Solo,-
Kota Solo siap memasuki Carnaval 24 Jam Menari Non-Stop, dalam rangka Hari Tari Dunia 2016 (World Dance Day), yang akan diperingati mulai besok, Kamis (28/04/2016), hingga Jum’at (29/04/2016), dalam Gelaran Opera Besar Karya Penari Dunia, yang akan menampilkan ratusan karya tari serta melibatkan pula ratusan komunitas tari yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk juga peserta dari manca negara.
29 April telah ditetapkan Unesco sebagai Hari Tari Dunia atau World Dance Day (WDD). Dan sejak tahun 2007, Indonesia melalui Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, menjadi satu-satunya lembaga seni yang merayakan WDD dengan tajuk “24 Jam Menari”, tanpa jeda. Hal itu sekaligus telah menjadi agenda tahunan dan kini telah memasuki tahun ke-10, jelas Ketua Umum World Dance Day (WDD), Joko Aswoyo, kepada sejumlah Wartawan di Solo, Selasa (26/04/2016).
World Dance Day (WDD) 2016 bertemakan ‘Menyemai Rasa, Semesta Raga’, dimana sebagai rangkuman dari 9 tema sebelumnya dan merekonstruksi pemahaman masyarakat tentang tari sejati. “Tari bukan hanya gerak fisik yang indah berirama, tetapi tari tumbuh karena kebutuhan manusia dalam rangka menemukan keserasian dengan lingkungan guna mempertahankan kesinambungan hidupnya,” lanjut Joko.
Sejak awal digelar event ini diikuti oleh sejumlah seniman tari dan tidak kurang dari 100 group/kelompok tari dari lembaga pendidikan seni, sanggar baik dari dalam dan luar negeri, tambahnya. Namun salah satu agenda utama perhelatan seni budaya tahun ini yakni dipentaskannya Tari Bedhaya ‘Minangkalbu’(Triardhika Production) yang digelar di Pendopo Kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Solo, Kamis (28/04/2016), pukul 19.00 wib.
Eny Sulistyowati SPd, SE, MM, selalu Pimpinan Produksi dan Pangripto (pencipta tari) Bedhaya ‘Minangkalbu’, yang ditemui terpisah, menyatakan kesiapannya dan telah melakukan gladi bersih bersama tim artistiknya. “Ini proses latihan akhir secara teknis. Setelah ini kami semua akan melaksanakan Sengkeran (dipingit). Semua penari tinggal bersama di satu tempat, sampai menjelang pementasan. Membersihkan diri lahir dan batin, menyatukan rasa, dan doa bersama,” papar Eny, usai melaksanakan gladi bersih (latihan akhir), di Pendopo Kampus Institut Seni Indonesia (ISI).
Tari menjadi nafas yang menggerakan seluruh segmen kehidupan berbudaya. Dan kebersamaan karakter yang terjalin memposisikan tari menjadi representasi hidup dan kehidupan. World Dance Day (WDD) terus menjadi agenda tahunan yang menjadi ruang kebersamaan bagi insan tari yang terus berkembang. ’24 Jam Menari’ kini telah menjadi ikonik sekaligus sebagai interaksi, ekspresi, konservasi, eksperimentasi, inovasi, apresiasi, dan diskusi tari yang melibatkan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar negeri.
(ist/mdtj ;foto ist