Jakarta,-
Galeri Nasional Indonesia bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan program dukungan/sinergi antar lembaga budaya di berbagai kota di Indonesia seperti Workshop Seni Rupa (Drawing) di Papua (2014), Workshop Melukis Mural di Kupang–Nusa Tenggara Timur (2015), dan Workshop Melukis di atas T–Shirt di Manado–Sulawesi Utara (2016).
Ketiga program tersebut merupakan dukungan/sinergi dalam acara Temu Karya Taman Budaya (TKTB) se-Indonesia. Selain itu, program dukungan/sinergi juga pernah digelar dalam rangka Pameran Seni Rupa Internasional Biennale Terracotta 1st di Yogyakarta (2015), Workshop Seni Lukis dalam rangka Pra–Biennale 2015 di Makassar (2015), dan Workshop Seni Lukis di Malang, Jawa Timur (2016) dalam rangka Pekan Budaya Indonesia 2016.
Kali ini, Galeri Nasional Indonesia kembali mengadakan program dukungan/sinergi dalam rangka World Culture Forum (WCF) 2016. Gelaran internasional WCF 2016 merupakan hasil kerjasama Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama UNESCO yang diselenggarakan pada 10–14 Oktober 2016 di Bali Nusa Dua Convention Center.
Perhelatan tersebut secara substantif tidak sekedar menjadi ajang pertemuan peserta forum, tetapi juga menghendaki keikutsertaan seluruh komponen bangsa dan dunia, termasuk warga masyarakat umum, kalangan anak muda, dan tentunya juga para seniman.
Dan pada WCF 2016, Galeri Nasional Indonesia berpartisipasi melalui program dukungan/sinergi dengan menggelar Pameran Mural/Street Art (Seni Visual Jalanan) bertajuk “Budaya untuk Bumi yang Terbuka, Toleran, dan Beragam”, serta Pameran bertema “Take a Closer Look to the National Gallery of Indonesia”.
Pameran Mural/Street Art (Seni Visual Jalanan) akan berlangsung pada 9–16 Oktober 2016, di Bentara Budaya Bali, mengetengahkan tentang budaya untuk bumi yang terbuka, toleran, dan beragam, sejalan dengan tema utama WCF 2016, papar Kepala Galeri Nasional Indonesia, Tubagus ‘Andre’ Sukmana.
Mural atau juga dikenal dengan seni visual jalanan adalah salah satu bentuk seni visual yang mengambil tempat di ruang-ruang publik.
Para perupa yang meminati bidang ini telah berkarya cukup lama di Bali, sebagai persentuhan dengan nilai-nilai urban, perkotaan, dan lain sebagainya. Perkembangan tersebut semakin pesat sejak memasuki era 2000-an.
Dalam pameran tersebut Galeri Nasional Indonesia mengandeng empat komunitas perupa mural yaitu Komunitas Jamur, Komunitas Pojok, Komunitas Slinat dan Komunitas Batu Belah (Suklu).
Selain Pameran Mural/Street Art, Galeri Nasional Indonesia juga mengadakan Pameran “Take a Closer Look to the National Gallery of Indonesia” pada 10–14 Oktober 2016, di Bali Nusa Dua Convention Center.
Pameran ini memajang dua reproduksi (repro) lukisan karya pelukis maestro Indonesia. Satu diantaranya repro lukisan berjudul Kapal dilanda Badai (1851) karya Raden Saleh Syarif Bustaman, media cat minyak pada kanvas, ukuran 74,5 cm x 97 cm serta repro lukisan Ibuku (1941) karya Affandi, media cat minyak pada kanvas, ukuran 42,8 x 34 cm.
WCF 2016 ini, Galeri Nasional Indonesia bermaksud untuk menunjukkan peran serta eksistensinya dalam mengenalkan dan mengembangkan seni rupa Indonesia. Sekaligus memberikan edukasi, memperkaya wawasan, pengalaman, dan meningkatkan kreativitas masyarakat di bidang karya rupa. Selain menjadi wadah penyaluran aktivitas dan kreasi seni rupa, serta menjadi ruang ekspresi yang positif bagi publik, pungkas Tubagus.
(ml/ foto ist