“Retrospeksi Film Indonesia”
FORWAN dan Sinematek Indonesia

by -

Jakarta,-

Arsip sejarah berupa dokumen tertulis, benda-benda, audio maupun gambar bergerak seperti film dapat menumbuh kembangkan rasa patriotisme, imajinasi kreatif dan produktifitas sebagai sebuah bangsa. Oleh karenanya perlu rasanya untuk menggagas sebuah Restrospeksi Film Indonesia.

Hal ini mengemuka dalam pertemuan antara Pengurus FORWAN (Forum Wartawan Hiburan) Indonesia dan Badan Pengelola Sinematek Indonesia di Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (PPHUI), HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Sebelumnya Ketua Umum FORWAN (Forum Wartawan Hiburan) Indonesia, Sutrisno Buyil, memperkenalkan jajaran pengurus perkumpulan para wartawan yang selama ini banyak meliput berbagai kegiatan produksi film, industri pertelevisian, musik, pariwisata dan budaya.

“Pengurus baru FORWAN masa bakti 2016-2020 berharap dapat menjalin kemitraan yang produktif, serta menempatkan Sinematek Indonesia menjadi bagian penting dari program kerja FORWAN di masa depan,” jelas Sutrisno Buyil, yang juga didampingi John Yoseph Sinyal (Dewan Pengawas), Eddie Karsito (Sekretaris Umum), Teguh Supriyatno (Ketua Seksi Usaha Advertising & Media Komunikasi), dan Mulyadi Muller (Ketua Seksi Kelola Media Sosial).

Kunjungan FORWAN diterima langsung Ketua Sinematek Indonesia, Adisoerya Abdy. Menurut Adi yang juga produser dan sutradara film ini, Sinematek merupakan ‘perpustakaan’ film Indonesia yang tak banyak dilirik. Insan perfilman sekalipun menurutnya, terutama sineas angkatan muda, kurang peduli terhadap keberadaan Sinematek.

“Kearsipan film Indonesia sangat penting untuk menjadi rujukan, khususnya bagi para peneliti sejarah film Indonesia. Tapi banyak yang tidak memiliki kesadaran itu. Jangankan ngurusin Sinematek, orang bikin film saja enggak kasih (copy) filmnya ke Sinematek. Yang rugi dirinya sendiri. Karyanya tidak dikenal orang, karena tidak ada dokumentasinya. Lalu negara rugi karena kehilangan heritage karya film anak bangsa,” ujar Adi.

Dalam kontekstualisasi sejarah, lanjut Adi, menjadi penting untuk menunjukkan posisi perfilman Indonesia dari sisi kuantitas maupun kualitas. “Sinematek Indonesia menjadi tonggak perfilman Indonesia yang tak melupakan sejarahnya. Dan dengan segala keterbatasannya Sinematek Indonesia tetap berupaya mempertahankan keberadaannya,” ujarnya.

Menurut Adisoerya Abdy, dukungan dari berbagai pihak, baik materi maupun moril sangat diperlukan untuk terus melestarikan dan menjaga lembaga kearsipan film yang amat penting ini. Adi mengharapkan para wartawan yang tergabung di FORWAN (Forum Wartawan Hiburan) Indonesia, dapat berperan aktif menghidupkan keberadaan Sinematek Indonesia melalui berbagai kegiatan yang bersifat edukatif.

FORWAN dan Sinematek Indonesia kini tengah menjajaki kemungkinan dapat menjalin kerjasama menggelar program retrospeksi film Indonesia, menyaksikan kembali berbagai film karya sineas Indonesia yang pernah berjaya. “Kita tonton film-film era emas perfilman Indonesia dengan sutradara-sutradara kawakan seperti Teguh Karya, Arifin C. Noor, Sjuman Djaya, Wim Umboh, Nya Abbas Acup, dan lainnya, semuanya ada dalam koleksi Sinematek. Melalui program retrospeksi ini kita harapkan dapat menjadi sarana edukasi dan motivasi bagi generasi insan film selanjutnya,” pungkas Adi penuh harap.

(ist/mdtj; foto ist

Leave a Reply

No More Posts Available.

No more pages to load.