Visualindonesia, Jakarta,-
Film Sejatinya sebuah tontonan yang mengandung tuntunan. Dalam hal ini, film merupakan sebuah karya kreatif yang memiliki pesan positif dan harus disampaikan kepada penontonnya karena itu harus komunikatif dan kreatif.
Sehingga pesan yang ada, mudah dipahami penontonnya.
“Keren akting ibu Tejo dalam film pendek Tilik, bibirnya jadi pengen nguncir, berhasil aktingnya membawa kita tertawa terbahak – bahak”, ungkap salah satu sekumpulan para ibu di salah satu komunitas Rukun Tetangga lewat chat WA grup, saat dimintai pendapatnya tentang film pendek Tilik ini.
Meskipun begitu harus mengandung unsur pokok film. yaitu estetika, etika dan logika apalagi, film pendek ini berjenis komedi satir tidak asal kritik.
Ada sedih, ada ketawa terbahak – bahak, ada gemes, ada lemes, kepo, ada julid, pokoknya the best movie. Gue banget nggak pura-pura. Antagonis plus protagonis.
Salut untuk tim film maker-nya. Ending nya wow nggak ketebak kan? Ternyata Pak Lurah pacarnya mbak Dian. Surprise endingnya.
Dan ternyata mbak Dian itu musang berbulu domba. Melihat film Tilik dapat dikatakan film yang utuh. Sebuah produksi film seyogyanya, mengandung unsur estetika, etika dan logika. Endingnya surprise. Dalam istilah sinematografi pay off (bayar kontan).
Penonton pasti mengira film nya sudah selesai. Tiba – tiba muncul Dian, menunjukkan apa yang digosipkan para ibu selama ini ternyata betul adanya. Meskipun Dian tidak dengan orang lain tapi ternyata selingkuhannya Pak Lurah. Mesra pakai banget adegannya.
Ternyata oh ternyata Film pendek “Tilik” (Menjenguk) bukan film kaleng – kaleng.
Dialog ending nya keren
in location
(di dalam mobil Pak Lurah) di halaman parkir RS ibu Lurah di rawat.
Tampak mbak Dian dan pria paruh baya yang pantas menjadi bapaknya – ortunya. (Ibu Tejo juga ngegosip ini di truck)
Dian dan Mas…???
(liat film nya aja ya cin) judul film pendek. “Tilik” artinya mbesuk dalam bahasa Jawa atau menjenguk dalam kaidah bahasa Indonesia.
Dian: ” Mas…
(rahasia, penonton disuruh tebak sendiri menyimak dengan penuh seksama film ini dari awal sampai akhir) .
“Saya lelah dengan hubungan yang sembunyi – sembunyi seperti ini dari Fikri. Fikri harus tau kalau bapaknya mau nikah lagi”, kata mbak Dian.
Gue ketawa ngakak, kena tipu deh gue. Keren ending-nya nggak bisa ketebak.
Dan Ibu Tejo ternyata benar, ini bukan gosip bukan hoax, ha-ha-ha, berita fakta tentunya. Tergantung dari cara kita memandang mau dari sisi mana or kacamata yang mana film ini di Apresiasi, bebas cuy.
(note: Fikri anaknya Pak Lurah menjadi berita gosip karena pacaran sama mbak Dian) .
Pantesan Ibu Lurah masuk ICU, wong bapake Fikri mau nikah lagi. Kalau mau lebih sadis ternyata ada pelakor atau duri dalam daging dalam kehidupan rumah tangga ibu Lurah (Pelakor kenapa selalu menang ya, sekalian aja kalau mau anggap film ini berdampak negatif).
Mau nonton silahkan, mau mengapresiasi silahkan, nggak mau nonton juga monggo, semua bebas cuy, ini kreatifitas yang patut kita apresiasi.
Pesan moral yang dapat dipetik dalam film pendek ini adalah bagaimana cara menyikapi teknologi komunikasi yang benar.
Jangan hanya untuk pamer, kesombongan dan gaya hidup semata, tetapi teknologi digunakan untuk mencari kebenaran informasi sehingga tidak terjebak dalam lingkaran berita hoax.
I love film pendek Indonesia budaya bangsa, salam budaya.
(novia – pemerhati film