Visual Indonesia, Jakarta,-
Menggali dan mengefektifkan sumber-sumber nilai (budi pekerti) sebagai nilai filosofi seni wayang, menjadi ruh Kongres IX Sena Wangi di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta.
“Untuk memainkan peran yang lebih berarti dalam pergerakan dunia yang semakin plural, suatu bangsa tidak bisa lain kecuali menumbuhkan kembali karakter, jati diri anak bangsa melalui budaya, khususnya melalui filosofi yang ada dalam dunia pewayangan,” demikian dipaparkan Ketua Dewan Kebijakan SENA WANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia), Drs. H. Solichin di sela-sela persiapan Kongres IX SENA WANGI, di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta.
Ditengarai masyarakat tengah mengalami kekisruhan (dinamika) dalam kehidupan berbangsa. Selain derasnya arus globalisasi yang turut memproses krisis multidimensional. Hal tersebut lantaran tidak diimbanginya pengetahuan budaya serta melemahnya pendidikan budi pekerti.
“Melalui kongres SENA WANGI turut memberikan sumbangan pemikiran untuk mengatasi berbagai masalah bangsa. Dengan mengajarkan budi pekerti, revolusi moral, mengangkat nilai luhur bangsa dan menguatkan identitas Nasional,” ungkap budayawan yang juga Ketua Presidium APA (ASEAN Puppetry Association) ini.
Kongres Ke-IX SENA WANGI digelar di Gedung Pewayangan Kautaman TMII, Cipayung, Jakarta Timur, Selasa – Rabu, 25 – 26 April 2017 mendatang bertemakan “Meningkatkan Peran Wayang Dalam Nation & Character Building.” Dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. Dr. Muhajir Effendy, M.AP. diharapkan membuka Kongres ini.
Hadir para Sesepuh, Dewan Kehormatan, Dewan Kebijakan, Dewan Pengurus, dan Dewan Pakar SENA WANGI, dari berbagai latar belakang profesi, disiplin ilmu, dan kompetensi.
Kongres mengagendakan pemilihan Ketua Umum dan penyusunan program kerja SENA WANGI periode mendatang, disamping menggelar sarasehan yang bertajukan “Pengukuhan Filsafat Wayang”, dengan Drs. H. Solichin (Pengantar Filsafat Wayang); Dr. Sri Teddy Rusdy, SH. M.Hum (Semiotika dan Epistemologi Wayang); Prof. DR. Joko Siswanto (Metafisika Wayang); dan Prof. Kasidi Hadiprayitno, M.Hum (Aksiologi Wayang).
Pembahasan lainnya, terkait pandangan SENA WANGI tentang “Pelaksanaan Pancasila Dengan Pendekatan Filsafati”, menghadirkan Prof. Dr. Kaelan, MS. dan Drs. H. Solichin.
Pembahasan terakhir menyoal “Sosialisasi Budi Pekerti/Pandangan Nation and Character Building,” dengan mengedepankan dua pembicara, Dr. Suyanto, S.Kar. MA, dan Dr. Hj. Nurul Zuriah, M.Si.
“Hasil daripada sarasehan ini segera dirumuskan dan menjadi keputusan yang akan disebar ke kalangan Pemerintah, Eksekutif, Legislatif, Judikatif, dan masyarakat luas,” tambah Dewan Pengarah Panitia Pelaksana Kongres IX SENA WANGI, Drs. Suparmin Sunjoyo.
Kongres IX SENA WANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia), pun menggelar pameran ‘Buku dan Foto Wayang’. Diantaranya buku-buku Filsafat Wayang Sistematis, Pendidikan Budi Pekerti Dalam Pertunjukan Wayang, Cakrawala Wayang Indonesia, The Heritage of Asean Puppetry, serta buku Ensiklopedi Wayang Indonesia, yang terdiri dari sembilan jilid.
Kongres IX SENA WANGI diramaikan grup Wayang Orang (WO) legendaris ‘Sriwedari, Selasa (25/04/2017), dengan lakon “Mintaraga” atas kerjasama dengan Triardhika Production. Pentas ini menandai 107 tahun grup kesenian tradisi ini berkiprah. Wayang Orang (WO) Sriwedari, merupakan perkumpulan seni-budaya adiluhung tertua di Indonesia, yang didirikan tahun 1911.
(ist/tjo; foto ist