Visualindonesia, Jakarta,-
Wacana melebur Kepemimpinan BP Batam dengan Wali Kota Batam menurut Pakar Kebijakan Publik, Danang Girindrawardana, adalah kebijakan yang salah kaprah. Bahkan Fahri Hamzah mencurigai ada yang ingin mengambil keuntungan dalam kebijakan ini.
BP Batam hadir dengan harapan menjadi gerbang ekspor impor untuk mendongkrak investasi dan industrialisasi. Contoh Hanoi dan Penang, kawasan industrinya diserahkan ke Pemerintah daerah tapi kelembagaannya kuat. Jika ada masalah maka langsung bisa ke pusat, tidak perlu lobi-lobi dulu. Kita sekarang bicara Indonesia yang birokrasinya berbelit-belit.
Pengurus BP Batam yang punya ekspektasi besar terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional. Apakah relevan jika di kelola oleh Wali Kota? Belum lagi di Indonesia rentan terjadi benturan komplikasi kewenangan yang diakibatkan adanya undang-undang otonomi daerah.
Menurut mantan Ketua Ombudsman Indonesia ini, negara memiliki harapan besar terhadap BP Batam sebagai dongkrak ekonomi nasional. “Tapi jika dikelola oleh daerah, sementara daerah jika ada tekanan dari pusat langsung ciut. Belum lagi, pengambilan kebijakannya harus lobi sana-sini. Ini tidak logis pasti ada apa-apanya, dan banyak kepentingan dibelakangnya,” kata Danang di Jakarta, Jumat (11/01/2019).
Rencana pemerintah peleburan itu juga menjadi perhatian khusus Wakil Ketua DPR RI yang mencurigai adanya upaya mengambil alih BP Batam melalui Wali Kota Batam yang nota bene politisi Partai Nasdem.
Hal itu diungkapkan Fahri Hamzah kepada wartawan di gedung DPR RI, Senayan. Menurut Fahri, peleburan BP Batam dan Wali Kota jelas bertentangan dengan Hukum karena kedua badan tersebut diatur oleh undang undang yang berbeda. BP Batam memiliki undang-undang sendiri yang terkait dengan kawasan Free Trade Zone (FTZ), Sementara Wali Kota ada undang-undang tentang daerah.
“BP itu undang-undang khusus Free Trade Zone (FTZ), Wali Kota ini undang-undang khusus, undang-undang otonomi daerah. Ini kalau mau digabung, tidak bisa digabung dengan Peraturan Pemerintah (PP), dia harus digabung dengan undang-undang. Apalagi penggabungannya aneh, dia mau digabung Wali Kota ex officio menjadi kepala otorita. Ketua otorita ini pejabat pusat, jadi kayak Kepala Desa merangkap Menteri Desa. Nggak boleh begitu dong,” ujar Fahri.
Menurut Fahri ada tiga isu dalam kasus ini. Ada isu ekonomi, perubahan yang dirancang ini bisa mengganggu konsentrasi investor, yang kedua secara politik ini kan merugikan, apalagi menjelang Pemilu. “Biarkan saja begitu. Jangan ada perubahan dulu,” tegasnya.
Lebih jauh Fahri mengatakan, kalau mau mengevaluasi personalia dan kinerja silahkan, kerena itu rutin dan menjadi kewenangan dewan kawasan. “Nah yang ketiga kebijakan itu akan bertentangan dengan hukum karena status dari dua undang-undang yang ada,” jelasnya.
Fahri mencurigai rencana pemerintah yang tidak melalui kajian mendalam ini merupakan sebuah agenda tersembunyi dari segelintir orang di rezim ini yang ingin mengambil keuntungan.
“Saya kira ada yang mencurigakan. Ada orang yang mau memakai jabatan Wali Kota untuk menguasai otorita atau badan lain. Gak boleh sembarangan diambil alih,” tandas Fahri.
Fahri juga mengingatkan pemerintah, bahwa perubahan yang akan dilakukan ini akan mengganggu iklim investasi di Batam yang belakangan menunjukan trend peningkatan. “Perubaban yang mereka lakukan pasti akan mengganggu investor. Secara politik ini mengganggu. Jadi biarkan saja jangan ada perubahan,” ungkapnya.
Menurut Fahri, pengusaha pasti akan bingung dan saya kira ini ada yang mencurigakan. Ada orang yang ingin memakai jabatan Wali Kotanya untuk menguasai otorita. Itu badan lain, tidak boleh sembarangan diambil alih.
“Kalau merombak aturan untuk memberikan jabatan kepada orang yang sebenarnya berada di bawah itu, itu bisa bahaya,” tendasnya.
(ril/ayen; foto ist