Visualindonesia, Jakarta,-
Pusbang Film kerja bareng Pokja Film kembali menggelar Lomba Kritik Film untuk ke 3 kalinya. Lomba yang sempat menjadi acuan para produser film dan digelar berbarengan dengan penyelenggaran Festival Film Indonesia itu belakangan sudah tidak diadakan lagi oleh Panpel FFI. Namun beberapa wartawan film mencoba menghadirkannya kembali, meski diselenggarakan secara terpisah dengan hajat FFI.
“Kritik film sudah menjadi bagian tersendiri dari perfilman, karena itu kami ingin lebih mandiri. Kami ingin perhelatan kritik film menjadi fokus, dan bukan sekedar sampiran belaka.” ujar Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Film, Wina Armada Sukardi usai gelaran Lomba Kritik Film yang disiarkan langsung TVRI, Rabu (4/12).
Acara ini dihadiri oleh pejabat di lingkungan Kemendikbud, para Dewan Juri, artis dan sutradara seperti Lola Amaria, wartawan, serta siswa/i dari nomine resensi.
Sesuai dengan Undang-Undang Perfilman No. 33 tahun 2009, kritik film termasuk bagian dari Apresiasi Film. Untuk itu, Kemendikbud ikut mendorong suasana kondusif untuk melahirkan kritikus film yang berwibawa dan berkualitas.
“Saya berharap ke depan Lomba Kritik Film bisa melahirkan kritikus dari kaum Milenial, sehingga saya tidak perlu turun gunung lagi,” ujar Pemenang Kritikus Film Lomba Kritik Film 2019 yang juga Pemimpin Redaksi Visualindonesia, Hardo Sukoyo.
Sementara Wina menjelaskan, bahwa tahun ini terdapat 47 naskah kritik film untuk menjadi nomine, terjadi persaingan yang ketat untuk memperebutkan predikat kritikus film terbaik. Kritik film memegang atau menempati posisi penting dalam industri perfilman, dengan tumbuhnya budaya kritik film yang positif, industri perfilman tidak akan hanya muncul secara kuantitas saja, tetapi juga dapat membangun perfilman yang berkualitas. Persaingan tahun ini jauh lebih sengit dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Para calon pemenang terdiri dari para penulis senior yang telah malang melintang di dunia penulisan film. Kelima nomine itu menulis dan menganalisis 5 judul film yang berbeda, mereka adalah Isma Savitri (Diponegoro dalam Senyap); Ade Irwansyah (Ada Apa dengan Ahok dan Harun); Hardo Sukoyo (Menguak Tabir Cinta Terlarang Film: Ave Mariam); R.M. Risang Suryo Hapsoro (Film Bumi Manusia yang Mengecewakan Riviu Mendalam Tujuh Divisi Produksi) dan M. Aditya Pratama (Keluarga Cemara 2019: Rasa Duka dan Transformasi yang Menyelimuti).
Bersamaan dengan pengumuman pemenang kritik film, juga diumumkan lomba penulisan artikel film. Sebelumnya juri yang terdiri dari Remy Sylado, Lola Amaria, Nurman Hakim, Maman Wijaya dan Wina Armada Sukardi telah menerima 37 naskah yang dipilih menjadi 5 nomine, mereka adalah: Sugeng Satya Dharma (Film Indonesia dalam Tiga Orde Kekuasaan); Andi Baso Jaya (Ikhtiar Menggenjot Produk Film Untuk Anak-anak); Dwiki Aprilnaldi (Sesudah Angan-angan Nasionalis, Kemudian Apa?); Galih Pangestu (Memikirkan Seksualitas Altematif Melalui Kucumbu Indah Tubuhku) dan Dwiki Aprilnaldi (Melihat Sinema Korea Selatan Bekerja).
Berbeda dengan kedua lomba lainnya, pemenang lomba resensi penulis perfilman yang melibatkan pelajar ditentukan setelah wawancara langsung oleh Dewan Juri setelah menerima 31 naskah dan terpilih 5 nomine, mereka adalah: Daniel Damanik (Film: Bali Beats of Paradise Bukan Film tentang Bali?); Gladys Izza Olivia (Mantan Manten: Keiklasan Mantan Batal Manten); Arif Rizki Firdaus (Tak Ada Harta yang Paling Bernilai Selain Keluarga); Tasya Nabila (Asal Kau Bahagia: Reinkarnasi Cerita Film di Layak Perak) dan Marshal Bahkti (Orang Kaya Baru: Film Udik yang Unik Nan Asyik).
Selain Hardo Sukoyo, Dwiki Aprilnaldi dengan artikel ‘Sesudah Angan-angan Nasionalists, Kemudian Apa? Dinyatakan sebagai pemenang penulisan artikel film terbaik, dan Daniel Damanik (‘Film Bali: Beats of Paradise Bukan Film tentang Bali?’) sebagai pemenang lomba resensi film pelajar terbaik.
Dewan Juri Artikel Perfilman terdiri dari: Bre Redana, Masmimar Mangiang, Firman Bintang, Arifin dan Benny Benke. Lalu Dewan Juri Resensi Perfilman terdiri dari: Niniek L Karim, Yan Widjaya, Dimas Supriyanto, Shandy Gasella dan Dewi Puspa.
(sb/mm; foto byl