Visual Indonesia, Jakarta,-
Membuka awal tahun 2017, Galeri Nasional Indonesia, menggelar Pameran Tunggal Gonjring Miring #10 Karya Ar.Soedarto, 4-16 Februari 2017. Gonjing Miring dipinjam dari kata yang dipakai sebagai judul sebuah gending Jawa, khususnya pada genre gending Tayuban, yang tepatnya adalah “Kijing Miring” (Nisan yang miring).
Namun dalam hal ini kata kijing diganti dengan kata gonjing yang tentu berbeda arti, demikian diungkapkan kurator pameran Drs. Puguh Tjahjono Sadari Warudju, M.Sn.
Gonjing Miring sebuah kata majemuk yang masing-masing saling meneguhkan pemaknaan kesatuannya. Gonjing dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai konstruksi yang instabil atau terlepas dari stabilitasnya atau juga inharmoni. Sedangkan miring adalah konstruksi gerak diagonal dalam bahasa visual bisa diartikan sebagai fenomena instabilitas, gejala tidak stabil bahkan keruntuhan.
Maka kata Gonjing Miring diartikan untuk mewakili suatu kondisi anomali, gejala-gejala penyimpangan, deskonstrukstif atau bahkan chaos.
Seni Tayub (Tayuban) adalah seni tari tradisional yang berkembang sebagai bentuk ‘perlawanan’ (ekspresi kritik) terhadap hegemoni nilai dari sentral (keraton). Diasumsikan sebagai sebuah dekonstruksi tari-tari tradisional produk keraton (pusat nilai).
Tayub berkembang di masyarakat pesisiran. Kerap kali dalam bentuk koreografinya mengandung unsur sinikal dan karikatural, demikian juga pada ritme gendingnya yang menggiring pada gerak-gerak tubuh yang jenaka. Tak luput juga pada syair-syair yang dilagukan dalam gending.
Gending Kijing Miring juga menggambarkan pesan tentang situasi mental yang galau, terbentur pada absurdnya sistem pemahaman personal, seakan kesadaran akan batas hiduppun menjadi tidak tegak lagi (diabaikan).
Ar. Soedarto sebagai seniman tunggal pameran ini, menangkap istilah Gonjing Miring secara unik. Di usianya yang sudah di atas 60–an, ketajaman intuisi Ar. Soedarto selaku seniman yang hidup dalam perputaran nilai-nilai dengan ritme dinamik melewati tiga periode penandaan jaman.
Persaingan personal di berbagai lini kehidupan, bergeraknya nilai-nilai komoditi konsumtif, mendorong pendulum hidup sosial cenderung ke arah sekulerisasi. Sementara pada akses religiusitas mengalami adistorsi dan konflik secara fragmentarian. Situasi semacam itulah yang tertangkap Ar.Soedarto dalam ungkapan Gonjing Miring.
Gonjing Miring di helat Galeri Nasional Indonesia bekerja sama dengan Ar. Soedarto Studio menyajikan sekitar 25 lukisan karya Ar. Soedarto. Dibuka oleh President & General Manager TOTAL E&P INDONESIE, Arividya Noviyanto, Jum’at (3/2) di Ruang Serba Guna Galeri Nasional Indonesia dan dapat diakses publik 4 – 16 Februari 2017 di Gedung B Galeri Nasional Indonesia.
(tjo; foto ist