Visualindonesia, Jakarta,-
Indonesia sebagai negara dengan potensi sumber kekayaan laut yang sangat melimpah, justru menjadi negara kedua terbesar penghasil sampah plastik ke laut setelah China. Salah satunya adalah sampah sedotan plastik yang sulit terurai dan jumlahnya bisa mencapai 93 juta setiap harinya.
Banyaknya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut, menjadi penyebab utama terkontaminasinya lautan yang ada di Indonesia. Inilah saat di mana sampah terpecah menjadi mikroplastik, termakan dan masuk ke dalam tubuh biota laut, hingga berakhir di hidangan piring masyarakat.
Pada peringatan Hari Bumi yang ke 51, dan demi meningkatkan apresiasi, kampanye, dan edukasi sosial pada masyarakat dalam memperbaiki kualitas hidup melalui seruan perbaikan kualitas lingkungan yang konsisten, Visinema Pictures merilis film bertajuk ‘Pulau Plastik’, pada Kamis (22/4/2021).
‘Pulau Plastik’, sebuah film dokumenter yang tercipta atas kerja sama Visinema Pictures dengan Kopernik, Akarumput, dan Watchdoc.
Hadir dalam acara press screening film ‘Pulau Plastik’ antara lain, Angga Dwimas Sasongko selaku Eksekutif Produser, Lakota Moira (Produser), Andre Danan Jaya (Co Produser), Gede Robi (Navicula), dan Tiza Mafira.
Film besutan sutradara Dandhy D. Laksono dan Rahung Nasution ini menggabungkan jurnalisme investigasi dan budaya populer untuk menghadirkan pendekatan baru yang menyoroti tentang persoalan polusi sampah plastik yang masih menjadi ‘PR’ besar bagi Indonesia.
“’Pulau Plastik’ bukan hanya kolaborasi para produser, film maker, dan karakternya. Tetapi juga kombinasi antara ilmu pengetahuan, aktivisme jalanan, dan seni,” terang Dandhy.
Menurutnya kolaborasi ini menjadi penting di saat alarm peringatan Darurat Sampah di Indonesia yang belum terdengar ke seluruh telinga masyarakat.
“Eksploitasi mineral secara brutal dan konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari merupakan jalan pintas menuju kehancuran planet bumi, jika kita tidak melakukan sesuatu sekarang,” tegas Dandhy.
Film ini akan membawa penonton mengikuti perjalanan vokalis band rock Navicula asal Bali, Gede Robi dan ahli biologi dan penjaga sungai asal Jawa Barat, Prigi Arisandi. Keduanya tergerak oleh masalah yang sama, yaitu polusi sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan dan minimnya kebijakan untuk mengatasi krisis tersebut.
Robi dan Prigi pun berusaha mencari dan mengumpulkan bukti tentang sejauh mana masalah sampah plastik yang sebenarnya dihadapi oleh masyarakat. Mereka pun berkeliling Jawa, bertemu dengan pakar, aktivis, hingga melakukan penelitian termasuk pada diri mereka sendiri.
“Hal ini kami lakukan atas dasar keingintahuan yang tinggi tentang dampak plastik terhadap lingkungan dan juga kesehatan bagi masyarakat,” ungkap Gede Robi.
Robi dan Prigi bertemu dengan Tiza Mafira di Jakarta, seorang pengacara muda yang mendedikasikan dirinya untuk melobi pejabat publik dan sektor swasta untuk mengubah kebijakan mereka tentang plastik sekali pakai.
Kerja sama mereka bertiga dan juga aktivis lingkungan lainnya untuk mengatasi masalah sampah plastik akan berhasil jika komunitas, pemerintah, dan perusahaan dapat bersatu dalam mengurangi ketergantungan masyarakat pada plastik sekali pakai.
“Saya sudah berusaha. Terkadang kita tidak perlu melakukan hal-hal besar. Tetapi kita bisa lakukan hal kecil dengan semangat dan cinta. Selama saya masih bisa bersuara, saya tidak akan berhenti berusaha,” terang Gede Robi.
Film yang mendapat sambutan hangat dari penonton Bali sejak hari pertama diputar pada Kamis (22/4/2021) ini, sudah bisa dinikmati di bioskop yang tersebar di beberapa kota antara lain, Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bandung mulai Kamis (29/4/2021).
(*/drel; foto ist