Jakarta,-
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Muhammad Basuki Hadimulyono, menegaskan bahwa RUU Tapera kini yang sudah ada di meja Presiden untuk memberikan akses masyarakat berpenghasilan rendah dalam pembiayaan kebutuhan rumahnya dan diperkirakan baru akan disahkan 2018 mendatang.
Kenapa Tapera, lanjut Basuki, karena masih 7 juta rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karenanya Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, terus berinovasi untuk memenuhi hal tersebut. Baik dari perijinan yang 700 hari, menjadi tidak lebih 50 hari. Selain di keluarkannya juga FLPP dari Rp 9.2 ttiliun tahun lalu dan Rp 9,7 triliun, ditambah lagi inovasi melalui subsidi uang cash uang muka sebesar Rp 4 juta, suku bunga rendah 5%, dan sebagsinya dalam rangka memenuhi program 1juta rumah.
Demikian hal tersebut mengemuka dalam Seminar Undang-Undang Tapera, Solusi dan Langkah Nyata Pelaksanaan UU Tapera dalam Mensukseskan Program Nawacita, di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta (27/10), yang dihadiri
Dirjen Pembiayaan Rumah KemenPU dan Perumahan Rakyat, Bambang Soesatyo Wakil Ketua Panja RUU Tapera, Misbakum Ketua Panja RUU Tapera, Hariadi Sukamdani, Ketua Umum REI, para pengusaha perumahan dan sebagainya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani mengatakan ditengah menghadapi kebutuhan 30 juta rumah pada tahun 2020 mendatang. Dilema kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah harus dipecahkan.
Oleh karenanya, tambahnya, sebaiknya UU TAPERA tidak memaksakan pengenaan beban bagi pemberi kerja atau perusahaan. Target kepesertaan TAPERA seharusnya lebih menyasar pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan pekerja informal yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dan sumber pendanaannya dapat diambil dari APBN-APBD, atau dari sumber pembiayaan publik lainnya yang selama ini sudah dipungut dari pelaku Usaha melalui pajak.
“Pemerintah sudah berkewajiban menyediakan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pekerja formal tidak perlu dibebani iuran sebagaimana isi UU TAPERA. Undang Undang Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) dibuat guna mengatasi masalah tidak adanya dana efektif jangka panjang untuk pembiayaan perumahan. Di sisi lain, besaran iuran yang diatur melalui Peraturan Pemerintah mengenai TAPERA, masih memberatkan para pengusaha,” kata Rosan.
Pengusaha, kata dia, seharusnya diberikan ruang dan tidak langsung dikenakan iuran TAPERA, sehingga iuran itu tidak semakin memberatkan pihak pengusaha atau pemberi kerja.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Antar Lembaga, Bambang Soesatyo mengatakan penerapan TAPERA bila tidak disikapi dan dilaksanakan dengan bijaksana, maka dapat menimbulkan permasalahan sosial yaitu ketidakadilan.
Hal tersebut, lantaran semua orang wajib melakukan iuran, tapi tidak semua orang bisa menikmati. Penerima manfaat hanya mereka yang berpenghasilan rendah, di bawah upah minimum regional (UMR). Tidak semua perusahaan memiliki tenaga kerja yang memiliki pendapatan di bawah UMR.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Hubungan Antar Lembaga dengan Swasta, Ikang Fawzi mengatakan pemerintah harus bertanggung jawab penuh dalam penyediaan fasilitas perumahan bagi MBR. Pemerintah seharusnya lebih dulu mewujudkan target membangun sejuta rumah dan memperkuat kerjasama dengan pihak pengembang serta memastikan dukungan infrastruktur dan keringanan perizinan.
“Pengesahan UU TAPERA harus adil, tidak hanya bagi MBR tetapi juga tidak memberatkan bagi pengusaha. Pemerintah harus lebih intensif menyediakan fasilitas rumah yang layak dan terjangkau,”jelas Ikang, lagi.
Seperti diketahui sebelumnya, keberadaan UU Tapera diharapkan mampu mengurangi angka kebutuhan rumah (backlog). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan angka backlog mencapai 13,5 juta unit. Sejak tahun lalu pemerintah melakukan upaya mengurangi angka backlog melalui Program Satu Juta Rumah.
(yog/ tj ; foto mm