Visual Indonesia, Jakarta,-
Indonesia Incorporated resep paling ampuh untuk mencapai target tahun 2017, jelas Menteri Pariwisata, Arief Yahya dalam sebuah kesempatan. Karena alasan itu pula dalam Rakornas IV awal Desember 2016 lalu menjadi upaya untuk menyatukan pikiran dan langkah mengenai pentingnya Kemenpar beserta seluruh stakeholders, untuk bersatu-padu dalam menghadapi challenging year 2017.
“Untuk memajukan sektor pariwisata kita tak bisa bergerak sendirian. Untuk mewujudkan pariwisata menjadi core economy Indonesia, sektor ini harus dikeroyok rame-rame. Tanpa sinergi stakeholder yang ada di dalam konsep pentahelix ABGCM (Academics, Business, Government, Community, and Media) kita tak mungkin bisa mewujudkannya”, ungkapnya lebih lanjut.
Oleh karenanya Kemenpar menetapkan tahun 2017 sebagai tahun kolaborasi dan sinergi di dalam semangat Indonesia Incorporated.
“Kita tak boleh sibuk bekerja sendiri. Kita harus bersatu, menyinergikan kekuatan, dan memperkuat semua lini. Kalau kita bersinergi, saya yakin tidak ada yang bisa mengalahkan pariwisata Indonesia,” ucap menteri yang akrab disebut AY penuh optimisme.
Seluruh unsur Pentahelix harus bahu-membahu dan bergotong-royong untuk memperjuangkan pariwisata Indonesia. Melalui sinergi Indonesia Incorporated maka kita mampu menciptakan Sources of Synergy, 3S-3B, yakni “Size getting Bigger, Scope getting Broader, dan Skill getting Better”. Jadi, melalui Indonesia Incorporated kita akan “Bigger-Broader-Better together”.
Lantas, bagaimana strategi untuk menjalankan Indonesia Incorporated di sektor pariwisata? Jack Welch memberikan resep “Not Invented Here” (NIH). Karena Kita tak perlu “reinventing the wheel”. Kita tak pelu memulai dari nol, karena banyak negara-negara lain sudah sukses melakukannya. Tinggal kita pelajari secara mendalam kasus di negara-negara tersebut, kemudian kita lakukan “Amati, Tiru, dan Modifikasi” (ATM).
Kita, bisa belajar dari Thailand Incorporated yang tersusun dari sinergi yang solid antara empat sektor, yaitu: sektor pemerintah (Kementerian Pariwisata), sektor lokal (provinsi dan distrik), sektor swasta (asosiasi industri pariwisata), dan institusi pendidikan (Kementerian Pendidikan dan Kementerian Tenaga Kerja). Mereka bekerja bahu-membahu dan saling mengisi untuk memasarkan pariwisatanya.
Atau kita juga bisa belajar dari Korea Incorporated, yang diarahkan untuk sektor ekonomi kreatif. Di sini disinergikan MOSF (Ministry of Strategy and Finance), MSIP (Ministry of Science, ICT, and Future Planning), dan MOTIE (Ministry of Trade, Industry, and Energy). Seluruh kegiatan kementerian ini langsung dikoordinasikan oleh Wakil Perdana Menteri dan langsung bertanggung jawab ke Perdana Menteri dan Presiden.
Jadi, bagaimana mengimplementasikan Indonesia Incorporated? Untuk mencapai kinerja kelas dunia, kita harus menggunakan standar kinerja kelas dunia pula. Agar seluruh upaya kita tidak sporadis ke mana-mana. Kita harus fokus menyandarkan diri pada ukuran kinerja global yang sudah kita sepakati. Untuk industri pariwisata, salah satunya adalah ukuran kerja Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF).
TTCI memeringkat kinerja sektor travel dan turisme berdasarkan sekitar 141 negara berdasarkan 4 kriteria umum, yaitu: (1) Enabling Environment. (2) Travel and Tourism Policy and Enabling Condition. (3) Infrastructure. (4) Natural and Cultural Resources. Di tiap kriteria umum tersebut ada sub-kriteria. Contohnya Safety and Security, Health and Hygiene, dan ICT Readiness untuk kriteria Enabling Environment. Atau Air Transport Infrastructure dan Ground and Port Infrastructure untuk kriteria Infrastructure.
“Strategi Indonesia Incorporated yang dilakukan haruslah fokus dengan mengacu pada ukuran kinerja global yang berlaku di seluruh dunia. Seluruh upaya kolaborasi dan sinergi dalam kerangka Indonesia Incorporated harus kita lakukan dengan mengacu pada kriteria yang ditetapkan WEF tersebut,” lanjut Arief Yahya.
Jadi, implementasi Indonesia Incorporated di tiga program prioritas yaitu: Digital Tourism, Homestay, dan Air Accessibility. Untuk digitalisasi tourism, target terbesar kita di tahun 2017 adalah mewujudkan Tourism Exchange Indonesia (TXI) yang kini platformnya sudah terbangun.
TXI membutuhkan kolaborasi dan sinergi dari berbagai pihak seperti: online travel agent (OTA), platform tourism exchange di negara lain, dan para suplier seperti hotel dan restoran, jasa transportasi, destinasi, dan lain-lain (lihat gambar).
Untuk Homestay Desa Wisata, di tahun 2017 menargetkan 20 ribu homestay di seluruh wilayah Tanah Air khususnya di 10 destinasi unggulan. Untuk mewujudkannya kita perlu berkolaborasi dan bersinergi dengan berbagai pihak, yaitu: Pemda sebagai fasilitator lokal, Kementerian PUPR dan investor untuk pendanaan, developer untuk konstruksi, dan Bank/BUMN untuk fasilitas kredit (lihat gambar).
Terakhir program prioritas aksesibilitas udara. Perlu diingat tahun ini kita mengalami defisit seat penerbangan internasional sebanyak 4 juta. Defisit ini harus kita tutup agar kita bisa mencapai target 15 juta kunjungan wisman.
(yuri/ foto ist