Visual Indonesia, Jakarta,–
Pemeriksaan terhadap Ustadz Yusuf Mansyur (UYM) oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur, jangan membuat opini seolah untuk mengkriminalisasi ulama. Jelas hal tersebut akan menjauhkan dari konten bisnis bermasalah yang ‘dijalankan’ UYM selama ini.
Mana mungkin Kepolisian Daerah Jawa Timur ‘sembrono’ untuk menetapkan seseorang sebagai terperiksa dalam kasus bernomor LPB/742/VI/2017/UM/JATIM tersebut, demikian ungkap Darso Arief Bakuama saat dijumpai sejumlah wartawan di sebuah kantin kecil di bilangan Medan Merdeka Timur itu (15/9).
Ustadz Yusuf Mansur di Polda Jatim dilaporkan dalam kaitannya dengan investasi Condotel Moya Vidi yang diduga keras bermasalah, bukan Paytren. Lantaran Condotel Moya Vidi tak jadi dibangun oleh PT Graha Suryamas Vinandito (GSV). Lalu siapa yang harus bertanggungjawab terhadap kelangsungan investasi para investor dari mantan mitra PT. Veritra Sentosa Internasional (VSI) pemilik aplikasi V-Pay yang konon kini bermetamorfosis menjadi aplikasi bisnis Paytren itu. Dan semua menunjuk kepada UYM, tegas Darso lagi.
Seperti diketahui, PT. Veritra Sentosa Internasional (VSI), yang pada awalnya mengeluarkan produk MLM Miracle, lalu bermetamorfosis menjadi Paytren, membeli 200 kamar kondotel yang belum dibangun itu. Untuk itu, dibukalah investasi patungan usaha baru bernama investasi Condotel Moya Vidi, dimulai sejak 22 Februari 2014. Harga tiap sertifikat investasi itu dipatok minimal Rp 2,7 juta. Mengapa dipatok Rp 2,7 juta untuk menghindari pinalti dari OJK, ucap seorang Direktur PT. GSV dalam sebuah kesempatan.
Lalu PT. GSV mematok setiap kamar seharga Rp 807 juta. Karena itu, untuk membeli 1 kamar, setidaknya harus terkumpul 299 sertifikat investasi. Artinya, ada sekitar 59.800 sertifikat investor yang harus terkumpul atau setara Rp161,5 miliar.
Januari 2015, para investor—yang kadung membeli sertifikat kepemilikan kondotel—menerima surat yang ditandatangani seorang bernama Unang, isinya, atas petunjuk dan arahan UYM, PT. VSI batal membeli 200 kamar Condotel Moya Vidi dari PT. GSV dengan alasan dana investasi “tidak sanggup” memenuhi untuk pembelian kamar. Dari sana, secara sepihak, seluruh investasi yang semula untuk Condotel Moya Vidi dialihkan ke Hotel Siti. Pengalihan ini dikelola oleh Koperasi Merah Putih.
“Silakan UYM mengelak atau membela diri lewat siapa pun. Karena polisi tak akan bertindak memprosesnya jika tidak ada indikasi pidananya. Terbukti ada pengalihan investasi dari Condotel Moya Vidi ke Hotel Siti. Sekaligus ada fakta atas petunjuk dan arahan dia. Kita harus menghentikan pola-pola pengumpulan dana masyarakat yang ilegal semacam itu,” Darso mengingatkan.
Karena metode dan cara yang paling ampuh dalam ‘bisnis ilegal’ yang terselubung yakni menggiring opini investasi gagal sebagai sedekah, menggiring kerugian sebagai sedekah. Ini jelas keliru. Sedekah yaa sedekah. Investasi yaa investasi. Jangan mengkait-kaitkan sebuah prilaku tindak pidana seseorang dengan kriminalisasi ulama. Buktikan kalau dirinya tak bersalah, layar sudah berkembang, tutup Darso.
(ayen; foto mm