Jakarta,-
Dalam perhelatan “wROCKshop” Musik Indie Indonesia Angkatan Pertama, di Sheraton Hotel, Jakarta (7/12), yang digagas bersama Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BeKRAF) bersama PT. Bangga Indonesia, mencoba memetakan dan membedah musik indie Indonesia ke dalam 3 sesi, yakni How to Play at Mainstage & How to Sale The Great albums; How to Record & Produce Nice Song; dan How to Make a Hit Songs.
Dengan narasumber Harry “Koko” Santoso (Deteksi Production), Silvia Oetomo (vidio.com), DR. Amin Abdullah (BeKRAF), Indra Qadarsih (musisi), Harry Murti (Harry’s Drum Craft), Bimbim (SLANK), dan tentunya Triawan Munaf (Kepala BeKRAF). Selain hadir 70 seniman musik, pencipta lagu, arranger, dan penyanyi dari Jakarta, Bandung, Tuban, Riau, Pekanbaru, Makassar, serta kota-kota lainnya, serta hadirnya Forum Wartawan Hiburan (FORWAN) Indonesia.
Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, Dr. Ing. Abdur Rohim Boy Berawi, menegaskan bahwa pemetaan potensi ekonomi kreatif ini sebagai bagian dari 16 subsektor ekonomi kreatif yang menjadi domain dari program BeKraft. Terdiri dari sektor Aplikasi dan Pengembangan Game, Arsitektur, Disain Interior, Disain Komunikasi Visual, Disain Produk, Fesyen, Film, Animasi Video, Fotografi, Kriya (kerajinan tangan), Kuliner, Musik, Penerbitan, Periklanan, Seni Pertunjukan, Seni Rupa, Televisi dan Radio.
Sayangnya potensi kreatif ini, tambah Boy, subsektor musik baru dapat menyumbang 1% dari Pendapatan Domestik Bruto Indonesia. Dan bidang Riset, Edukasi dan Pengembangan Ekonomi Kreatif mempunyai tugas pemberikan pembelajaran, bimbingan teknis dan supervisi untuk meningkatkan kompetensi, bagi pelaku usaha-usaha di bidang jasa industri kreatif, seperti di musik ini.
Sementara Setia Budi AC Nurdin, selaku penyelenggara “wROCKshop” Musik Indie Indonesia Angkatan Pertama ini menjelaskan bahwa,“ wROCKshop bertujuan untuk memberikan pencerahan bagi para seniman musik, agar mampu melahirkan karya-karya yang matang, sehingga dapat menyerap apa yang dibutuhkan masyarakat. Disamping tentunya hadirnya pemerintah untuk memberikan koridor bagi pertumbuhan musik Indonesia yang sehat”.
Di awal sesi, Harry “Koko” Santoso dari Deteksi Production, terkait keberadaan musik Indonesia mengingatkan jika ingin menjadi sebuah industri yang mensejahterakan selain harus memiliki etos kerja yang kuat, pemusik atau anak band harus disiplin, kerja keras, saling peduli, kasih sayang, dan rela berkorban agar dapat mengapresiasi keindahan, sensitivitas, serta harmoni dengan lingkungannya. Dari titik inilah bangunan musik Indonesia dapat terjaga baik. Tinggal pemerintah menyiapkan guidence-nya sehingga semakin mempersehat atmosfer musik Indonesia itu.
Namun di akhir sesi, Bim-bim memaparkan pengalaman 33 tahun bersama SLANK, masih membutuhkan trigger untuk terus berkarya. Harus ada motivasi-motivasi baru yang menggugah untuk berkarya. Dan SLANK sejak awal dikelola secara independen untuk survival sehingga harus terus menerus kreatif. Bahkan berfikir dan bertindaknya harus lebih maju dari pembajak.
Bimbim pun mengingatkan para musisi indie untuk selalu menghidupkan jiwa dalam lyric di setiap karya-karya yang dibuatnya. Berbaiklah dengan keadaan dan berbijaklah dalam menulis lagu atau membuat musik. Manfaatkan sources sosial media secara positif sebagai tempat membentuk komunitas, “keep to community”.
“Jadi terus berkarya. Terus mencipta. Karena banyak band mengawali karir mereka sebagai band indie,” yakin Bimbim menutup kesempatannya berbicara.
(tjo/mm; foto a yen