Jakarta,-
Butuh political will Presiden untuk membenahi Perfilman Indonesia dan HAKI dari para seniman musik di Indonesia, demikian yang dapat disimpulkan Akhlis Suryapati, Ketua Umum Sennaki dalam Dialog Interaktif menyambut Hari Film dan Hari Musik Indonesia yang bertemakan ‘Ngalor-Ngidul Film dan Musik Indonesia’ di Gedung Film, MT Haryono, Jakarta, yang diprakarsai Sennaki bersama Forum Wartawan Hiburan (Forwan) Indonesia.
Hal tersebut, lanjutnya, meski segala perangkat hukum, aturan, renstra bahkan blueprint perfilman Indonesia hingga tahun 2025 sudah ada.Tapi toh faktanya para stakeholder perfilman Indonesia tidak punya satu kesatuan untuk menciptakan film Indonesia penuh keindonesiaannya. Perfilman seperti tidak ada dirijennya untuk membingkai perfilman Indonesia menjadi satu kesatuan. Oleh karenanya, butuh political will Presiden untuk melawan ego sektoral dari para stakeholder di perfilman Indonesia untuk setia pada ‘satu warna’ film Indonesia.
Jika Jepang saja serius memasuki pasar Indonesia melalui Japan Pop Culture-nya atau Korea dengan KPop-nya. Maka sudah saatnya political will Presiden untuk membangun film Indonesia melalui trust penonton yang dibentuk melalui kebijakan perfilman yang berbudaya dan berkarakter Indonesia.
Sedangkan, Heri Kusnadi, mewakili Kepala Pusat Pengembangan Perfilman, Kementerian Pendidikan RI, memaparkan bahwa Pusbang Perfilman dalam menyikapi perkembangan perfilman Indonesia telah melakukan sejumlah forum diskusi grup dengan para stakeholder perfilman terkait. Sekaligus diantaranya menyiapkan Revisi UU dan regulasi 7 Peraturan Menteri yang mengatur perfilman Indonesia, agar lebih baik dan terbuka, baik anggaran maupun kegiatannya. Termasuk aturan sekolah sebagai lokasi syuting dan menyiapkan kurikulumnya untuk masuk di sekolah-sekolah kejuruan.
Sementara itu pada Dialog Interaktif berikutnya yang mengupas peran negara dalam Hak Cipta para seniman musik Indonesia, secara tegas pendiri Karya Cipta Indonesia, Hein Enteng Tanamal mengatakan bahwa sosialisasi UU Hak Cipta belum benar-benar tersosialisasi dengan baik kepada aparat penegak hukum. Karena banyak aparat hukum mulai dari pengacara, polisi, jaksa dan hakim yang belum berpihak kepada para pencipta yang dilindungi UU Hak Cipta. Padahal UU Hak Cipta yang dibuat tahun 1982 telah 5 kali direvisi, sekarang menjadi UU No.28 Tahun 2014, disana terkait hak eksklusif, hak moral dan hak ekonomi dari para seniman pencipta.
Diakuinya, hanya saja, justru banyak permasalahan yang muncul dalam hak ekonomi dari para seniman pencipta, baik dalam Performing Rights maupun Mechanical Rights. Seperti kasus yang dialami Band Radja yang mempersoalkan mechanical rights yang dilanggar oleh 5 tempat Karaoke tersohor, (Inul Vista, NAV, Happy Puppy, Diva dan Charlie-permohonan maaf ), namun tertunda hingga dua tahun bahkan berujung tuntutan balik, pencemaran nama baik. Oleh karenanya, selain Enteng siap memediasinya, juga berharap sosialisasi UU No.28/2014 juga berlaku dan dipahami para aparat penegak hukum di Indonesia.
KCI yang sudah ada 25 tahun di Indonesia, sebagai lembaga nirlaba yang mengurusi 2800 pencipta, termasuk di daerah, dan 160.000 lagu. Hanya melakukan Collecting Hak Pencipta kepada pihak lain sebesar 30 persen sesuai aturan dunia. Atau melalui Blanket Licence KCI per tahun cuma 15 juta rupiah per outlet karaoke. Dengan kata lain, KCI baru bisa mengumpulkan hanya sebesar 12 miliar rupiah sepanjang 25 tahun kiprahnya. Itu pun kerap masih di negosiasi oleh para pengguna hak cipta dari para musisi atau seniman tersebut.
“Ini menunjukkan masyarakat masih jauh menghormati hukum dan undang-undang. Kepedihan pun bertambah bila Pengadilan tidak berpihak pada para seniman pencipta yang karyanya dicuri. Para pencipta harus terus bersama memperjuangkan Performing Rights, Mechanical Rights maupun hak-hak lainnya yang melekat. Bila perlu kita mengadu kepada Presiden agar negara dan aparat penegak hukum benar-benar melindungi para seniman pencipta ini. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah seniman pencipta juga,” pungkas Enteng Tanamal.
(Mdtj; foto dsp