Visualindonesia, Jakarta,-
Industri fashion Indonesia harus menggunakan keunggulan atau kekuatan yang dimiliki jika ingin memenangkan persaingan di pasar global. Kekuatan Indonesia ada pada busana muslim dan wastra khas Indonesia, demikian diutarakan National Chairman Indonesian Fashion Chamber, Ali Charisma dalam ‘Nina Nugroho Solution’ yang dipandu desainer #busanakerjamuslimah Nina Nugroho, pada episode ke-73.
‘’Selain pasarnya yang sangat besar, hampir 300 juta warganya, pun pelaku industrinya juga bisa dibilang terbanyak di dunia, bahkan bila dibandingkan dengan negara-negara Timur Tengah sekalipun,’’ ungkap Ali Charisma.
‘Nina Nugroho Solution’ adalah acara yang ditayangkan melalui akun media sosial Instagram @ninanugrohostore setiap Sabtu sore, mulai pukul 16.00 – 17.00 wib. Acara ini merupakan bentuk kepedulian Nina Nugroho untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi wanita dengan multiperan.
Dalam episode yang membahas ‘Muslim Fashion di Event Nasional’ tersebut, lebih lanjut Ali mengatakan, karena pelaku industri busana konvensional sudah ada di setiap negara di seluruh dunia, maka persaingan sudah sangat ketat. Bila hendak bersaing di pasar global dengan mengusung busana konvensional, maka respon yang didapat tidak akan cukup baik.
‘’Kecuali kalau produk kita memang betul-betul bagus, mungkin baru akan mendapat respon yang baik, karena memang di setiap negeri sudah ada,’’ tutur Ali.
Seharusnya, lanjut Ali, bila ingin memenangkan persaingan di dunia, maka harus menggunakan kekuatan yang tidak dimiliki negara lain, yaitu busana muslim dan kekayaan wastra Indonesia. Indonesia memiliki kekayaan wastra dengan ribuan jenis kain yang bisa dikembangkan dan ditawarkan ke dunia.
Ali kemudian mencontohkan, brand terkemuka dunia, Dior, yang menggunakan kain Bali dalam produksi busananya.
Dalam kesempatan itu, Ali mendorong desainer dan brand busana muslim Indonesia untuk maju ke tingkat internasional. Busana muslim dan wastra Indonesia akan menjadi pembeda desainer Indonesia dengan desainer dari negara lain, sehingga produknya akan lebih mudah terangkat ke tingkat global.
‘’PR-nya adalah di kualitas yang harus sesuai dengan standar internasional. Produk-produk busana muslim juga bisa dipasarkan di negara-negara di Eropa dan Amerika. Kita tinggal menyesuaikan dengan kebutuhan mereka, apakah busana kerja, main, pesta atau street wear. Kita yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan mereka, bukan mereka yang kita paksakan menggunakan gaya kita,’’ ungkap Ali.
Beberapa hal yang harus dipikirkan, Ali, misalnya adalah kebutuhan akan jenis bahan tertentu, warna dan tentu saja kualitas yang prima.
‘’Alangkah baiknya kalau busana muslim dengan sentuhan kain tradisional itu bisa dipasarkan lebih jauh, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di pasar internasional. Itu kesempatan yang luar biasa. Tapi kita harus bisa lebih terbuka, bisa menerima budaya luar yang kemudian kita sesuaikan dengan budaya kita,’’ paparnya.
Dalam perbincangan dengan Nina Nugroho, yang mendesain busana Muslimah untuk professional tersebut, Ali juga menyampaikan rencana penyelenggaraan MUFFEST (Muslim Fashion Festival) mulai 11 Maret hingga pertengahan Mei 2021.
‘’Kalau melihat kondisi riil karena pandemi, memang sebaiknya berhenti dulu, tetapi panitia tahun ini berusaha bersikap seoptimis mungkin, industry busana muslim harus terus berjalan. Kami berharap MUFFEST akan memberikan pengaruh positif tidak hanya terhadap pelaku industry tetapi juga konsumen busana muslim Indonesia,’’ tutur Ali.
MUFFEST tahun ini juga jauh lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya digelar di Jakarta. Tahun ini akan digelar di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta.
‘’Target kita ingin recovering fashion brand dari pandemi covid-19. Dengan event ini diharap menjadi pemicu semangat dan kemauan orang untuk mencintai produk lokal, karena sebenarnya masyarakat masih belanja melalui online. Nah di sinilah letak kelemahan sebagian besar brand busana muslim tanah air. Mereka belum terbiasa berjualan secara online,’’ ungkap Ali.
Melalui event MUFFEST ini, IFC berharap masyarakat akan makin mencintai produk lokal. Sementara para pelaku industri juga mulai membiasakan diri dengan berjualan secara online. Dengan begitu, pasar yang sejak pandemi bergeser ke online ini juga dapat dinikmati oleh brand lokal, sebab sementara ini pasar online masih didominasi oleh brand luar yang sudah siap memasarkan produksnya secara online.
(*/dra; foto ist