
Adegan kemudian beralih pada serentetan kejadian, dengan kandungan informasinya masing-masing. Yaitu: Babah bertamu ke “lapak”, tempat usaha Johan (Deddy Mizwar) serta Lae Boro (J.E. Sebastian); Reza dipecat dari pekerjaannya, sebagai Wartawan di sebuah penerbitan media; Angela di rumah, merasakan Alergi di kepalanya, kumat, dan harus ke dokter di poliklinik; Pak Yusup datang menemui Angela yang ada di rumah, untuk menagih uang kontrakan yang terlambat dibayar.
Warga sekitar Wihara, tempat atraksi Barongsai berlangsung, kerja bakti di halaman Wihara. Adegan itu menunjukkan betapa warga yang tinggal di sekitar Wihara itu, menghormati perbedaan yang ada, karena pemahaman agama mereka benar.
Seperti yang disampaikan oleh Johan pada Babah, ketika mereka berada di tengah-tengah warga yang sedang kerja bakti: ”Ini filing saya ya. Di sini ni pemuka agamanya pemahamannya bener. Jadi bisa ngajari umatnya dengan bener,” tutur Johan kepada Babah, menjelaskan.
Reza pulang ke rumah, entah dari mana, kemudaian marah-marah, karena ada seekor anak anjing yang di rantai di depan rumahnya.
Hidayat dalam kesempatan “ngopi” bersama Reza, menyarankan kalau tidak gengsi, bisa saja Reza jadi pengemudi taksi “online”.
Adegan makan bersama di rumah orangtua Reza, mengetengahkan nasihat Umi/Ibu Reza (Baby Zelvia) kepada Angela, tentang keharusan seorang istri mengenakan Hijab. Angela tampak mendengarkan dengan serius, dan tidak berkomentar apa pun.
Sepulang makan malam di rumah orangtuanya, di dalam mobil Reza yang sebelumnya marah-marah sendirian, karena tidak sabar menghadapi pengendara motor yang seenaknya sendiri, tiba-tiba kemarahannya melebar ke mana-mana. Bahkan menjadi pertengkaran yang hebat dengan Angela, ketika pembicaraan berkaitan dengan Hijab.
Akibat pertengkaran itu Angela mengancam Reza, dengan mengatakan “Tidak boleh tidur sama aku, malam ini.”
Reza pun kemudian meninggalkan rumah beberapa hari, dan sementara waktu tinggal di tempat kos milik Hidayat. Sambil menjadi pengemudi taksi layanan daring.
Diinformasikan, sebagai pengemudi taksi “online” Reza bertemu beberapa penumpang dengan masalah mereka masing-masing.
Di antaranya, seorang pria yang mengenakan ikat kepala, logat bicaranya berasal dari Ambon dan membawa sekuntum bunga Mawar Merah. Laki-laki itu kepada Reza mengaku bahwa anaknya delapan. “Istri Beta yang keturunan China berwajah cantik, lebih cantik dari bunga ini,” katanya, memuji istrinya.
Penumpang lain, suami – istri yang bertengkar tentang perceraian. Bahkan suami yang seorang Penghulu itu, dipaksa istrinya harus bercerai.
Adegan lain menunjukkan, ketika seorang mahasiswi yang marah-marah entah dengan siapa, melalui HP dan baru diketaui bahwa dia adalah Soraya, mahasiswi yang tinggal satu kos dengan Reza, sesampainya di termpat kos.
Kedekatan Reza dangan Soraya ditunjukkan melalui adegan, ketika Reza tiba di tempat kos, sepulang menjemput Soraya dari “Selebrasi” kelulusan S2-nya di Bogor.
Malam itu, terlihat Soraya keluar dari mobil dalam keadaan sedikit mabok, dipapah oleh Reza. Dalam kesempatan itu Soraya berbicara kepada Reza, bahwa dia tidak keberatan jika Reza singgah di kamar Soraya. Secara halus Reza pun menolaknya.
Sesaat setelah Reza beranjak dari teras depan kamar Soraya, Hidayat memberi tau Reza bahwa siang tadi Angela datang ke kantor.
Adegan lain menunjukkan, sebelum sampai di rumahnya, Reza titip parkir mobilnya di halaman rumah Johan, serta mematut-matut dirinya di depan cermin yang tergantung di dinding kamar tamu rumah Johan. Dalam kesempatan itu, Johan memberi nasihat kepada Reza.
“Kayaknya ada orang yang lagi jatuh cinta nih. Yang ada aja dirawat, jangan dibikin ruwet,” kata Johan, kepada Reza.
Malam itu, ketika jam dinding di kamar Angela menunjukkan Pukul 9.30, Reza pulang ke rumah dan bertemu dengan Angela yang baru selesai Sholat.
Di pagi hari, begitu bangun tidur, Reza mengetahui bahwa Angela akan berangkat kerja. Begitu marahnya Reza ketika Angela memberitau bahwa dia bekerja di perusahan Koh Fery, kakak iparnya.
Reza pun dengan tegas menggunakan hak prerogatifnya sebagai suami, melarang Angela bekerja. Alasan Reza, karena Angela bekerja pada perusahaan “judi online” milik Fery, yang hukumnya haram. Karena itu ia tidak rela anaknya hidup dari uang haram.
Reza beranggapan Angela telah merendahkan dirinya, sebagai suami yang tidak mampu menafkahi keluarga.
Bahkan Reza menggangap semua barang milik Angela, seperti “Laptop” dan “Console Game” adalah barang haram. Kedua barang elektrik itu, kemudian dihancurkan.
Tidak hanya itu, barang yang menjadi sasaran kemarahan Reza. Payung berwarna Biru, “benda kenangan” Reza dan Agela pun, dirusak oleh Reza, karena dianggap tidak ada artinya lagi.
Merespon apa yang dilakukan Reza dalam kemarahannya itu, secara tegas Angela berujar kepada Reza, dengan nada mengancam. “Kamu atau saya dengan Razak yang keluar dari rumah ini”.
Reza pun kemudian menemui Abi/Ayahnya (Mark Sungkar), yang memberinya nasihat dengan mengatakan bahwa “Inti permasalahan mereka adalah tidak mampu menghargai perbedaan. Seharusya mereka menghargai perbedaan untuk saling menumbuhkan, bukannya saling menguasai”.
Muncul adegan “flashback”, kilas balik, ketika Reza pertama kali bertemu dengan Angela, mahasiswi berpayung warna biru, di kampus. Mereka tabrakan dengan tidak sengaja. Sosok bayangan Angala di depan pintu pun hadir, dalam kilas balik itu.
Reza sadar dari melamun di dalam mobilnya, ketika Kereta Api melintas di depannya. Reza pun kemudian menjalankan mobil, ketika Palang Pintu Rel Kereta Api terbuka.
Adegan lain menunjukkan, suatu malam, ketika Babah sedang berdiri sendirian di halaman depan rumah Reza, datanglah Reza menemui Babah. Tanpa ragu, kemudian Reza merunduk untuk memeluk kedua kaki Babah. Minta maaf sambil menangis. Peristiwa itu pun dilihat Angela yang berdiri di depan pintu rumahnya.
Reza akan beranjak, tetapi dicegah Babah sambil berujar: “Kamu mau ke mana? Ini rumahmu”. Sepontan dijawab Reza:”Bukan Bah, ini rumah kita”.
Terjadi penggrebekan Polisi di panggug teater, tempat Angela bekerja dan Koh Fery digiring Polisi. Adegan yang memiliki informasi bahwa Koh Fery diamankan Polisi, karena Koh Fery memiliki usaha “judi online”, berkedok teater.
Adegan selanjutnya menunjukkan ada keramaian di sekitar Vihara dan di jalanan yang diramaikan oleh atraksi “Liang-Liong” atau “Tari Naga”. Lampion dan Payung Fantasi pun, menjadi hiasan gantung di lokasi kejadian itu.
Terlihat di antara warga yang nonton, ada Agela yang mengenakan Busana Muslim, warna Hijau Toska dan berhijab warna Merah. Reza juga ada di sana.
Setelah melihat keberadaan Angela, Reza mengambil Payung Fantasi dari hiasan gantung dan diberikan kepada Angela, lalu Reza membuka Hijab yang dikenakan Angela. Setelah mereka berpelukan, berdua tetap berdiri di bawah Payung Fantasi. Film “Bidadari Mencari Sayap” pun berakhir. “Happy Ending”.
SKENARIO
Mengamati rangkaian seluruh adegan film sejak awal sampai akhir, mengesankan bahwa Skenario yang ditulis Aria Kusumadewa bersama Go-Chang Senior, dapat dipilah menjadi tiga bagian.
Bagian pertama merupakan informasi awal (“planting of information”), bagian kedua pengembangan masalah, dan bagian ketiga merupakan penyelesaian masalah.
Bagian pertama dimulai dari adegan atraksi Barongsai dan makan berama keluarga besar Angela di rumah Reza dan Angela pada awal film, sampai dengan adegan Reza pulang ke rumah kemudian marah-marah, karena ada seekor anak anjing yang di rantai di depan rumahnya.
Sementara bagian kedua berintikan adegan dari Hidayat “ngopi” bersama Reza, hingga adegan “flashback”, kilas balik, ketika Reza pertama kali bertemu dengan Angela, mahasiswi berpayung warna biru, di kampus.
Sedangkan bagian ketiga, penyelesaian masalah, diwujudkan dari adegan saat Reza sadar dari melamun di dalam mobil, ketika Kereta Api melintas di depannya. Kemudian Reza menjalankan mobilnya, ketika Palang Pintu Rel Kereta Api terbuka, hingga adegan akhir film.
Adegan rangkaian panjang Kereta Api yang melintas, kemudian menyadarkan Reza, itu pun dapat ditafsirkan sebagai simbol atau metafora. Bermakna kesadaran Reza atas hambatan kehidupan yang ada padanya, harus dilalui dengan sabar dan keterbukaan.
Paling mengesankan pada tahap penyelesaian adalah, masalah anak anjing yang membuat Reza marah pun, diselesaikan. Melalui adekan ketika Babah meminta Lae Boro memeliharanya, dengan imbalan uang.
Melalui struktur dramatik yang menanjak, kemudian melandai hingga akhir film, tiga bagian itu dijalin menjadi kesatuan adegan film yang runtut, serta memiliki problema yang berkembang dengan sebab-akibat yang dijaga secara baik.
Dialog yang dituturkan oleh para pemeran pun, memiliki kejelasan informasi, tidak bertele-tele, dan mudah dipahami. Karena itu, dialog para pemeran film ini, dapat dikatakan sebagai salah satu kekuatan film ini.
Sungguh tepat bila kemudian dikatakan bahwa skenario film ini merupakan Skenario berkualitas prima.
ARTISTIK
Penataan Artistik sepertinya didasarkan kepada konsep tata visual, utamanya menggunakan properti yang telah ada sesuai aslinya untuk seluruh setting lokasi.
Spanduk bertuliskan “Gongxi Fa Cai” yang terpampang serta Lampion yang digantung sebagai hiasan di sekitar Vihara, saat adegan atraksi Barongsai, terlihat merupakan properti yang baru dibuat. Sepertinya kedua properti itu, juga digunakan sebagai informasi waktu kejadian film (“filling time”).
Berkaitan dengan itu, ada pertanyaan yang diajukan. Mengapa tidak terlihat adanya properti yang juga berfungsi sebagai informasi waktu kejadian film, pada adegan atraksi “Liang-Liong”?
Setidaknya untuk informasi, berapa lama Reza dan Angela marahan dan kembali akur. Apakah pada perayaan “Cap Go Meh”, “Duan Wu Jie” (“Dragon Boat Festival“) atau ”Qixi” (Chinese Valentine) menurut Kalender China?
PEMERAN
Karakter para tokoh dalam film ini merupakan gambaran berbagai pribadi, yang pada umumnya ada di sekitar kita.
Mereka, baik pemeran utama, pemeran pendukung utama, pemeran pendukung, maupun pemeran “sekali lewat”, sesuai dengan porsi masing-masing, memainkan perannya begitu wajar, melalui dialog maupun “bahasa tubuh”.
Paling mencolok tentu saja penampilan Leony Vitria Hartanti sebagai Angela Tan, Rizki Hanggono sebagai Reza, dan Nano Riantiarno sebagai Babah. Karena itu layak dikatakan, dalam film ini akting mereka masing-masing, berkualitas Prima.
TATA KAMERA
Mengamati “angle-angle” yang disajikan oleh Yatski Hidayat A. sebagai Sinematografer, tampak sekali dalam film ini ia menampilkan kebolehannya berkarya secara optimal, melalui “gerak kamera” yang mengikuti gerak pemeran dan dialog panjang pada adegan. Sehingga adegan terlihat dinamis. Sejalan dengan berkembangnya problema film.
Penempatan kamera yang pada umumnya pada posisi sudut pandang penonton. “camera obyektif” menjadikan penonton dapat lebih fokus, ketika menonton film ini.
Demikian pula pada adegan pembicaraan dua tokoh peran di dalam mobil, Yatski Hidayat A. tidak melupakan “sceen direction”, sehingga ketika mereka berdialog, tidak terkesan mereka berlawanan arah pandang, satu sama lain.
Buah karya Yatski Hidayat A. yang terlihat seperti telah disebutkan di atas, dapat digunakan sebagai alasan untuk mengatakan bahwa Tata Kamera yang memiliki kualitas Prima.
MUSIK
Musik sebagai medium yang mampu menjadi bahasa universal bagi penampilan suatu ide sangat disayangkan, bila hadir hanya sebagai ilustrasi semta-mata. Tetapi pada film ini, tidak demikian adanya. Karena Tya Subiakto Satrio sebagai Penata Musik, yang menempatkan Lagu “Bidadari Mencari Sayap” menyertai adegan ketika Angela belanja, termasuk Celana Dalam, berhasil mempertegas suasana batin Angela yang ceria, karena segera akan bekerja.
Demikian juga Lagu “Sesaat” karya Benny Soebardja, yang mengiringi beberapa adegan tanpa dialog, ketika Reza “Galau” setelah bertemu Abi/Ayahnya dan berlanjut ke beberapa adegan setelahnya.
Lirik lagu tersebut dapat ditafsirkan sebagai penutur penyesalan dan keinginan Reza untuk kembali bersama Angela.
SESAAT
(Benny Soebardja)
Sesaat menatap engkau merpati
Tatkala matahari,
merajut memerah kembali
Sayapmu mengundang ucap kalbuku
Terbang dibelai angin
berselip lumuran janji abadi
Reff.
Dapatkah bencana kau rubah kenangan
Jurang kini membentang
Mungkinkah kau daki
Tanpa membentur jurang tak bertebing
Semesta sekilas menangis lagi
Awan turun kembali
Merpati terbang ditelan sunyi
Dapatkah bencana kau rubah kenangan
Jurang kini membentang
Mungkinkah kau daki
Tanpa membentur jurang tak bertebing
PENYUNTINGAN
To Chang serta Zulfadhli Taufiq sebagai Penyunting film ini, sepertinya tidak mengalami kesulitan yang berarti, karena gambar filmis hasil karya Sinematografer Yatski Hidayat A., yang pada umumnya melalui “gerak kamera”, mengikuti gerak dan dialog panjang pemeran pada adegan.
Hal itu bukan berarti mereka hanya menyambung gambar filmis, berdasarkan urutan adegan yang runtut. Hal itu terlihat dengan nyata, terpeliharanya suasana film sesuai kebutuhan. Melalui unsur adegan, musik serta unsur bunyi lainnya.
Film “Bidadari Mencari Sayap” menjadi enak ditonton, karena hasil penyuntingan gambar yang dilakukan oleh To Chang serta Zulfadhli Taufiq, telah menjadikan menyatunya unsur pemeranan, dialog, musik film, dan unsur bunyi lainnya. Selain harmonis, juga tidak terkesan film bertempo lambat.
SUTRADARA
Aria Kusumadewa sebagai Sutradara, penulis skenario, sekaligus penulis cerita, tentu sangat paham, bagaimana mewujudkan berbagai unsur yang “tersurat dan tersirat” pada cerita, menjadi kenyataan yang tepat, dalam gambar filmis.
Tentunya melalui proses skenario sebagai “blue print” pembuatan film, dan bekerja sama dengan sinematografer, penyunting, penata musik, dan pemeran, berbagai unsur dramatik yang ada pada cerita, kemudian diungkapkan melalui teknik dan kreatifitas sinematik. Baik melalui dialog antarpemeran, maupun gambar filmis yang tersaji.
Hasilnya?
Aria Kusumadewa sebagai sutradara, penulis skenario, sekaligus pemilik cerita, dengan dukungan pekerja film lainnya, berhasil membuat film yang bagus, karena enak ditonton dan berkualitas prima.
Diproduksi Film “Bidadari Mencari Sayap”, entah itu semata-mata sebagai sarana Dakwah dengan Sinematografi atau untuk keperluan komesial, tidak menjadi masalah. Kerena pada kenyataannya film ini film bagus, baik secara gagasan maupun dari sudut penyajian sinematografis, baik dari sudut kreatif maupun teknis.
Apalagi bila mengacu dari hasil pengamatan, film ini beberapa unsurnya berkualitas prima. Seperti skenario, tata kamera, dan penyutradaraan serta tiga pemerannya yang memiliki Kualitas Prima. Tidak mengada-ada bila kemudian Film “Bidadari Mencari Sayap” ditegaskan sebagai film yang memiliki Kualitas Prima. Dengan kata lain, Film Berkelas JUARA. ***