Jakarta,-
Sebuah investigasi baru diungkap oleh organisasi-organisasi seperti Mighty, organisasi kemanusiaan Indonesia, SKP-KAMe Merauke dan PUSAKA Federasi Eropa untuk Transportasi dan Lingkungan (European Federation for Transport and Environment) dan Federasi Korea untuk Gerakan Lingkungan (Federation for Environmental Movements/lKFEM), melalui citra satelit, foto, dan video mengungkap terkait deforestasi dan pembakaran ilegal yang masif terhadap hutan hujan perawan oleh berbagai korporasi untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Papua dan Provinsi Maluku Utara.
Kondisi itu berdampak terhadap hilangnya akses hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat, biodiversity hutan serta tentunya habitat kanguru pohon dan burung-burung surga yang endemik dan jarang di Papua.
“Tidak diragukan lagi tindakan sejumlah korporasi dalam pembabatan hutan hujan perawan di lndonesia sangat tragis,” jelas Bustar Maitar, Direktur Mighty Asia Tenggara.
Apalagi, lanjut Mustar, penggunaan api secara sistematis dilakukan oleh korporasi untuk membuka lahan demi perkebunannya. Dan kita perlu bertindak tegas dan bersama untuk menghentikan korporasi-korporasi yang memberi model destruktif dan berbahaya terhadap agrikultur di Indonesia, tegas Mustar.
Seharusnya segera ada penegakan hukum yang tegas kepada para korporasi yang terkait deforestasi dan pembakaran ilegal yang dilakukannya, tanpa pandang bulu. Karena itu, larangan deforestasi terhadap semua industri sangat diperlukan segera, imbuh Maitar.
Apalagi pencitraannya sebagai perusahaan ‘hijau’ belum tercermin dengan tidak dipatuhinya kebijakan-kebijakan berkelanjutan dan tidak maunya mematuhi standar kebijakan No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE) yang telah diadopsi oleh para pembeli minyak sawit terkemuka di dunia dewasa ini.
Papua merupakan provinsi terpencil di Indonesia dengan keterbatasan akses terhadap media dan masyarakat madani. Akibatnya, banyak korporasi telah lolos dari pembukaan lahan dan pembakaran yang sistematis demi perkebunan kelapa sawit mereka dan hampir tidak memberikan pertanggungjawaban apapun.
“Hutan hujan telah membentuk kehidupan dan kebudayaan di Papua. Hanya dalam beberapa tahun, para korporasi telah menghancurkan hutan yang disebut rumah oleh para leluhur kami, hutan yang memberikan kami makan, perlindungan, dan air bersih,” tambah pastor Arno, seorang pemuka agama dan Direktur SKP KAMe Merauke.
Pemerintah lndonesia harus mengambil langkah untuk menghentikan perusahaan yang mengubah harta karun alami milik Papua menjadi lahan pertanian untuk industri, lanjutnya lagi.
Sementara Direktur Pusaka Y. L. Franky meminta hak-hak masyarakat adat yang telah dikangkangi dengan berbagai cara untuk memuluskan penghancuran sumber-sumber penghidupan mereka. Tindakan ini harus di hentikan dan pemerintah harus menjadi pelindung utama bagi masyarakat adat dan sumber-sumber pengidupannya.
(mdtj: foto gha