Wayang Orang (WO) SriwedariPentaskan "Soma Brata” di Sasono Langen Budoyo

by -

Jakarta,-

Pentas seni tradisional Wayang Orang Sriwedari mementaskan “Soma Brata” di Sasono Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Jum’at (12/02/2016), pukul 20.00 WIB.

Pementasan yang diprakarsai Tri Ardhika Production bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta ini berharap kesenian Wayang Orang (WO) harus tetap mendapat tempat di tengah industri hiburan yang semakin kompetitif ini, ujar pimpinan Tri Ardhika Production, Eny Sulistyowati SPd, SE.

Terlebih Wayang Orang (WO) Sriwedari yang memiliki ikatan historis, terutama kaitannya dengan sejarah seni dan budaya di Indonesia. Wayang Wong (WO) Sriwedari Surakarta merupakan grup kesenian tradisionil legendaris yang sudah ada sejak tahun 1910.

Pergelaran Wayang Orang (WO) ”Soma Brata” akan melibatkan ratusan seniman dan didukung para bintang panggung dari Alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, dan Yogyakarta, diantaranya; Agus Prasetyo yang juga bertindak sebagai sutradara.

Disamping Eny Sulistyowati sendiri yang akan terlibat langsung memainkan salah satu peran dalam pertunjukan ini.

“Oleh karenanya di era Asean Economy Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kesenian rakyat Wayang Orang (WO) seharusnya tetap mendapat tempat untuk terus dieksplorasi dengan mengajak generasi muda supaya mencintai kekayaan budayanya. Sehingga dapat memberikan wadah kreativitas seniman untuk senantiasa berkarya,” papar Eny.

Pementasan ”Soma Brata” wayang orang Sriwedari menjadi bentuk konkret Tri Ardhika Production terhadap kesenian berbasis tradisi. Dimana sebelumnya di tahun 2014 juga sukses mementaskan Wayang Wong (WO) “Mahabandhana” di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), dan di tahun 2013 mementaskan opera sejarah bertajuk ”Ken Dedes Wanita di Balik Tahta” di Jakarta dan Surabaya.

Lakon “Soma Brata”

Menceritakan Putra Mahkota Mandaraka yang tengah gundah. Sebagai pewaris tahta ia merasa belum matang dan punya bekal menjadi pemimpin. Hal ini membuat kedua orangtuanya merasa gagal mendidik sang Pangeran. Kebulatan tekad mendorongnya menjauh dari istana untuk menapaki nasibnya. Perjuangan dan pengorbanannya membuahkan hasil ketika takdir mempertemukannya dengan Bagaspati, seorang Pandita Raksasa, serta pertemuannya dengan Pujawati, putri sang Resi yang kemudian menjadi dermaga tempat hatinya berlabuh. Dunia pun mencibir Narasoma, yang saat itu tangannya menjadi senjata bagi kematian sang Begawan gurunya. Lalu apakah yang ingin diraih, ketika ia mempertaruhkan kehormatannya dalam sayembara Mandura? Bahkan dikala menyadari Dewi Kunti telah menjatuhkan pilihannya untuk Pandu satriya Hastina. Mengapa ia merelakan Madrim adiknya dipersunting oleh Pandu yang nyata-nyata telah mengalahkan keangkuhannya. Selengkapnya saksikan pementasannya. (ist/mdtj; foto ist/dok

Leave a Reply

No More Posts Available.

No more pages to load.