Visual Indonesia, Jakarta,-
Hari Jumat 30 Maret 2018, tepat 11 tahun ketika dunia Musik Indonesia berduka, karena Sang Legenda, Chrisye, yang bersuara lembut itu, meninggal dunia dalam usia 57 tahun. Chrisye yang bernama asli Chrismansyah Rahadi, meninggal dunia Jumat 30 Maret 2007, pukul 04.00 WIB di kediamannya, Jalan Asem II nomor 80, Cipete, Jakarta Selatan. Jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Umum Jeruk Purut, Jakarta Selatan, hari itu juga.
Penyanyi legendaris kelahiran Jakarta, 16 September 1949, yang telah merilis 31 album rekaman itu, meninggal akibat sakit kanker paru-paru yang telah lama dideritanya.
Dunia musik Indonesia berduka, karena sangat bisa diduga bahwa berbagai kalangan musik di Indonesia sangat merasakan kehilangan, ketika sang legenda, Chrisye, sebagai sosok yang sangat profesional di bidang musik dan sangat menghargai semua orang yang berada di sekitarnya itu, telah meninggal dunia.
Bahkan untuk mengenang Sang Legenda, Chrisye, telah dirilis film biopik berjudul “Chrisye” pada 17 Desember 2017 lalu.
Film “Chrisye” yang digarap Rizal Mantovani, produksi MNC Pictures dan Vito Global Visi itu, menceritakan sosok Chrisye dari sudut pandang sang istri, Damayanti Noor, anak-anaknya, orang tua, rekan dan sahabat, pada babak-babak kehidupan Chrisye dari 1973 sampai dengan tahun 2007.
Plot film tersebut mengetengahkan tentang perjalanan karier sang legenda musik Indonesia, Chrisye sejak masih remaja yang terus berjuang dalam bermusik, meskipun sang ayah menginginkan dia untuk menjadi insinyur.
Diam-diam, Chrisye terus mendalami musik tanpa sepengetahuan ayahnya, yang akhirnya dia dapat membuktikan popularitasnya lewat karya yang dia ciptakan, “Aku Cinta Dia” dan merupakan album terlaris sepanjang masa, bukti sebuah karya yang sangat luar biasa.
Kegelisahan selalu menghampirinya dalam pencapaian jati diri seorang Chrisye. Kemudian dia menikah dengan Gusti Firoza Damayanti Noor atau lebih dikenal dengan Damayanti Noor, dan setelah itu pandangan hidupnya mulai berubah dengan cakrawala yang baru. Kemudian Chrisye melakukan suatu perjalanan menuju Banjar untuk berguru, dan dalam perjalanannya yang merupakan bagian terpenting dalam hidup Chrisye, akan pencarian makna dan arti kehidupan.
Sederet pemain berperan dalam film ini. Mereka adalah Vino G. Bastian sebagai Chrisye, Velove Vexia sebagai Damayanti, Dwi Sasono sebagai Guruh Soekarno Putra, Teuku Rifnu Wikana sebagai Gauri Nasution, Verdi Solaiman sebagai A Ciu, Ali Mensan sebagai Sinyang, Hetty Rekoprodjo sebagai Tante Cia, Roby Tremonti sebagai Jay Subiyakto, Arick Ardiansyah sebagai Sys NS, Irsyadillah sebagai Addie MS,Pieter Taslim sebagai Hendra Priyadi, Cholidi Asadil Alam sebagai Surya, Andi Arsyil Rahman sebagai Erwin Gutawa, Tria Changcuters sebagai Eddy Sud, Pasha Chrismansyah sebagai Vicky, Ray Sahetapy sebagai ayah Chrisye, Fuad Idris sebagai Taufik Ismail, Ayu Dyah Pasha sebagai Ibu Yanti, Fendy Chow sebagai Joris, dan Neni Anggraeni sebagai Bu Acin.
Seperti diberitakan oleh berbagai media, Senior Officer Promo Event MNC Picture, Gamal Anggara mengakui, sambutan masyarakat di Indonesia terkait film buatannya, tentang kehidupan legenda musik Tanah Air Chrisye mendapatkan respon dan antusias baik selama lima hari sejak mulai ditayangkan perdana lalu.
“Sejak lauching film ini, antusias masyarakat baik mulai dari gala premier sampai sekarang. Mulai dari pejabat dan sejumlah public figure negeri ini hingga semua kalangan sudah menontonnya, begitu juga para artis dan musisi,” ungkap Gamal, dalam sebuah kesempatan, Senin 11 Desember 2017.
“Terakhir, pada Minggu 10 Desember kemarin, saat menggelar acara nobar di salah satu Mall daerah Depok dijadwal show terakhirnya pukul 21.00 wib, antusias penonton luar biasa karena dari jumlah bangkunya sebanyak 80 persen terisi,” sambung Gamal.
Lebih jauh, Gamal menambahkan, demi lebih meningkatkan antusias masyarakat untuk menonton film ini, kegiatan nobar MNC Picture pun terus dijalani dengan menggaet artis untuk menjadi talentnya di setiap acara.
Diungkapkan oleh Gamal jumlah masyarakat Indonesia yang telah menyaksikan film ini angkanya terus bergerak, dan updatenya terus diberikan kepadanya.
Informasi terakhir yang kami terima, jumlahnya sudah mencapai 112 ribu penonton,” tandasnya.
***
Berkaitan dengan tulisan “Mengenang Sang Legenda, 11 Tahun Kepergian Chrisye agar lebih “memiliki warna”, penulis telah menyarikan dan mengutip untuk diketengahkan kembali, beberapa tulisan dari media daring dan surat kabar yang ada. Di antaranya ialah, Antaranews.com, Jumat, 30 Maret 2007 08:28 WIB, yang memberitakan bahwa Chrisye merintis kariernya di dunia musik dengan bergabung dalam Band “Sabda Nada” di tahun 1968. Sebuah band yang berdiri pada 1966, dengan formasi awalnya adalah Ponco Sutowo, Gaury Nasution, Joe-Am, Eddy, Edit, Roland dan Keenan Nasution.
Riwayat “Sabda Nada” tidak berumur panjang. Grup ini bermetamorfosis menjadi “Gipsy” pada 1969, seiring dengan perubahan para personelnya. “Gipsy” awalnya digawangi oleh Gauri Nasution (gitar), Onan (kibor), Tammy (trumpet/sax), Keenan Nasution (drum), Atut Harahap (vokalis) dan Chrisye sebagai pemain bass.
Mereka sempat menggelar “Gipsy Concert” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 1970, dengan bintang tamu Mus Mualim. Di tahun 1971, formasi personel band berubah. Kali ini dengan hadirnya Adji Bandi, Lulu dan Rully Djohan. Pada tahun yang sama, “Gipsy” terbang ke New York dan menjadi homeband di Ramayana Restaurant selama kurang lebih satu tahun (1971-1972).
Masih di New York, Chrisye sempat bergabung dengan Band “The Pro’s” dengan para personelnya adalah Broery Marantika, Dimas Wahab, Pomo, Ronnie Makasutji dan Abadi Soesman. The Pro’s juga merupakan salah satu homeband yang mengisi acara di Ramayana Restaurant.
Sekembalinya ke Indonesia, Chrisye bersama “Gipsy” berkolaborasi dengan Guruh Soekarnoputra, membuat album rock yang sangat luar biasa, bertajuk “Guruh Gipsy”. Lewat album tersebut, mereka memadukan unsur-unsur tradisional gamelan Bali dan instrumen konvensional. Selepas mengerjakan album tersebut, pada 1977 Chrisye memutuskan untuk bersolo karier dan menghasilkan album-album rekaman dengan materi lagu-lagu yang ditulisnya sendiri maupun oleh teman-teman dekatnya.
Tembang “Lilin-Lilin Kecil” karya James F. Sundah dinyanyikannya dan memenangi Lomba Karya Cipta Lagu Remaja Prambors (LCLR) pada tahun itu, dan lagu ini sempat menjadi hit kembali, ketika direkam ulang oleh Chrisye pada 1992.
Album Chrisye lain, “Lilin-Lilin Kecil” (1976), “Jurang Pemisah” (1977), “Badai Pasti Berlalu” (1978), “Sabda Alam” (1979), “Percik Pesona” (1980), “Puspa Indah Taman Hati” (1981), “Pantulan Cinta” (1983), “Resesi” (1983), “Metropolitan” (1984), “Nona” (1984), “Sendiri” (1985), “Aku Cinta Dia” (1985), “Hip Hip Hura” (1986), “Nona Lisa” (1987), “Jumpa Pertama” (1988), “Hening”, “Kidung” (1989), “Pergilah Kasih” (1992), “Cintamu T’lah Berlalu” (1993), “Sendiri Lagi” (1994), “Kesan Dimatamu” (1996), “AcoustiChrisye” (1997), “Kala Cinta Menggoda” (1999), dan “Badai Pasti Berlalu” (Re-recorded).
Lalu pada 2001 mengeluarkan album “Konser Tur Legendary” yang disusul album “Dekade” pada tahun 2002, dan album “Senyawa” pada 2004.
Sejumlah penghargaan juga mengiringi karir Chrisye, antara lain Juara Pertama dalam ajang “Enka Song Festival” pada 1986 yang diadakan oleh Fuji TV, Tokyo, Jepang. Pada 1990 Video Klip “Pergilah Kasih” menjadi Video Klip Indonesia Pertama yang ditayangkan di MTV Hongkong.
Di tingkat nasional, sejumlah penghargaan diraihnya, seperti empat Piringan Emas untuk album, “Sabda Alam” (2 buah), “Aku Cinta Dia”, “Lagu Cinta” (sebagai pencipta lagu) yang dibawakan oleh Vina Panduwinata.
Kemudian, empat Piringan Perak untuk album “Hip Hip Hura”, “Resesi”, “Metropolitan” dan “Sendiri”. Video Klip “Sendiri Lagi” juga terpilih sebagai Video Klip Favorit dan Terbaik, pada episode Video Musik Indonesia, episode ke-5.
Selain itu, lima dari delapan belas album solo yang telah dirilisnya berhasil mendapatkan penghargaan musik paling bergengsi di Indonesia yang diadakan oleh perusahaan yang memproduksi pita kaset, HDX dan BASF. Di antaranya album “Aku Cinta Dia”, “Hip Hip Hura”, “Kisah Cintaku”, “Pergilah Kasih”, dan “Cintaku T’lah Berlalu”.
Sedangkan sebuah tembang yang diciptakan Chrisye dan diberi judul “Lagu Cinta”, yang dibawakan oleh Vina Panduwinata berhasil mendapat penghargaan sebagai Lagu Terbaik oleh BASF.
Tahun 1995, BASF Award menyerahkan penghargaan BASF Legend Award kepada Chrisye atas pengabdiannya terhadap musik Indonesia. Selain mencatat sebagai penyanyi pop yang sangat sukses, Chrisye juga tercatat sebagai pencipta lagu.
Ada lebih dari 80 lagu ciptaannya. Yang pasti, beberapa lagu ciptaan Chrisye menjadi hit dibawakan oleh antara lain: Vina Panduwinata, Tika Bisono, Andi M. Matalatta, Utha Likumahua. Pada 1981 Chrisye pernah ikut berakting dalam sebuah film berjudul “Seindah Rembulan”.
Sementara itu Kapanlagi.com (Senin, 02 April 2007 09:16) memberitakan bahwa Chrismansyah Rahardi alias Chrisye meninggal secara Khusnul Khotimah. Senyum di wajah sang legenda menjadi bukti. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, beliau sudah mengetahui kapan akan meninggalkan dunia fana ini. Sebelumnya Chrisye mengatakan pada ustadznya hari Jum’at merupakan hari terakhir ia menghirup udara kehidupan. Ini diungkapkan istri almarhum, Damayanti Noor, (1/4) di Bilangan Cipete. “Soal meninggalnya Mas Chrisye di hari Jum’at, sebenarnya Mas Chrisye pernah berbicara dengan ustadz, dan Alhamdulillah terkabul,” ungkap Damayanti yang didampingi Rizqia Nur Anisa, putri tertua Chrisye.
“Saya merasa Mas Chrisye sudah lulus ujian, justru saya dan anak- anak yang belum lulus ujian,” imbuhnya.
Damayanti sendiri tidak pernah merasakan firasat kapan suaminya akan meninggalkan dirinya dan anak-anak. Hanya saja dalam dua minggu menjelang tarikan nafas terakhir terasa ada yang lain khususnya dalam dua hari terakhir almarhum terlihat lebih segar dari biasanya.
“Mas Chrisye tidak sempat kasih pesan dan ini memang sudah tanggungjawab saya terhadap anak-anak. Allah sudah mengambil Mas Chrisye, pasti Allah akan merawat saya dan anak-anak,” ujar Damayanti, tabah.
Selain meninggalkan istri, Chrisye juga meninggalkan keempat anak-anaknya yang mulai tumbuh dewasa, Rizqia Nur Anissa, Risty, serta si kembar Pasha dan Masha.
Sedangkan rubrik Seputar Musik pada scdc.binus.ac.id/band/2017/04/fakta-fakta-tentang-sang-chrisye, menulis di antaranya; Chrisye yang bernama lengkap Chrismansyah Rahardi ini dilahirkan dari keluarga Tionghoa-Indonesia di Jakarta, 16 September 1949; Sejak kecil, Chrisye telah tertarik dengan dunia musik. Sewaktu duduk di bangku SD, Chrisye mulai mendengarkan piringan hitam milik ayahnya; dia bernyanyi mengiringi lagu-lagu Bing Crosby, Frank Sinatra, Nat King Cole, dan Dean Martin. Saat Chrisye duduk di bangku SMA, Beatlemania tiba di Indonesia.
Ini membuat Chrisye lebih tertarik dengan dunia musik; Menanggapi kehendak Chrisye untuk bermain musik, ayahnya membeli sebuah gitar; Chrisye memilih gitar bas, sebab dia beranggapan bahwa gitar tersebutlah yang paling mudah dipelajari; Dia berambut gondrong selama sebagian besar kariernya, hingga kemoterapi membuat semua rambutnya rontok; Sewaktu SMA, Chrisye diam-diam mulai merokok. Pada suatu saat dia ditangkap kepala sekolah dan disuruh merokok delapan batang secara bersamaan di depan siswa-siswi lain, tetapi dia tetap terus merokok sehingga menjadi perokok berat.
Chrisye mempunyai pengalaman bermain musik di Amerika Serikat pada tahun 1971 bersama band “Gipsy”. Selama di New York, “Gipsy” manggung di Ramayana Restaurant, milik Pertamina. Band itu, yang ditempatkan di suatu apartemen di Fifth Avenue, berada di New York untuk hampir satu tahun. Mereka menyanyikan lagu-lagu Indonesia serta versi daur ulang dari lagu Procol Harum, King Crimson, Emerson, Lake & Palmer, Genesis dan Blood, Sweat & Tears. Biarpun Chrisye merasa frustrasi karena tidak dapat mengekspresikan diri dengan musik orisinal, dia tetap bekerja.
Pada awal tahun 1981, Chrisye mendekati sekretaris Guruh Soekarnoputra, yaitu Gusti Firoza Damayanti Noor (Yanti). Pada tanggal 12 Desember 1982 Chrisye dan Yanti menikah di suatu acara bergaya adat Padang.
Terdorong oleh keadaan finansialnya yang kurang baik, awal tahun 1983 Chrisye mulai menggarap album baru bersama Eros dan Jockie. Album yang dihasilkan, “Resesi”, mencampurkan art rock dengan pop romantis, serta menarik Ilham dari “The Police” dirilis pada tahun 1983. Album ini laris di pasar, dengan 350.000 keping terjual dan akhirnya disertifikasi perak; singelnya sendiri, “Lenny”, “Hening”, dan “Malam Pertama”, banyak diputar di radio.
Biarpun tiga albumnya telah laris di pasar, Chrisye dan keluarganya masih dalam keadaan finansial yang sulit, sehingga dua kali mereka harus menjual mobil mereka. Ini membuat Chrisye mempertimbangkan berhenti dari dunia musik, walaupun akhirnya memutuskan untuk lanjut.
Lagu “Pergilah Kasih” yang ditulis oleh Tito Sumarsono digunakan untuk video klip Chrisye pertama. Video klip perdana ini menjadi klip Indonesia pertama yang ditayangkan di MTV Asia Tenggara. Klip untuk “Sendiri Lagi” terpilih sebagai klip Indonesia terbaik sepanjang masa pada acara Video Musik Indonesia.
Pada bulan Juli 2005 dibawa ke Rumah Sakit Pondok Indah karena sesak nafas. Setelah 13 hari dirawat, dia dipindahkan ke Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura, di mana dia dinyatakan mengidap kanker paru-paru. Walau khawatir bahwa dia akan kehilangan rambutnya yang gondrong, yang dia anggap sebagai bagian citranya, dia menjalani kemoterapi enam kali, dengan perawatan pertama pada tanggal 2 Agustus 2005.
Menurut data dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia, “Badai Pasti Berlalu” tahun 1977 adalah album Indonesia paling laris urutan kedua, dengan sembilan juta keping terjual antara tahun 1977 dan 1993.
Dalam biografinya, Chrisye mencatat bahwa dia sering makan di warung tenda sampai setelah menikah dan sering bingung ketika orang meremehkan hal tersebut.
Setelah dia menikah dengan Yanti, istrinya itu berhenti karier bernyanyi supaya bisa menjadi ibu rumah tangga. Setelah pasangan itu memiliki anak, kadang-kadang Chrisye tidak dapat menghabiskan waktunya bersama mereka, karena terlalu sibuk manggung atau merekam album; namun, dia berusaha untuk mencuri waktu, bahkan menjemput anak-anak dari sekolah. Pada sebuah wawancara pada tahun 1992, Chrisye menyatakan bahwa anak-anaknya tidak ingin menjadi artis seperti orang tua mereka sebab mereka sudah merasakan tekanan karier itu.
Chrisye menerima banyak penghargaan selama kariernya. Pada tahun 1979 dia terpilih sebagai Penyanyi Pria I Kesayangan Angket Siaran ABRI. Album “Sabda Alam” dan “Aku Cinta Dia” diberi sertifikasi emas, dan “Hip Hip Hura”, “Resesi”, “Metropolitan”, dan “Sendiri” disertifikasi perak.
Chrisye menerima tiga BASF Awards, yang diadakan pembuat compact cassette BASF sampai pertengahan tahun 1990-an, untuk album paling laris; yang pertama diterima pada tahun 1984 untuk “Sendiri”, lalu yang kedua pada tahun 1988 untuk “Jumpa Pertama” dan yang terakhir pada tahun 1989 untuk “Pergilah Kasih”.
Dia juga menerima BASF Lifetime Achievement Award pada tahun 1994 untuk sumbangannya di dunia musik Indonesia; pada tahun yang sama dia menerima penghargaan sebagai Penyanyi Rekaman Terbaik. Pada tahun 1997 dia menerima penghargaan Anugerah Musik Indonesia (AMI) untuk Penyanyi Pop Pria Terbaik. Tahun berikutnya, album “Kala Cinta Menggoda” menang sembilan AMI, termasuk Album Terbaik; Chrisye sendiri menerima penghargaan sebagai Penyanyi Pop Pria Terbaik, Penyanyi Rekaman Terbaik, dan Perancang Grafis Terbaik (bersama dengan Gauri). Pada tahun 2007, setelah dia sudah meninggal, dia menerima penghargaan SCTV Lifetime Achievement Award pertama, yang diterima oleh putrinya Risty.
Seratus hari setelah meninggalnya Chrisye, Musica mengeluarkan dua album kompilasi. Album ini, dengan judul “Chrisye in Memoriam – Greatest Hits dan Chrisye in Memoriam – Everlasting Hits”, termasuk empat belas lagu per keping dari sepanjang kariernya bersama Musica.
Singel Chrisye terakhir, “Lirih”, yang ditulis oleh Aryono Huboyo Djati, diluncurkan setelah lebih dari 1 tahun meninggalnya Chrisye. Lagu tersebut mula-mula dirahasiakan, dan tanggal perekamannya tidak diketahui. Menurut Djati, lagu itu direkam sebagai hiburan.
***
CNN Indonesia, Sabtu (09/12/2017 12:11 WIB) menulis bahwa saat hendak menikahi pujaan hatinya, Chrisye pernah membuat sebuah janji. Dia bakal bertanggungjawab untuk menjaga dan menafkahi keluarganya kelak.
Setelah menikah pada 1982, Chrisye berjuang menepati janji itu. Sang legenda berusaha susah payah hidup dari musik, jalan yang sudah dipilihnya.
Hampir setiap hari, dia menghabiskan waktunya bersama gitar atau piano di studio musik atau ruang kerjanya. Selain hobi, dia melakukannya demi meracik karya yang bisa memberi pemasukan untuk menyambung hidup.
Hasil penjualan lagu atau album itu langsung diserahkan ke istri tercinta, Damayanti Noor. Satu demi satu jerih payah itu terbayarkan. Setelah sempat tinggal di rumah orang tua selama enam tahun, Chrisye akhirnya berhasil membangun rumahnya sendiri.
Ketika jemu bermusik, Chrisye bahkan pernah mencoba pekerjaan lain di bidang cargo demi tetap mendapat penghasilan. Maklum, pelantun Badai Pasti Berlalu itu merupakan tulang punggung keluarga untuk istri dan keempat anaknya. Istri Chrisye, Yanti membantu sedikit penghasilan dari hasil usaha membuka jasa jahit kecil-kecilan di rumah.
Usaha lain di luar musik, nampaknya tak begitu cocok dengan Chrisye. Dia balik lagi bermusik dengan membuat konser tunggal pada 1994. Itu merupakan konser tunggal perdana bagi penyanyi Indonesia.
Lagu dan album kembali diciptakan sampai jelang kematiannya 11 tahun lalu. Dia tak pernah berhenti berkarya dan menafkahi keluarganya.
Chrisye bahkan masih menepati janjinya untuk bertanggung jawab terhadap keluarga walau jasadnya telah tiada. Dia masih menjadi tulang punggung keluarga setelah kematiannya.
“Tetap [menafkahi], Chrisye. Kami tetap hidup dari Chrisye,” kata Yanti saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Ditinggal selamanya oleh sang pencari nafkah utama, Yanti mengaku hidupnya menjadi sulit. Namun, ternyata Chrisye tak pernah benar-benar meninggalkan Yanti.
Dia masih menafkahi keluarganya lewat mahakarya yang telah diciptakannya. Yanti masih menerima pemasukan dari royalti atau hasil penjualan album.
Tiap tahun, Yanti juga tak pernah absen menerima ajakan atau undangan membuat proyek tentang Chrisye seperti konser. Dari hasil acara mengatasnamakan Chrisye itu, meski tak mematok harga, Yanti mendapatkan pundi-pundi.
“Begitu Chrisye meninggal, saya patenkan hak cipta atas kekayaan intelektual Chrisye. Tapi tidak saya hargai, tapi secara hukum saya kuat. Jadi itu agar orang enggak seenaknya pakai nama Chrisye,” tutur Yanti.
Yanti juga beberapa kali mencoba usaha lain. Namun, tetap saja usahanya berujung kepada Chrisye. Yanti bercerita pernah mencoba berusaha menjadi agen asuransi.
Di tengah perjalanan, dia mendapat kabar bahwa film yang direncanakan untuk Chrisye bakal digarap oleh sebuah rumah produksi. Alhasil, Yanti meninggalkan pekerjaannya itu dan membuat proyek film Chrisye. Film itu rilis sejak Kamis (7/12/2017) lalu.
Film ini pula yang membuat Yanti kembali merindukan sosok Chrisye sebagai kepala rumah tangga.Chrisye seolah menjadi sosok pelindung abadi bagi Yanti dan keempat anaknya.
Suatu saat, Almarhum Chrisye sang penyanyi legendaris Indonesia minta Taufiq Ismail untuk menuliskan syair religi untuk satu lagunya. Dan disanggupi sebulan. Ternyata, minggu pertama macet, tidak ada ide. Minggu kedua macet, ketiga macet hingga menjelang hari terakhir masih juga tidak ada ide. Demikian Tribun-Timur.com (Minggu, 17 Desember 2017 19:01) menulis.
Taufiq gelisah dan berniat telpon Chrisye dan bilang, “Chris maaf, macet!”. Namun di malam harinya, Taufiq mengaji. Ketika sampai ayat 65 surat Yaasiin dia berhenti. Makna ayat ini tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa, kata Taufiq. Dan segera dia pindahkan pesan ayat tersebut ke dalam lirik-lirik lagu.
Ketika pita rekaman itu sudah di tangan Chrisye, terjadi hal yang tidak biasa. Ketika berlatih di kamar, baru dua baris Chrisye menangis, mencoba lagi, menangis lagi. Dan begitu berkali-kali. Menurut Chrisye, lirik yang dibuat adalah satu-satunya lirik paling dahsyat sepanjang karirnya. Ada kekuatan misterius yang mencekam dan menggetarkan.
Setiap menyanyi dua baris, air mata sudah membanjir. Yanti, istri Chrisye, sampai syok melihat hal tidak biasa tersebut. Lirik lagu tersebut begitu merasuk kalbu dan menghadapkan kenyataan betapa manusia tidak berdaya ketika hari akhir tiba.
Sepanjang malam dia gelisah, lalu ditelponlah Taufiq dan diceritakan kegelisahannya. Taufiq mengatakan bahwa lirik lagu tersebut diilhami surat Yaasiin: 65. Disarankan kepada Chrisye, agar tenang.
Di studio rekaman hal itu terjadi lagi. Chrisye mencoba, tetapi baru dua baris sudah menangis. Dan berulang kali hasilnya sama. Erwin Gutawa yang menunggu, sampai senewen. Yanti lalu shalat untuk khusus mendoakannya. Akhirnya dengan susah payah, Chrisye berhasil menyanyikannya hingga selesai.
Rekaman itu sekali jadi, tidak diulang karena Chrisye tak sanggup menyanyikannya lagi. Isi surat YaSiin ayat 65 adalah sbb :
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
” Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
Menurut Yanti sejak itu Chrisye tidak pernah lagi meninggalkan sholat dan tidak pernah sanggup menyanyikan lagu itu lagi.
***
“The Last Words of Chrisye” menurut Kompas.com (08/05/2010, 00:09 WIB) adalah buku yang ditulis Alberthiene Endah (AE), yang mengupas tentang pergulatan batin penyanyi legendaris Chrisye di ujung hidupnya. Ya, sebelum kepergiannya, Chrisye, penyanyi yang wafat pada 30 Maret 2007 karena penyakit kanker paru-paru itu, membeberkan segala hal yang selama ini dikuburnya dalam-dalam. Bahkan, Damayanti Noor, istri mendiang Chrisye, begitu terkaget-kaget ketika di ujung akhir hayatnya, Chrisye begitu sangat terbuka dan mau blak-blakan membeberkan kisahnya kepada AE.
“Jadi dalam buku ini paling tidak dia (Chrisye) bisa jujur kepada dirinya, walaupun aslinya dia tidak mau terbuka, tapi dia mau bicara,” papar Yanti, sapaannya, seusai peluncuran buku The Last Words of Chrisye di Plaza Senayan Jakarta, Jumat (7/5/2010).
Menurut Yanti, suaminya yang tertutup itu tanpa diminta justru lebih terbuka menjelang akhir hidupnya.
“Dan itu betul-betul kemajuan bahwa pendiamnya dia tidak selalu membawa kebaikan buat dirinya maupun bagi orang lain. Sampai dia tulis, ‘Kalau saya terlahir kembali, saya ingin jadi orang terbuka,” kenang Yanti.
Selalu ada proses dalam hidup. Dan itu, lanjut Yanti, dilalui Chrisye justru ketika penyakit paru-paru mulai menggerogoti raganya.
“Dia bisa berproses seperti itu karena sakitnya, jadi dia mensyukuri, dan saya pun mensyukuri bisa mengalami perjalanan hidup yang belum tentu orang lain mengalami,” ungkapnya.
Dari situ pula, Yanti akhirnya banyak tahu bahwa Chrisye semasa hidupnya sempat berseteru dengan sahabatnya sendiri, musisi Yockie Suryoprayogo dan Eros Djarot, dalam hal bermusik.
“Saya akhirnya tahu ada masalah yang belum terselesaikan antara Jockie, Eros, dan Chrisye. Justru biasanya dia tidak mau bicara soal itu,” ulas Yanti.
Yanti berharap kisah hidup yang dilalui Chrisye dan dituangkan lewat “The Last Words of Chrisye” akan memberi manfaat dan pembaca bisa memetik hikmahnya.
“Saya berharap siapa yang membaca buku ini dengan mata hati mereka akan mendapat sesuatu yang memang harus kita syukuri. Jadi jangan lihat sosok Chrisye-nya, tapi justru di balik itu. Chrisye hanya sebagai contoh yang ditulis AE. Buat saya semua sudah suratan bagi saya untuk melewati ini semua,” papar Yanti.
Sebagai seseorang yang mendampingi hingga akhir hayatnya, Yanti menaruh bangga dan bahagia bisa menjalani hidup bersama Chrisye hingga dikaruniai empat orang anak.
“Meskipun dia seorang yang pendiam, tidak terbuka, tapi anugerah Tuhan atas suaranya dia itu yang bisa membuat orang lain begitu senang,” tandasnya.
Tanpa terasa lima tahun sudah legenda musik Indonesia Chrisye meninggal. Itu karena karya-karyanya masih begitu lekat di hati wartawan dan penggemarnya. Karya-karya yang tak pernah mati. Maka, untuk memperingati kepergian sang maestro musik pop itu, diluncurkan buku bertajuk Chrisye: Kesan di Mata Media, Sahabat dan Fans. Demikian Pos Kota (Kamis, 29 Maret 2012) menulis.
Lebih lanjut Pos Kota memberitakan, buku tersebut disusun oleh Nini Sunny, Dudut Suhendra Putra (fotografer), Muller Mulyadi (design graphis), dan rekan-rekan media yang pernah menulis perjalanan karir dan hidup Chrisye.
Menurut produser pelaksana Ferry Musrsyidan Baldan, buku tersebut adalah sebuah buku biografi tentang seniman besar bernama lengkap Chrismansyah Rahardi dari sudut pandang berbeda.
“Ide awal buku ini diterbitkan atas kekaguman, cinta, dan respek terhadap sang legendaris,” katanya saat ditemui di Plasa FX Sudirman, Jakarta.
“Seorang legenda seperti Chrisye tidak boleh hilang dari ingatan. Dia boleh meninggal karena takdir, tapi nama besar dan karya-karyanya tidak akan pernah mati,” katanya lagi.
Damayanti Noor, istri almarhum Chrisye, mendukung pembuatan buku tersebut. Dia juga senang karena penggemar dan wartawan tak pernah melupakan suaminya. Apalagi, katanya, semasa hidup Chrisye sangat dekat dengan fans dan menghormati wartawan.
“Saya bangga dengan fans Chrisye dan para awak media, meski Chrisye sudah meninggal selama lima tahun tapi masih ada orang yang peduli dengan almarhum suami saya,” katanya.
Sementara Pramono Anung yang mengaku sebagai pengagum Chrisye dari jauh, mengenal Chrisye sejak lama, ketika masih di komunitas Guruh Soekarnoputra. Dia memiliki semua album Chrisye.
“Chrisye adalah pribadi yang tak pernah tergantikan,” imbuhnya.
Begitu pula dengan penyair Taufik Ismail, yang mengakui, Chrisye adalah musisi besar. Taufik mengungkapkan, pada 15 tahun lalu, dirinya ditelepon Chrisye, yang memintanya dibuatkan lirik untuk sebuah lagu.
“Saya merasa tersanjung ditelepon. Dia bilang sudah punya lagu, tetapi belum ada liriknya. Dia meminta saya membuatkannya dan memberi waktu sebulan,” cerita Taufik.
“Ternyata itu sangat sulit. Pada Minggu ke empat menjelang deadline, saya merasa tidak sanggup. Karena lagu Chrisye terlalu bagus buat lirik saya. Hingga akhirnya, ketika saya sedang membaca surat Yasin, pada malam Jumat, lahirlah ide itu. Hingga akhirnya, lahirlah lirik lagu ‘Ketika Tangan dan Kaki Bicara’. Itu pengalaman saya dengan almarhum,” tuturnya.
Chrisye meninggal pada 30 Maret 2007, karena sakit. Chrisye memang telah meninggalkan panggung musik Indonesia, tapi lagu-lagunya terus mengalun di radio, televisi, juga dinyanyikan para penyanyi lain.
***
Meski telah tiada, hingga kini karya-karya dari mendiang Chrisye seakan masih dekat di hati. Tidak terasa tiga dekade sudah karya tersebut mewarnai dunia musik Indonesia. Memperingati momen tersebut, sebuah acara bertajuk “Konser 3 Dekade Cinta Chrisye” pun digelar. Suasana yang intim dengan para penggemar sang legenda begitu terasa di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (28/8/2016) malam. Demikian diberitakan detikHOT (Senin, 29 Ags 2016 07:36 WIB).
Acara dibuka oleh Ussy Pieter Choir dengan membawakan lagu “Negeriku” dan “Dekadensi’. Lalu masuklah Raisa sebagai bintang tamunya.
Saat itu, ia sukses memanaskan suasana dengan membawakan “Hura-hura”. Kemudian tempo berubah pelan. Raisa melanjutkan penampilannya dengan “Mungkinkah’’.
Tak lama berselang, giliran Marcell Siahaan yang ambil bagian dengan “Pagi”. Merasa kurang mendapatkan energi dari penonton, ia mengajak semua hadir untuk bergoyang lewat “Kau Ternyata”.
Konser pun berlanjut dengan menampilkan Mikha Tambayong. Ia sukses memukau penonton dengan “Damba di Dada” dan “Merepih Alam”.
Di ujung acara, giliran Vina Panduwinata yang mengajak berdendang. Membawakan “Cinta”. Wanita berusia 57 tahun itu sukses membuka penampilannya dengan apik.
“Tidak banyak yang tahu kalau lagu ‘Cinta’ merupakan ciptaan dari sahabat, kakak, saudara saya, Chrisye,” ujar Vina di atas panggung.
Lalu “Si Burung Camar” pun mengajak rekannya untuk naik ke atas panggung. Duet maut pun tak bisa dihindari antara Vina dengan Harvey Malaiholo.
“Dulu saya menyanyikan “Kisah Insani” ini dengan almarhum. Dia sosok yang begitu baik dengan adik-adiknya, sehingga saya yang saat itu masih baru di dunia musik merasa begitu nyaman,” kata Vina.
Tidak hanya penonton yang terhibur dengan konser yang berlangsung sekitar dua jam itu. Keluarga mendiang Chrisye pun turut bahagia dengan adanya perayaan tersebut.
“Kita begitu bangga dan berterima kasih, terutama dengan Ussy Pieter Choir yang sudah membuat acara ini. Dengan cara seperti ini kita masih sama-sama menghargai karya almarhum,” pungkas istri mendiang Chrisye, Damayanti Noor usai menyaksikan konser.
Lebih lanjuit detikHOT (Senin, 29 Ags 2016 14:32 WIB) melaporkan bahwa “Konser 3 Dekade Cinta Chrisye” sukses digelar. Acara tersebut berlangsung begitu intim dengan dihadiri ratusan penggemar sang legenda.
Ini memang bukan yang pertama. Perayaan serupa pernah juga beberapa kali digelar dengan mangatasnamakan pelantun “Kisah Kasih di Sekolah” itu.
Lalu, berapa “bagian” yang didapat oleh pihak keluarga setiap ada acara tersebut?
“Namanya bukan bagi hasil ya, Chrisye memang namanya milik keluarga dan saya tidak meminta apa-apa. Intinya saya tidak boleh menjual. Tapi kalau saya diberi hadiah, saya bersyukur, alhamdulillah,” ujar Yanti saat jumpa pers seusai konser di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (29/8/2016).
Yanti mengaku dirinya begitu senang dengan adanya “Konser 3 Dekade Cinta Chrisye”. Sebab dengan adanya acara tersebut menandakan masih banyak orang yang menghargai karya mendiang.
“Konser 3 Dekade Cinta Chrisye” berlangsung selama dua jam. Acara tersebut juga diisi oleh sederet musisi ternama, seperti Raisa, Marcell Siahaan, Mikha Tambayong, Vina Panduwinata dan Harvey Malaiholo.
Mengenang 10 tahun kepergian Chrisye, sebuah konser juga siap digelar. Acara akan berlangsung akhir bulan ini. Dari keterangan pers yang didapat detikHOT, Jumat (10/11/2017), konser itu digagas oleh istri dan para kerabat mendiang. Uniknya, sederet bintang tamunya berasal dari pegiat musik digital, seperti Oskar Mahendra, Deredia, dan Eclatt Story yang dikenal sebagai Youtuber.
Selain itu, musisi kenamaan juga tidak lupa dilibatkan di konser bertajuk “Chrisye the Spirit Continues Music Fest Concert”. Mereka adalah Glenn Fredly, Reza Artamevia, Sore Band, dan Electroma dengan iringan Deni Chasmalla and Friends.
Rencananya konser akan berlangsung pada Rabu, 29 November 2017. Acara bakal digelar di Balai Sarbini, Semanggi, Jakarta Selatan.
Menariknya, konser tidak akan berlangsung di satu lokasi saja. Kota lain yang bakal menggelar konser juga seperti Tangerang, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Bali, Makassar, Banjarmasin, Batam, dan Palembang.
DetikHOT (Kamis, 30 Nov 2017 08:33 WIB) juga memberitakan bahwa “Konser Tribute to Chrisye” sukses digelar di Balai Sarbini, Semanggi, Jakarta Selatan, Rabu (29/11/2017) malam. Berlangsung kurang lebih selama dua jam, acara tersebut juga sukses membuat para penontonnya bernostalgia akan lagu-lagu dari Sang Legenda.
Acara yang diselenggarakan oleh DDW Convex Communication dan digagas langsung oleh istri almarhum Chrisye, Yanti, telah berhasil membawakan kurang lebih sekitar 16 lagu yang pernah dipopulerkan oleh Chrisye. Di antaranya adalah “Negeriku“, “Juwita”, “Anak Sekolah”, “Pergilah Kasih”, “Kala Sang Surya Tenggelam”, “Galih Ratna”, “Kisah Kasih di Sekolah”, “Kala Cinta Menggoda”, “Andai Aku Bisa”, “Cinta”, “Kisah Insani”, “Kisah Cintaku”, dan masih ada beberapa yang lainnya.
“Ya alhamdulillah saya bangga sama karya anak-anak muda ini, dari mulai yang buat, sampai pengisi acara. Memang ide dan konsep dari saya, tapi saya percayakan pada satu EO dan mereka pertama kali bikin acara musik. Tapi alhamdulillah bagus, sesuai sama keinginan saya. Festival berbagai macam pengisi acara, tapi dalam satu konser non stop,” ujar Yanti.
Tak hanya itu, acara tersebut juga menggandeng beberapa musisi kelas atas seperti Glenn Fredly, Reza Artamevia, Dewi Gita dan juga para YouTuber. Kebanggaan pun terucap saat masing-masing dari mereka berada di atas panggung dan membawakan lagu dari pria yang bernama asli Chrismansyah Rahadi itu.
“Gue pertama kali ketemu sama almarhum itu di ruang belakang panggung yang ditegurnya sama dia duluan. Bukan gue yang negor. Ya gue sungkan gitu ya. Malu lihat Chrisye. Pas ditegor dan manggil nama (gue), berarti kan dia ngikutin perjalanan, penyanyi baru. Gue lupa tahun berapa. Awal banget album solo gue pertama itu. Jadi ya ketemu Chrisye, dari situ, gue besar dengan karyanya dia, tumbuh dengan karyanya dia. Sampai akhirnya almarhum past away, akhirnya Tribute buat Chrisye. Pengen ya nulis lagu buat dia. Tapi nggak kesampean,” cerita Glenn Fredly di atas panggung.
Konser “Tribute to Chrisye” rupanya mempunyai sebuah pesan yang ingin disampaikan. Yanti pun berharap, semangat berkarya dari seorang Chrisye bisa dilanjutkan oleh anak-anak muda Indonesia, tepatnya para musisi agar terus semangat dalam berkarya.
“Semangat berkarya dari seorang Chrisye. Tidak berhenti di Chrisye, tapi diteruskan. Anak-anak ini harus punya semangat yang sama atau kalau bisa lebih. Kan era sekarang mereka lebih gampang dapet contoh dari luar. Dulu Chrisye juga gitu kok, dia sering ke toko kaset, dia sering denger musik-musik luar. Bukan berarti kiblatnya di situ tapi dari sanalah ide-ide dia dapat,” ujar Yanti usai acara.
“Gue sih berharap ini nggak stop di sebuah pertunjukan atau festival. Harapannya spiritnya Chrisye ini bisa berlanjut. Maksudnya nggak stop dalam sebuah konser. Tapi ini bisa berlanjut dalam banyak hal. Terutama bisa dikelola oleh pihak keluarga sendiri maupun promotor yang mau men-support. Karena banyak hal dari Chrisye yang bisa dikelola,” pungkas Glenn Fredly.
***
Sebelas tahun yang lalu, tepat pada 30 Maret 2007, Chrisye meninggal dunia di kediamannya dan dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan. Kepergian Chrisye tidak hanya meninggalkan istrinya, Damayanti Noor, dan empat orang anaknya, namun juga memberikan kehilangan besar bagi para pecinta musik Tanah Air.
Meskipun 11 tahun telah berlalu, karya-karya Chrisye masih tetap dikenang dan masih seringkali dimainkan dan diputar di mana-mana. Tidak hanya dikenang, sosok Chrisye juga kerap menjadi inspirasi bagi banyak penyanyi lainnya. Penyanyi “Sabda Alam” ini mengawali karier bermusiknya dengan menjadi pemain bass dalam band yang ia bentuk bersama sang abang, Joris.
Meski masuk ke dunia musik lewat bermain bass, karier bernyanyi solonya mulai dikenal sejak adanya Lomba Cipta Lagu Remaja di radio Prambors pada tahun 1977. Lewat lagu ciptaan James F. Sundah, “Lilin-Lilin Kecil”, nama Chrisye pun melambung.
Setelahnya, bersama Yockie Suryoprayogo sebagai pengarah musik, Chrisye merilis album debutnya, “Jurang Pemisah” (1977). Di tahun yang sama, kembali bersama Yockie dan juga Eros Djarot, ia juga terlibat dalam proyek soundtrack film “Badai Pasti Berlalu”.
“Badai Pasti Berlalu” menjadi album yang begitu berpengaruh bagi perkembangan musik pop Indonesia. Selain Chrisye, Berlian Hutahuruk, Fariz RM, serta Keenan dan Debby Nasution ikut menggarap album tersebut.
Karier bermusik Chrisye kian berkibar dari tahun ke tahun. Dia termasuk musisi yang selalu relevan dari zaman ke zaman. Kehadirannya telah melewati berbagai dekade dan dia tetap bisa bertahan di putaran zaman dari masa ke masa.
Dia bukan hanya berkolaborasi dengan musisi yang muncul di era sama dengannya, namun juga musisi pendatang baru yang tengah naik daun pada masa itu. Sebut saja. Eross “Sheila on 7” Chandra, Ahmad Dhani, Peterpan (kini Noah), “Project Pop”, hingga “Naif”.
Pada 2005, Chrisye dinyatakan mengidap kanker para-paru stadium empat. Seakan tidak ingin menyerah pada keadaan, ia sempat merilis “Chrisye By Request” (2006) dan “Chrisye Duet by Request” (2006).
Perjalanan panjang sang musisi berakhir pada 30 Maret 2007. Akan tetapi karya-karya yang dia hasilkan masih terkenang hingga kini.
(Hardo Sukoyo; foto ist/mm